Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Backlog Makin Tinggi, Kementerian Perumahan Perlu Dihadirkan Kembali

Kompas.com - 21/07/2023, 09:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Republik Indonesia (RI) yang terpilih pada 2024 didesak memberikan perhatian besar terhadap program penyediaan perumahan Nasional.

Kehadiran kembali kementerian khusus yang fokus menanggani perumahan pun menjadi suatu keniscayaan yang ditunggu pemangku kepentingan (stakeholders) perumahan.

Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Hari Ganie mengungkapkan, selama ini pengembang masih menghadapi banyak persoalan di lapangan.

Tidak hanya pengembang perumahan menengah bawah, tetapi juga pengembang properti komersial. Terlebih masalah perizinan yang sampai hari ini koordinasinya tidak berjalan dengan baik, meski pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) Nomor 11 Tahun 2020.

Baca juga: Generasi 27-40 Tahun, Pasar Paling Gemuk bagi Pengembang dan Perbankan

“Sejauh ini, kami masih melihat adanya koordinasi yang kurang baik terkait urusan di sektor properti terutama perumahan baik dari sisi perizinan, pembiayaan, perpajakan dan lain-lain. Oleh karena itu, memang dibutuhkan satu kelembagaan yang kuat dan fokus,” ujar Hari, Kamis (20/7/2023).

Menurut dia, beban kerja yang ditanggung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) selama ini sudah terlalu berat.

Pasalnya, hampir semua Program Strategis Nasional (PSN) yang berkaitan dengan pekerjaan fisik ditugaskan kepada kementerian tersebut.

Sementara urusan perumahan rakyat terabaikan. Padahal sesuai namanya, Kementerian PUPR seharusnya juga memberikan perhatian yang berimbang untuk sektor perumahan rakyat.

Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menambahkan kementerian fokus perumahan mutlak, karena sektor perumahan berbeda dengan infrastruktur.

Kedua hal tersebut tidak dapat disandingkan begitu saja, karena masalah perumahan tidak melulu urusan fisik semata.

Baca juga: Pengembang Apersi Sempat Setop Proyek saat Harga Rumah Subsidi Stagnan

“Beragam aturan pemerintah justru selama ini terbukti mempersulit sektor perumahan. Padahal, semua hal berawal dari rumah, tetapi belum terlihat adanya calon pemimpin bangsa yang mengusung isu-isu perumahan,” tegasnya.

Junaidi menambahkan, saat ini Indonesia masih menghadapi “hantu” backlog perumahan (kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan) yang angkanya diperkirakan 12,85 juta unit.

Tetapi nyatanya, pemerintah dalam satu dekade ini terkesan tidak fokus mengatasi persoalan backlog tersebut.

“Masalah justru timbul, dan seperti diciptakan. Aturan regulasinya sering berubah-ubah dan perizinan di tiap daerah berbeda-beda. Masyarakat yang ingin memiliki rumah, syaratnya juga dipersulit,” tegas Junaidi.

Sementara Ketua Umum Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas) Jaya Andre Bangsawan menyebutkan Kementerian PUPR terlihat lemah dalam menjalankan fungsi di sektor perumahan rakyat.

Selain itu, kementerian yang merupakan gabungan dari Kementerian PU dan Kementerian Perumahan Rakyat itu juga kurang serius dalam mengurusi backlog perumahan yang jumlahnya semakin melonjak.

Baca juga: Bareng 4 Pengembang Nasional, BTN Kelapa Gading Gelar Akad Massal KPR

“Kementerian PUPR terkesan kurang serius dalam menjalankan fungsinya di sektor perumahan. Badan dan lembaga yang dibentuk pun ternyata tidak bekerja secara maksimal. Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) misalnya, saat ini seolah mati suri, tidak ada action sebagaimana tujuan pembentukannya,” kata Andre.

Appernas Jaya mendukung penuh dibentuknya kembali kementerian khusus yang fokus mengurusi perumahan. Hal itu untuk membantu masyarakat untuk memiliki rumah layak huni dan mendorong penyediaan rumah oleh pengembang lewat regulasi yang efektif.

Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja menyatakan dukungan asosiasinya terhadap upaya penguatan kelembagaan perumahan.

Diakuinya, memang ada beberapa isu perumahan rakyat yang harus dituntaskan pemerintah. Di antaranya soal pertanahan dan perizinan.

“Selama ini banyak peraturan perizinan dan pertanahan yang dulu sebetulnya sudah kuat, tetapi sekarang justru menjadi lemah. Karena itu perlu diperkuat kembali,” cetus Endang.

Baca juga: BSDE Tercatat sebagai Pengembang dengan Kas Terbesar di Indonesia, Tembus Rp 10,76 Triliun

Endang menyoroti dampak dari UUCK yang menghilangkan jejak panjang lex specialis perizinan rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Hal tersebut menyebabkan urusan perizinan dan pertanahan pengembang rumah subsidi semakin sulit. Dalam hal pembiayaan, saat ini program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) dihapus untuk rumah bersubsidi tetapi justru dilanjutkan untuk rumah komersial (non-subsidi).

