KOMPAS.com - Setiap makhluk yang bernyawa pasti akan mati. Allah SWT telah menetapkan ajal bagi tiap-tiap makhluk-NYa.
Kematian, yaitu datangnya ajal telah ditentukan waktunya sebagai suatu ketetapan dari Allah yang tidak bisa dimajukan maupun dimundurkan.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam surat Ali Imran ayat 145, yang jika diartikan berbunyi:
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.
Begitu pula disebutkan dalam Surat Al Mu'minun ayat 43, yang jika diartikan:
Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya dan tidak pula dapat memundurkannya.
Berbicara mengenai ajal, bagaimana hukumnya membayar puasa bagi orang yang meninggal dunia.
Bolehkah membayar puasa untuk orang yang sudah meninggal dunia?
Menjawab pertanyaan tersebut, Kompas.com menghubungi Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr H Abdurrahman Dahlan.
Boleh digantikan
Abdurrahman menyatakan, menggantikan utang puasa bagi seseorang yang telah meninggal dunia diperbolehkan.
"Boleh (gantikan puasa), Seorang anak atau kerabat dapat mengganti puasa yang belum dilaksanakan orang tua atau saudaranya yang telah meninggal dunia," kata Abdurrahman kepada Kompas.com, Kamis (7/5/2020).
Ketentuan tersebut didasarkan atas hadis dari Ibnu Abbas.
Hadis dari Ibnu Abbas menyebutkan, bahwa seseorang pria bertanya kepada Rasulullah SAW: "Wahai Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia, sedangkan kewajiban puasanya masih ada sebulan yang belum dilaksanakannya. Apakah saya dapat berpuasa untuk menggantikannya?"
Jawab Rasulullah: "Bagaimana pendapatmu seumpama ibumu berutang (uang), lalu engkau membayarnya? Adakah itu dapat melunasi utangnya?"
Wanita itu menjawab: "Ya."
Maka Rasulullah meneruskan lagi: "Puasalah untuk ibumu."
Rasulullah kemudian bersabda: "Utang kepada Allah lebih berhak atau lebih utama untuk dilunasi." (HR. Bukhari).
Sementara itu, dilansir dari laman resmi Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, mengganti puasa untuk orang yang meninggal dunia dapat dilakukan.
Hadis riwayat Jemaah dari 'Aisyah menyebutkan, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa meninggal dunia, padahal ia berutang puasa, maka walinyalah yang berpuasa untuknya."
Fidiah
Abdurrahman menjelaskan, orang yang tidak mampu berpuasa karena sudah tua dan sakit-sakitan, maka pengganti puasa dapat berupa fidiah.
"Jika yg meninggal tidak puasa karena sepuh atau sakit berkelanjutan, dapat diganti dengan fidiah," papar Abdurrahman.
Namun, bila sengaja melalaikannya maka harus dibayar dengan puasa pula.
Bahkan, jika pelunasannya lebih dari satu tahun baru dilunasi, maka ditambah dengan denda dalam bentuk fidiah.
Fidiah merupakan barang yang wajib diberikan kepada fakir miskin sebagai ganti suatu ibadah yang telah ditinggalkan, dalam hal ini puasa.
Dalam konteks ini, fidiah yang harus dibayarkan untuk mengganti puasa lansia adalah mengeluarkan makanan pokok sebesar satu mud (6-7 ons) untuk satu hari yang ditinggalkan dan dibayarkan ke fakir miskin.
Apabila dikonversi ke rupiah bisa mengikuti dua cara: disesuaikan dengan bahan makanan pokok atau harga makanan jadi, seperti dilansir dari zakat.or.id.
Terkait waktu pembayaran fidiah, ada perbedaan pendapat di antara para ulama.
Sebagian menyebut pembayaran bisa dilakukan per hari selama bulan Ramadhan.
Pendapat lain juga menyebut pembayaran fidiah dapat dikumpulkan dalam satu waktu di akhir Ramadhan. Namun, para ulama sepakat bahwa pembayaran fidiah sebelum memasuki bulan Ramadhan hukumnya tidak sah.
Hal itu sebagaimana dikatakan oleh Imam an-Nawani dalam al-Majmu': "Tidak sah hukumnya bagi lansia, wanita hamil, dan orang sakit yang tak mampu menjalani puasa, untuk mengeluarkan fidiah sebelum Ramadhan."
https://www.kompas.com/ramadhan/read/2020/05/08/052300072/bolehkah-menggantikan-puasa-untuk-orang-yang-sudah-meninggal-dunia-