Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan Infrastruktur Butuh "Safeguard Policy", Apa Itu?

Kompas.com - 07/12/2022, 11:09 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan proyek infrastruktur Indonesia membutuhkan safeguard policy atau kebijakan upaya perlindungan.

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Nadia Hadad mengatakan, safeguard policy dibutuhkan agar aspek lingkungan dan manusia di sekitar proyek infrastruktur tidak terlupakan.

"Memang harus disiapkan adanya safeguard policy sebelumnya. Kadang-kadang kita lupa akan safeguard policy ini," kata Nadia menjawab Kompas.com dalam Laporan dan Diskusi Climate Action Tracker (CAT) Indonesia Assessment 2022 pada Selasa (6/12/2022).

Kebijakan ini bertujuan untuk mempromosikan keberlanjutan hasil proyek dengan melindungi lingkungan dan orang-orang dari potensi dampak merugikan proyek.

Selain itu, pembangunan infrastruktur khususnya dalam skala besar yang biasanya berhubungan dengan tanah warga juga wajib menyertakan persetujuan tanpa paksaan dari masyarakat.

"Makanya harus selalu didorong ada proses persetujuan tanpa paksaan dari masyarakat yang tinggal di daerah tersebut, itu yang sering kali agak dilupakan," imbuh Nadia.

Baca juga: Basuki Luncurkan Siprabu dan Sipadu, Dukung Pembiayaan Infrastruktur

Sementara dari sisi peraturan pembangunan agar tidak berdampak buruk terhadap iklim, Perencana Ahli Madya, Direktorat Lingkungan Hidup, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Erik Armundito menjelaskan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pelaksana proyek.

Pertama untuk bangunan gedung, tak sedikit gedung di Indonesia yang sudah menerapkan green building dengan material, desain, keluaran energi hingga pengelolaan sampah yang lebih memerhatikan lingkungan dan iklim.

Kedua, Erik mencontohkan infrastruktur jalan seperti jalan tol yang didesain untuk mengurai kemacetan agar mengurangi penggunaan bahan bakar yang bisa berimbas kepada emisi gas rumah kaca.

"Kemacetan akan terkait langsung dengan penggunaan bahan bakar yang lebih banyak dan akan menghasilkan emisi gas rumah kaca yang lebih besar lagi," jelasnya.

Selain itu, pemerintah juga sedang mengembangkan pendanaan untuk proyek infrastruktur lewat Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang juga mendukung pembangunan ramah lingkungan.

Baca juga: Agar Kasus Suparwi Tak Berulang, Wajib Diketahui Proses Ganti Rugi Tanah untuk Infrastruktur

"Tentu ini mulai dari proses konstruksi, kontraktor yang terlibat akan menerapkan berbagai upaya untuk ramah lingkungan atau ramah iklim," tambah Erik.

Sedangkan menurut riset Institute for Essential Services Reform (IESR), Indonesia masih dinilai ragu dalam menetapkan target penurunan emisi dan masih bermain di zona aman.

Indonesia telah menyampaikan dokumen Enhanced Nationally Determined Contributions (NDCs) dengan meningkatkan target penurunan emisi gas rumah kaca hanya sekitar 2 persen.

Riset tersebut menemukan bahwa kenaikan tipis target NDC Indonesia tersebut masih tidak mencukupi untuk mencegah kenaikan suhu global 1,5 derajat celcius.

Di Enhanced NDC, target penurunan emisi dengan upaya sendiri atau unconditional meningkat dari 29 persen di dokumen Updated NDC menjadi 31,89 persen pada 2030, dan dengan bantuan internasional atau conditional naik dari 41 persen menjadi 43,2 persen.

IESR dan CAT memandang seharusnya Indonesia dapat menetapkan target lebih ambisius lagi, terutama setelah dirilisnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyedian Tenaga Listrik.

Agar mencapai penurunan emisi yang signifikan, Indonesia perlu melakukan mitigasi lebih ambisius di sektor penghasil emisi dominan yakni energi, dan hutan dan lahan.

Terlebih Indonesia mempunyai potensi energi terbarukan melimpah, bahkan hingga lebih dari 7 TW, Indonesia dapat memanfaatkannya menjadi sumber energi minim emisi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com