Allahu Akbar
Allahu Akbar
La ilaha illallahu
Allahu Akbar
Allahu Akbar wa lillahil hamd
TAK ADA makhluk ciptaan Tuhan, yang dihadirkan Kitab Suci dan aturan-aturan, kecuali manusia. Tak ada tema yang multidimensional dan patut dibahas dari sudut pandang apapun, selain manusia.
Kenapa, kata itu pula yang muncul di benak para filsuf, manusia menjadi penyebab rentetan pertanyaan-ertanyaan berikutnya tentang Tuhan, kosmos, serta relasi ketiganya.
Manusia menjadi pangkal seluruh tanya. Manusia menjadi pijakan kenapa Tuhan merindukan cermin keberadaan-Nya. Menjadi lokus cinta dan kerinduan (Kanzan Mahfi).
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Egalitarianisme
Manusia, menjadi satu-satunya makhluk yang Tuhan ajarkan pengetahuan, "Wa allama adamal asma'a kullaha" (QS:1:31). Seluruh esensi kebaikan, cinta dan pengetahuan, terpendam dalam eksistensi kemanusiaan sebagai ahsani taqwim (QS:95:4).
Idul fitri, moment celebration bagi manusia, merupakan hari kemenangan atas nafsu. Idul Fitri adalah awal refleksi dari proses panjang pensucian diri (tazkiyatunnafs), dalam durasi satu bulan penuh.
Menghantar pada kesadaran (reborn) kondisi murni (fitrah) awal penciptaan. Lalu muncul pertanyaan, benarkah yang berhak merayakannya hanya golongan Mukminin, Muslimin, Muttaqin, Mukhlasin, dan sederet istilah yang merujuk pada makna mereka yang memiliki kesadaran tauhid?
Benarkah bahwa merekalah golongan orang-orang yang mampu melepas segala atribut ego (minni, ilayya, li, bi,ma'i, 'alayya, fi) dan mengembalikannya menjadi serba dari-Nya, untuk-Nya, dengan-Nya, bersama-Nya, atas-Nya, dan di dalam-Nya?
Benarkah mereka adalah golongan orang-orang yang Allah hadirkan cahaya? Yang telah selesai melampaui lapisan-lapisan nafsu ammarah, lawwamah menuju maqam ridho dan kamilah?
Baca juga: Hikmah Ramadhan: Etika dan Kepedulian Sosial di Tengah Pandemi Covid-19
Mereka yang sadar, yang sudah selesai secara individual, menyadari momen kultural Idul Fitri, yang lahir dari nilai nilai universal agama, diharapkan bisa memperkokoh relasi kemanusiaan dan terbangun kesadaran kolektif, bahwa kebinekaan yang bertebaran di bumi Nusantara yang multietnis, multibudaya, multi agama, dan berbagai kepercayaan lokal lainnya.
Rukun berdampingan di Negeri Merah Putih