Kesunyian Kolosal
Di negeri ini, Ramadhan disambut dengan ramai. Ia menjelma ritus kolosal yang bisa dirayakan siapa saja, bahkan tanpa harus berpuasa. Skalanya yang masif menggoda pengambil kebijakan, pengasuh program hiburan, penjual makanan, hingga preman untuk ambil bagian dengan cara masing-masing. Apapun motifnya, bagaimanapun modusnya.
Di hadapan hadis qudsi di muka, segala gegap gempita budaya ramadan segera terlihat sebagai hasil sampingan, by-product. Dalam kosakata sederhana, kita bisa menyebutnya sebagai berkah. Berkah baru muncul bila ambang-batas terpenuhi. Bila tidak, hasil sampingan yang muncul biasanya adalah musibah.
Saya menyaksikan banyak pribadi tangguh yang dibentuk kepribadiannya melalui madrasah yang sangat pribadi ini. Mereka mencapai taraf selesai dengan diri sendiri sehingga ringan berbagi dan berkontribusi.
Apa yang secara konsisten bisa dikenali dari ketiga kelas di atas? Semuanya menekankan kesunyian puasa sebagai madrasah yang sangat pribadi. Orang yang sungguh-sungguh berpuasa bisa dipastikan sangat sibuk mengurus kualitas puasanya sendiri. Bila seseorang masih repot menuntut ini-itu kepada pihak lain demi "menghormati" puasa, saya kira ia sedang berpuasa di luar kelas. Dengan kata lain, itu bukan puasa.
Semoga puasa Anda berkelas!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.