Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Aglomerasi Perkotaan, Fenomena Niscaya

Kompas.com - 21/03/2024, 10:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dengan demikian, aglomerasi perkotaan berfungsi penting dalam pembangunan wilayah, regional maupun global.

Baca juga: Tol Cimanggis-Cibitung Dukung Pertumbuhan Aglomerasi Megapolitan Jakarta

Dalam bukunya Cities Evolution (1915), Patrick Geddes menjadi salah satu pemikir kota pertama yang memperkenalkan pendekatan komprehensif tentang regionalisasi, dengan mempelajari dinamika antar kota kota dan proses urbanisasi.

Urban sprawl, atau penyebaran tak terkendali, terjadi bersamaan dengan semakin terkonsentrasi nya kegiatan-kegiatan ekonomi dan industri.

Jadi, wilayah perkotaan semakin besar, kompleks dan kuat secara ekonomi.

Pada awal 1900, Geddes sudah memprediksi bahwa konurbasi atau klaster kota-kota akan terus semakin cepat, sebagai tren urbanisasi dunia.

Wilayah perkotaan terbesar di dunia seperti Greater New York, Jabotabekpunjur (Greater Jakarta), greater Tokyo, Shanghai, Mumbai, terbukti saat ini semakin menjadi mesin ekonomi dunia.

Akumulasi aset dan roda ekonomi, kekayaan, penurunan kualitas akibat polusi dan kekurangan air, banjir, kemiskinan dan sekaligus kemewahan, membuat wilayah-wilayah aglomerasi perkotaan ini pun semakin terkoneksi. 

Baca juga: Demi Kenyamanan, Tempat Duduk Bus Aglomerasi Menghadap ke Depan

Jabotabekpunjur adalah wilayah perkotaan 34 juta penduduk, yang terdiri dari tiga provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten.

Kemudian mencakup sembilan kota/kabupaten yakni Kota Bekasi, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Depok, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor dan Kabupatrn Cianjur. 

Wilayah aglomerasi perkotaan ini merupakan mesin ekonomi besar, dengan pengaruh politik skala regional dan global. 

Saat ini, Indonesia berada pada puncak urbanisasi, dengan kecepatan transformasi desa menjadi perkotaan sangat tinggi, dan ekspansif.

Pada tahun 2010 Kementerian PUPR sudah merilis bahwa dalam kurun 30 tahun ke depan, hampir 80 persen rakyat Indonesia akan tinggal di perkotaan.

Baca juga: Bus Aglomerasi Beroperasi, Sopir Diharapkan Tak Lagi Ugal-ugalan

Dalam proses transformasi tersebut akan tercipta 70 juta kelas menengah baru. Bayangkan, angka itu sama dengan menciptakan tiga negara Australia baru!

Hari-hari ini Baleg DPR bersama pemerintah sedang dalam pembahasan UU untuk mengelola kompleksitas salah satu aglomerasi perkotaan terbesar dunia ini.

Namun saya melihat naskah akademik dan diskusi di DPR masih terlalu bertumpu pada pemikiran primat nya atau unggul nya kota Jakarta semata.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com