Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zainal Abidin
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Memaknai Puasa sebagai Perjalanan Eksistensial

Kompas.com - 05/04/2022, 17:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Semakin tinggi intensitas pikiran kepada kepada hal-hal duniawi tersebut, semakin kuat gravitasi untuk menguasainya. Semakin kuat gravitasi duniawi seseorang semakin menjadikannya menjauh dari Allah. Dengan demikian, orientasi utama dari menegasikan hal-hal duniawi dalam rangka menemukan dan berdekatan dengan Allah (illa Allah).

Puasa eksistensial bukan berarti penolakan kepada dunia secara totalitas. Bagaimanapun, dunia merupakan lahan yang harus diolah dan diperhatikan, sebagaimana tersirat dalam misi penciptaan (khalifah fi al-ardh). Hidup di dunia merupakan faktisitas (takdir) yang harus dijalani.

Hanya saja, manusia tidak boleh kemudian terpenjara oleh hasrat keduniaan sehingga melupakan eksistensinya sebagai hamba Allah. Dengan demikian, puasa eksistensial lebih dalam rangka merevitalisasi kesadaran eksistensi manusia sebagai hamba Allah.

Hasil akhir (out come) dari puasa eksistensial tidak lain adalah perilaku manusia yang sarat dengan kebajikan (virtue), keadilan (fairness), cinta (love), persaudaraan (brotherhood), dan keseimbangan (balance).

Seseorang yang telah mencapai tingkat puasa eksistensial diharapkan lebih berperilaku baik kepada sesama, penuh toleransi, dan merawat keharmonisan. Perilaku-perlaku demikian sangat dibutuhkan saat ini, ketika dunia menghadapi multikrisis, seperti krisis kemanusiaan, ekologi, ekonomi, moralitas dan yang lain.

Pendek kata, puasa eksistensial setara dengan level tertinggi dalam perjalanan (al-asfar) manusia, sebagaimana ditulis oleh Mulla Sadra dalam al-Asfar al-Arba’ah fi Hikmah alMuta’aliyah. Perjalanan yang terakhir ini adalah perjalanan dalam dunia kemakhlukan, namun penuh dengan sinar ketuhanan.

Orang yang mencapai fase ini hidup wajar di tengah-tengah komunitasnya, menjadi bagian dari bangsanya, serta bergerak mengais rezeki dari alam dan lingkungannya dengan penuh kesadaran ketuhanan. Alhasil, pelaku puasa eksistensial akan membuatnya produktif sekaligus jauh dari nilai-nilai destruktif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Berkah Ramadan, Momen Mulia dan Kelebihan Istimewa yang Tak Tergantikan

Berkah Ramadan, Momen Mulia dan Kelebihan Istimewa yang Tak Tergantikan

Ramadhan
Ramadhan Momentum Mengenalkan 'Halal Lifestyle' bagi Anak

Ramadhan Momentum Mengenalkan "Halal Lifestyle" bagi Anak

Ramadhan
Puasa Ramadhan Perkuat Kesejahteraan Mental dan Emosional

Puasa Ramadhan Perkuat Kesejahteraan Mental dan Emosional

Ramadhan
'Ekspedisi Batin' Ramadhan untuk Pemurnian Jiwa

"Ekspedisi Batin" Ramadhan untuk Pemurnian Jiwa

Ramadhan
Cahaya Ramadhan, Merenungi Kehidupan dalam Bulan Suci

Cahaya Ramadhan, Merenungi Kehidupan dalam Bulan Suci

Ramadhan
Ramadhan Sepanjang Tahun

Ramadhan Sepanjang Tahun

Ramadhan
Mengembangkan Diri Melalui Ibadah Ramadhan

Mengembangkan Diri Melalui Ibadah Ramadhan

Ramadhan
Ramadhan Stimulus Kepekaan Sosial

Ramadhan Stimulus Kepekaan Sosial

Ramadhan
Merengkuh Kemenangan Sejati

Merengkuh Kemenangan Sejati

Ramadhan
Sidang Isbat Tetapkan 1 Syawal Jatuh pada 2 Mei

Sidang Isbat Tetapkan 1 Syawal Jatuh pada 2 Mei

Ramadhan
Keistimewaan Puasa Ramadhan

Keistimewaan Puasa Ramadhan

Ramadhan
Puasa Ramadhan, Ketakwaan, dan Pancasila

Puasa Ramadhan, Ketakwaan, dan Pancasila

Ramadhan
Mudik Berkemajuan

Mudik Berkemajuan

Ramadhan
Meraih Ketakwaan dengan Puasa

Meraih Ketakwaan dengan Puasa

Ramadhan
Lailatul Qadar Ada Pada Diri Kita

Lailatul Qadar Ada Pada Diri Kita

Ramadhan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
icon-calculator

Kalkulator Zakat

Rp.
Rp.
Rp.
Minimal Rp6.644.868 per bulan
ornament calculator
Komentar
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com