“Ini ibarat ada peluru, tetapi tidak ada sasarannya. Atau ada sasaran namun peluru tidak ada. Ya akhirnya jalan di tempat,” sebutnya.

Pengamat Properti Nasional Panangian Simanungkalit berpendapat harus ada lembaga kementerian yang fokus untuk menyelesaikan backlog nasional.

Sejak Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) dilebur ke Kementerian PUPR di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), dia melihat pemerintah tidak fokus mengurusi penyediaan rumah rakyat.

“Satu dekade ini di bawah PUPR tidak ada yang fokus. Pemerintah malah membuat peraturan-peraturan yang tidak pernah mereka ketahui sama sekali. Apa yang dikerjakan pemerintah di sektor perumahan rakyat itu kosong dan terlihat mereka bukan pelayan masyarakat. Ini kayak mental penjajah,” tegas Panangian.

Baca juga: Ini Insentif buat Pengembang yang Bangun Apartemen Milenial dan MBR

Dia mengaku dapat merasakan kekecewaan besar yang dirasakan asosiasi pengembang yang selama ini sudah bekerja membantu pemerintah dalam menyediakan perumahan untuk masyarakat.

Saat ini, ungkap Panangian, ada sekitar 13.000 perusahaan properti yang masing-masing mempekerjakan sekitar 30 hingga 1.000 orang pekerja.

“Tapi pengembang ini justru tidak diberi tempat yang layak oleh pemerintah. Mereka hanya diberikan seorang selevel dirjen (direktur jenderal) yang tidak powerfull untuk mengurusi perumahan dan properti. Ini langkah mundur dari yang sudah pernah dilakukan dan dicapai pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto dulu,” ungkap Panangian.

Optimalisasi Pembiayaan

Selain penguatan kelembagaan, Presiden RI terpilih nanti juga perlu memberikan perhatian serius terhadap penguatan pembiayaan perumahan.

Kehadiran Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 4 tahun 2016, adalah contohnya. Badan ini bertujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang di sektor perumahan.

Baca juga: Tingkatkan Kualitas SDM Pengembang, REI Sumsel Gelar Sertifikasi Kompetensi

Kepala Divisi Riset Pengembangan Kebijakan dan Skema Pembiayaan BP Tapera Luwi Wahyu Adi menyebutkan sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP) yang ditunjuk dan ditetapkan Menteri Keuangan dalam pengelolaan Dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), BP Tapera sejak berdiri selalu melakukan koordinasi dengan kementerian terkait sesuai tugas dan fungsinya.

Dalam upaya pengurangan angka backlog perumahan, BP Tapera berada pada demand side untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan.

"Kebijakan pemerintah dalam melakukan penyesuaian harga rumah bersubsidi kami harapkan bisa kembali memacu sisi pasokan dengan mengembangkan rumah berkualitas sesuai aturan yang berlaku,” ujarnya.

Sementara itu, Subsidized Mortgage Division Head Bank Tabungan Negara (BTN) Teguh Wahyudi menjelaskan, Bank BTN merupakan bank perumahan dengan pangsa pasar KPR terbesar di Indonesia dan menjadi kontributor utama Program Satu Juta Rumah (PSR) terutama di segmen MBR.

Dalam lima tahun terakhir, Bank BTN telah menyalurkan KPR Subsidi lebih dari 1 juta unit dengan kapasitas penyaluran KPR Subsidi Bank BTN sekitar 230.000 unit.

Baca juga: Curhat Pengembang Rumah Subsidi Dekat IKN, Ramai Peminat tapi Dipersulit Aturan

“Saat ini diperlukan pendefinisian fokus dan pemenuhan lembaga dari masing-masing stakeholder agar ekosistem perumahan dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Butuh optimalisasi peran strategis stakeholder pada ekosistem perumahan nasional,” kata Teguh.

Terdapat beberapa peran stakeholders yang perlu diselaraskan. Di antaranya memprioritaskan anggaran pembiayaan perumahan kepada bank fokus perumahan dan penyaluran bantuan perumahan hanya dilakukan oleh bank penyalur, sehingga penyaluran akan jauh lebih efisien.

Selain itu, penting untuk mempercepat implementasi peran Bank Tanah untuk memastikan ketersediaan lahan untuk pembangunan hunian bersubsidi, menetapkan Standarisasi Imbal Jasa Penjaminan (IJP) untuk pengendalian risiko dan perolehan profit margin yang optimal, serta integrasi data pasokan dan permintaan rumah antara Kementerian PUPR dan Pemerintah Daerah.

“Juga perlu mempercepat implementasi BP3 untuk melakukan monitoring keterhunian dan offtaker. BP3 diharapkan dapat mengawasi keterhunian dari hunian subsidi yang telah disalurkan,” kata Teguh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com