Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Menyediakan Hunian yang Layak bagi Warga Lansia?

Kompas.com - 12/06/2023, 10:30 WIB
Masya Famely Ruhulessin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam beberapa tahun ke depan, jumlah penduduk berusia senja di negara-negara di Asia Tenggara kian bertambah.

Hal ini ternyata menjadi tantangan baru bagi pengembang properti dan pemerintah untuk menyediakan hunian yang sesuai dengan kebutuhan di usia lanjut.

Terdapat dua kelompok generasi yang sudah dan akan memasuki usia pensiun, yakni generasi baby boomers lahir pada tahun 1946-1964 dan generasi X yakni mereka yang lahir pada tahun 1965-1980.

Dikutip dari laman Asia Real Estate Summit, sebanyak 33 persen populasi Thailand akan berusia 60 tahun ke atas pada tahun 2040.

Baca juga: Rusun Lansia Kini Hadir di Cibubur, Nih Sederet Fasilitasnya

Sementara di Malaysia, jumlahnya akan menjadi 15 persen pada tahun 2030. Sedangkan di Singapura saat ini, 18,4 persen penduduknya sudah berusia 65 tahun ke atas.

Lahir dari tahun 1946 hingga 1964, generasi boomer mendapat manfaat dari siklus pertumbuhan ekonomi yang makmur setelah Perang Dunia II.

Sementara Generasi X, yang lahir pada periode berikutnya hingga tahun 1980, justru mengalami peningkatan kekayaan tertinggi di antara semua kelompok usia selama pandemi.

Knight Frank melaporkan, High-net-worth individual (HNWI) di Asia Tenggara, yakni mereka yang memiliki kekayaan bersih lebih dari 1 juta dollar AS (Rp 14,9 miliar) dan diperkirakan akan meningkat hampir tiga kali lipat pada pertengahan dekade dari tahun 2016.

Dengan persediaan keuangan yang cukup, tentu generasi boomer dan generasi X menginginkan hunian yang nyaman untuk menghabiskan sisa hidupnya.

Efektifkah Membangun Komunitas Pensiunan di Asia Tenggara?

Dikutip dari laman VOA, di negara-negara barat, pemerintah menyediakan kawasan khusus yang bisa ditinggali oleh para pensiunan dan disebut komunitas pensiunan.

Di daerah Florida, Amerika Serikat, misalnya, tercatat sekitar 4,5 juta warga di atas 65 tahun kini tinggal di berbagai komunitas serta rumah jompo yang tersedia di sana.

Cuaca yang hangat dan fasilitas hiburan pendukung menjadi pertimbangan bagi para pensiunan di Amerika untuk menetap di komunitas tersebut.

Meskipun demikian, gagasan ini belum tentu bisa diterapkan di Asia Tenggara. Terutama bila adanya keterikatan keluarga yang erat antara lansia dengan anak-anak dan keluarga mereka.

Namun, bagi generasi X, yang banyak di antaranya memilih untuk tidak menikah, maka gagasan tinggal di rumah jompo adalah hal yang lebih menarik. 

Bagi banyak manula dan pensiunan Asia Tenggara, menghabiskan masa pensiun di lokasi tertentu merupakan alternatif yang lebih baik daripada tinggal di komunitas pensiunan.

Lokasi tertentu tersebut artinya mereka tinggal berbaur dengan masyarakat lokal dan melakukan aktivitas dengan orang laib dari berbagai tua. 

Agar masyarakat manula bisa menghabiskan masa hidupnya dengan lebih efektif, pemerintah perlu merasionalisasi upaya mereka di sekitar segmen paling rentan dari masyarakat yang menua.

Dalam kondisi terbaiknya, para manula masih bisa mandiri dan sigap sehingga cocok tinggal di komunitas yang aktif. Dalam keadaan yang paling buruk, mereka bisa memilih menetap sambil menjalani perawatan residensial.

Head of Real Estate Intelligence PropertyGuru, Nai Jia Lee, mengatakan, pemerintah harus menciptakan ekosistem keuangan untuk membantu para lansia agar mereka tidak terbebani oleh sektor kesehatan.

"Jika tidak, jika semua orang tidak memiliki dukungan sosial semacam itu, maka semuanya menjadi sangat mahal dan tidak terkendali,” ujarnya.

Belajar dari Singapura

Singapura bisa menjadi contoh yang baik bagi negara-negara lainnya di Asia Tenggara. Housing & Development Board (HDB) atau Badan Pengembangan Perumahan Singapura telah meluncurkan berbagai fasilitas perumahan khusus lansia. 

Ada flat yang dilengkapi dengan fitur pemantauan darurat dan aksesibilitas 24 jam, untuk pembeli berusia 65 tahun ke atas yang ingin tinggal sendiri.

HDB juga menawarkan flat flexi dua kamar dengan masa sewa selama 15 tahun, sesuai dengan harapan hidup para pencari properti yang berkurang.

Baca juga: Rumah Warga Lansia Dilarang Pakai 3 Material Lantai Ini

Pemerintah Singapura juga telah memulai subsidi seperti Silver Housing Bonus, yang dapat menambah pendapatan pensiun rumah tangga lanjut usia ketika hendak menyesuaikan ukuran flat mereka.

Pemilik rumah di yang sudah memasuki usia senja juga dapat mengakses ekuitas properti mereka melalui skema hipotek terbalik.

“Jika mereka menyediakan rumah bagi para lansia maka lokasinya harus berada dekat dengan tempat tinggal anak dan teman mereka serta memiliki akses mudah ke perawatan kesehatan dan fasilitas lainnya,” jelas Lee. 

Tidak semua negara Asia Tenggara memiliki pandangan yang sama dengan Singapura dalam melindungi kelompok usia yang rentan.

Namun diharapkan, pemerintah di negara-negara lain dapat menseriusi masalah ini karena tentu saja dengan kenaikan berbagai komponen biaya kesehatan, maka uang pensiun terasa sangat terbatas. 

Saat ini, generasi boomer umumnya dapat bergantung pada dukungan finansial anak-anak mereka di kemudian hari.

Namun, banyak Gen X yang memutuskan untuk tetap melajang juga harus mendapatkan bantuan finansial dari pemerintah. 

“Jika jumlah masyarakat lajang akan lebih besar, maka itu akan menjadi masalah karena mereka tidak akan didukung oleh anak-anak mereka,” kata Lee. “Harus ada ekosistem pembiayaan untuk mendukung mereka.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com