Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebih Baik Mana, Bangun Jalan Tol atau Benahi Transportasi Publik?

Kompas.com - 12/01/2023, 20:00 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

"Saya di sini perantau, enggak berani kalau bawa motor ke Jakarta, jadi naik KRL biasanya. Selain itu juga KRL jauh lebih murah," ungkap salah satu pengguna KRL yang enggan disebutkan namanya saat ditemui Kompas.com di Stasiun Citayam pada Rabu (11/1/2023).

Dirinya mengaku, KRL memudahkan mobilitas masyarakat di Jabodetabek, tidak seperti di daerah asalnya di pinggiran Jawa Timur yang hanya mengandalkan kendaraan pribadi.

Hanya, menurutnya, banyak kejadian di KRL yang sangat butuh perhatian para pihak berwenang.

"Saya pernah dari Stasiun Jatinegara mau ke arah Manggarai, kereta berhenti di Matraman cukup lama. Kondisinya kereta sangat sesak karena jam kerja pagi. Lalu ada satu orang yang akhirnya keluar dari kereta sambil terlihat sesak nafas dan duduk di Stasiun Matraman," jelasnya.

Menurut narasumber tersebut, penambahan armada kereta mungkin harus segera dipertimbangkan oleh KAI mengingat jumlah penumpang yang kian bertambah semenjak pandemi mereda.

Berbeda halnya dengan Amalia yang lebih sering menggunakan MRT dan Transjakarta. Dari kasusnya, halte Transjakarta sudah cukup menjangkau wilayah Jakarta secara lebih luas.

Namun demikian, masih perlu penambahan halte agar lebih mudah dijangkau oleh masyarakat.

"Transjakarta bagus karena ada tempat khusus perempuan ya. Cuma kurangnya kadang pengguna jalan lain nyerobot jalur busway ini, jadi nambah macet. Selain itu mungkin perlu perluasan halte dan penambahan armada karena penggunanya juga cukup banyak," tutur perempuan berusia 24 tahun itu.

Baca juga: Soal Transportasi Publik, Bandung Masih Tertinggal Jauh

Di antara MRT dan Transjakarta, menurut Amalia, MRT lebih ramah pengguna karena memang rutenya yang pendek dan infrastrukturnya yang baru.

"Mungkin kalau MRT yang bikin antrean itu kalau mau tap out mesinnya sering error, apalagi saat rush hour," imbuh Amalia.

Jalan tol bukan solusi kemacetan

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio berpendapat bahwa pemerintah harus memprioritaskan angkutan umum dibandingkan dengan jalan tol.

Menurutnya, jalan tol bukan solusi kemacetan seperti yang selama ini dipromosikan, tetapi malah menambah kemacetan.

"Ini yang baru dibuka, Antasari, membuat area di sekitar koridor TB Simatupang-Antasari-Fatmawati dan selatan macet total sudah tiga hari ini. Bukti bahwa jalan tol bukan merupakan jalan keluar untuk mengatasi kemacetan," kata Agus saat diwawancari Kompas.com.

Ditambah lagi dengan tata ruang yang sudah sulit untuk diperbaiki dan akan menyebabkan banyak masalah pertanahan baru jika diubah.

Sehingga menurutnya, Pemerintah harus memperbaiki dan mengoneksikan angkutan umum dengan lebih baik.

"Koneksikan angkutan umum satu dengan lainnya. Koneksi yang bagus itu dari titik awal ke tujuan maksimum berganti tiga kali angkutan umum dan jalan kaki tidak lebih dari 500 meter. Daripada bangun jalan tol lagi, itu enggak bisa," Agus menambahkan.

Hal ini juga harus diiringi dengan kebijakan tarif parkir yang mahal, sehingga masyarakat enggan membawa kendaraan pribadi.

Baca juga: Mengapa Kondisi Jalan di Indonesia Tak Semulus UEA, Malaysia dan Singapura?

Sementara Perencana Transportasi yang juga menjabat sebagai Ketua MTI Jakarta Yusa Cahya Permana mengatakan, masalah kenapa investasi jalan tol itu lebih menarik dibandingkan investasi transportasi publik harus dijawab oleh Pemerintah.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com