Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andrean Rifaldo
Praktisi Perpajakan

Praktisi perpajakan. Tulisan yang disampaikan merupakan pendapat pribadi dan bukan merupakan cerminan instansi.

Memanfaatkan Diskon PPN Pembelian Rumah

Kompas.com - 12/03/2024, 10:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEPANJANG 2023, angka backlog perumahan masih menyentuh 12,71 juta. Kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan yang dibutuhkan tersebut setara 14 persen populasi rumah tangga nasional.

Angka ini memang tidak separah Hong Kong, yang 37 persen rumah tangganya tidak memiliki kemampuan finansial untuk membeli hunian karena tingginya harga properti residensial.

Namun, isu ini tetap harus menjadi perhatian serius. Hingga kini, 15,21 persen keluarga belum memiliki rumah sendiri.

Di kawasan metropolitan, angkanya jauh lebih tinggi akibat kepadatan penduduk yang memicu lonjakan harga dan menipisnya luas lahan hunian.

Salah satunya di Jakarta yang kepadatannya merupakan tertinggi nasional, mencapai 16.000 orang per kilometer persegi. Artinya, sekitar 62 orang tinggal dalam setiap meter persegi lahan di ibu kota nasional tersebut.

Harga properti pun meningkat akibat tingginya kebutuhan hunian dibanding jumlah yang tersedia.

Data Cushman & Wakefield, dikutip dari Litbang Kompas (7/8/2023), menghitung rata-rata harga tanah di Jakarta mencapai Rp15,67 juta per meter persegi. Harganya pun terus naik 2-3 persen setiap tahunnya.

Artinya, harga lahan untuk membangun rumah tipe terkecil 21 membutuhkan waktu 18 tahun menyisihkan 30 persen penghasilan sebesar Upah Minimum Regional, belum termasuk biaya bangunan. Akibatnya, 4 dari 10 rumah tangga tercatat masih tinggal di lahan milik orang lain.

Berbagai langkah telah ditempuh pemerintah. Kementerian PUPR, salah satunya, tahun ini menggulirkan anggaran Rp 13,72 triliun untuk membiayai program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk 166.000 unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Namun, program ini belum menjangkau rumah tangga yang meskipun tidak tergolong berpenghasilan rendah, daya belinya tetap tidak memadai untuk membeli hunian sendiri.

Terlebih lagi, jumlah 166.000 unit tersebut masih jauh di bawah target 1,5 juta rumah per tahun yang dibutuhkan untuk mencapai nol persen backlog pada 2045 (Kompas.com, 22/7/2023).

Pemerintah pun kembali mengambil solusi menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian rumah. Insentif PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 7/2024.

Kebijakan pembelian rumah diskon PPN seperti ini sebenarnya pernah dijalankan sepanjang 2021 dan 2022. Namun, kala itu tujuannya menjadi bagian stimulus ekonomi untuk sektor properti yang sangat terdampak pandemi.

Mulai November 2023, insentif ini digulirkan kembali. Tujuannya sedikit berbeda: kali ini untuk meningkatkan daya beli masyarakat agar backlog perumahan dapat teratasi.

Mulanya, insentif ditargetkan hanya berlaku untuk masa PPN hingga Desember 2023. Namun, peraturan menteri keuangan terbaru memutuskan insentifnya diperpanjang hingga Desember 2024.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com