ADA tiga bagian yang disasar Ramadhan dalam diri dan pribadi setiap manusia khusus para mukminin, seperti panggilan atas kewajiban menjalankan ibadah puasa itu sendiri, yakni hati, pikiran, dan tindakan atau pergerakan atas pola perilaku diri menuju prilaku sosial.
Dahsyatnya, jika kita rasa-rasakan dengan seksama agar sasaran Ramadhan itu tepat dan efektif, maka dititipkan getaran (notifikasi atau kisi-kisi) yang mungkin saja itu menjadi petunjuk arah atau map agar tepat waktu dan efektif, serta nilai yang didapatkan seorang hamba dalam menjalankan riyadhah hasilnya benar-benar baik karena yang menjadi penilainya langsung Allah SWT, yakni hakim dan penilai yang Maha Adil.
Getaran itu berkonversi mejadi sikap wara’, jujur, dan dermawan.
Maka, tak perlu kita merasa heran jika Ramadhan tiba-tiba saja bisa mengubah seseorang menjadi berkeinginan untuk beribadah, datang ke masjid bahkan di waktu subuh sekalipun, tak ingin berkata bohong, dan berusaha bersedekah walau hanya semangkuk bubur kacang hijau yang bisa diberikannya karena hidupnya serba kesusahan.
Karena, sebenarnya hati yang menjadi sasaran Ramadhan itu dilembutkan Tuhan dan dititipkan rasa wara’, jujur, dan rasa kedermawanan, sehingga kita akan sampai pada target puasa Ramadhan yakni Laalakum Tattaquun.
Hati yang kerap gelisah, kesibukan hati, dan rasa kecamuk yang terus datang sangat mengganggu dan membuat pribadi setiap manusia tidak stabil.
Rasa kecamuk hati itu datang dari urusan yang kita lakoni di keseharian. Terkadang, kesibukan hati dan kegelisahan justru tidak datang dari masalah yang kita hadapi. Mungkin kita hanya mendengar cerita orang lain, melihat sesuatu yang dimiliki orang lain bukan karena kita tidak punya tetapi ingin dianggap lebih, dan hal itu mengganggu hati kita.
Sakit hati kita karena ingin selalu lebih dari makhluk dalam urusan yang justru tidak subtantif, sesaat, dan tidak punya kebutuhan yang strategis.
Maka, Ramadhan menekan rasa itu dan memberikan rasa ketenangan hati untuk terus dipupuk dan dikuatkan dengan riyadhah puasa (asshiyaam) dan menghidupkan malamnya Ramadhan (qiyamul Lail).
Ketenangan hati itu adalah sasaran dan target Ramadhan. Maka, sangat dianjurkan melatih hati kita dengan dzikrullah dan memperbanyak shalawat atas baginda Nabi Muhammad SAW.
Ketenangan hati secara psikologis adalah tanda-tanda kematangan diri sehingga memunculkan kecakapan dan kebijakan bersikap.
Hati yang tidak tenang kerap membawa bahaya dan malapetaka, emosi yang menggebu-gebu dan meledak-ledak, dan mendorong melakukan hal-hal yang tidak subtantif dan strategis.
Latihan hati di bulan Ramadhan ini harus semakin diperbanyak. Memfokuskan diri pada hal positif, memulai, dan menutup tindakan dengan nilai positif sehingga hati kita terlatih dan lebih dewasa untuk menjemput kematangan diri (self maturity) yang menyatu dengan energi posisitifnya alam semesta.