Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M Ali Berawi
Guru Besar Universitas Indonesia

Deputi Transformasi Hijau dan Transformasi Digital Otorita IKN; Guru Besar Universitas Indonesia. 

Moda Transportasi Publik Tanpa Awak di IKN Nusantara

Kompas.com - 27/03/2023, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBAGAI salah satu kota besar yang pada 2022 menempati urutan ke-28 terpadat di dunia menurut World Population Review, Jakarta menghadapi permasalahan serupa dengan kota-kota besar dunia lainnya, yaitu bagaimana cara meningkatkan keamanan lalu lintas di jalanan serta upaya untuk menurunkan tingkat kecelakaan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sebelum pandemi terjadi, jumlah kecelakaan lalu lintas di Jakarta sebanyak 8.877 kasus.

Setelah pandemi berlangsung, jumlah kecelakaan lalu lintas mengalami penurunan sebesar 9,3 persen.

Hal ini membuktikan bahwa tingkat aktivitas perjalanan penduduk di Jakarta berbanding lurus atau berkorelasi secara positif dengan tingkat kecelakaan yang terjadi di jalanan.

Karena pada saat pandemi berlangsung, jumlah penduduk tidak berkurang, namun perjalanan dan pertemuan fisik penduduk secara signifikan dibatasi.

Sementara pada 2022, TomTom Traffic Index menempatkan Jakarta sebagai kota termacet di dunia pada peringkat ke-29 dari 389 kota-kota besar dunia.

Padahal pada 2021, Jakarta masih menempati posisi kota termacet di dunia pada peringkat ke-46. Saat itu, waktu rata-rata perjalanan untuk menempuh 10 km masih membutuhkan 19 menit 50 detik.

Sementara pada 2022 lalu, untuk menempuh jarak yang sama, memakan waktu 22 menit 40 detik, atau sekitar 2 menit 50 detik lebih lama dibandingkan 2021.

Hal ini menunjukkan bahwa hambatan perjalanan dalam kota Jakarta makin lama kian besar. Menurut World Bank pada 2019, telah menyebabkan kerugian atau pemborosan sebesar Rp 65 triliun per tahun dan tingkat kerugian tersebut makin meningkat.

Semua permasalahan tersebut tidak hanya mengakibatkan kerugian material, namun juga menyebabkan kerugian non-material, seperti meningkatnya serangan psikologis yang memicu ketidak seimbangan emosi dan turunnya produktivitas akibat keletihan dan gangguan kesehatan dari udara jalanan yang tercemar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com