Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Balada Mujianto, "Robin Hood" dari Medan yang Kini Jadi Pesakitan

Kompas.com - 10/10/2022, 19:30 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Karena telah terjadi jual beli, maka SHGB Nomor 1422 dipecah menjadi SHGB Nomor 402 atasnama PT ACR seluas 16.306 meter persegi, yang kemudian dipecah persil menjadi 151 SHGB atasnama PT ACR yang dijadikan agunan Kredit Rekening Koran atasnama terdakwa.

Canakya tidak mampu melunasi kredit di Bank Sumut, terdakwa memperpanjang kredit setahun lagi dengan Perjanjian Kredit Rekening Koran Nomor :011/KC024.APK/KRK/2013 tanggal 28 Maret 2013 yang jatuh tempo pada 3 Maret 2014 senilai Rp 23,9 miliar, sisa kewajiban dan tunggakan kredit sebelumnya.

Ternyata, Canakya kesulitan menyelesaikan pembangunan Takapuna Residance dan tidak mampu melunasi kredit di Bank Sumut.

Lewat Dayan Sutomo yang ketika itu menjabat ketua Komite UMKM di Kadin Sumut, bertemulah Canakya dengan Ferry Sonefille selaku Branch Manager BTN Kantor Cabang Medan.

Atas sepengetahuan terdakwa, pada 8 Juli 2013, Canakya selaku Direktur PT KAYA mengajukan surat permohonan kredit untuk pembangunan 151 unit rumah di Takapuna Residance tanpa melampirkan RAB pekerjaan dan menyebut besaran nilai kredit yang dibutuhkannya kepada BTN Kantor Cabang Medan.

Walau ada Standart Operasional Prosedur (SOP) terkait Kebijakan Analisis Kredit Komersial pada Surat Edaran Direksi PT BTN (Persero) Tbk. Nomor :18/DIR/CMO/2011 tanggal 24 Mei 2011 yang berlaku 1 Juni 2011, dan mengetahui bahwa status legalitas proyek perumahan Takapuna Residance beserta 115 SHGB yang akan dijadikan agunan bukan milik Canakya selaku pemohon kredit serta masih berstatus agunan kredit di Bank Sumut Cabang Tembung, BTN Kantor Cabang Medan tetap merekomendasikan pemberian fasilitas KMK Konstruksi Yasa Griya sebesar Rp 49 miliar.

Kesimpulan dan rekomendasi pada Perangkat Analisa Kredit (PAK) Nomor : 072/PAK-KYG/Mdn.Ut/HCLU/VIII/2013 tanggal 21 Agustus 2013 yang dibuat Aditya Nugroho, disetujui R. Dewo Pratolo Adji selaku Kepala Unit Kredit Komersial (HCLU), Agus Fajariyanto selaku Deputy Branch Manager/ Wakil Pimpinan Cabang dan Ferry Sonefille selaku Branch Manager/Pimpinan Cabang serta melampirkan Memo Nomor: 916 /M/MDN.Ut/HCLU/VIII/2013 tanggal 27 Agustus 2013 yang ditandatangani Ferry Sonefille dan Agus Fajariyanto kepada Divisi CMLD BTN pusat sebagai pihak pemutus besaran plafond kredit yang akan diberikan.

Isnayanda mengatakan, para saksi tidak pernah melihat asli dokumen SHGB perumahan Takapuna Residance yang akan dijadikan objek agunan.

Mereka juga tidak pernah melihat Akta Jual Beli atau bukti pembayaran atau pelunasan jual beli antara terdakwa dengan Canakya atas objek yang akan dijadikan agunan kredit.

Namun, mereka mengetahui bahwa objek yang akan dijadikan agunan terikat sebagai agunan kredit rekening koran di Bank Sumut Cabang Tembung atasnama terdakwa.

"Mereka juga mengetahui proyek Takapuna Residence sebelumnya telah dibiayai melalui Kredit Rekening Koran dari Bank Sumut dan progress fisik pembangunannya sudah 70 persen," kata Isnayanda.

Setelah ada persetujuan kredit dari CMLD BTN pusat, Canakya meminta BTN Cabang Medan merubah plafond kredit dan SHGB yang akan diagunkan tidak dibaliknamakan terlebih dahulu sehingga Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPH) yang digunakan sebagai syarat baliknama tidak dibayar.

Canakya bersama Ferry Sonefille menandatangani Perjanjian Kredit Nomor 158 tanggal 27 Februari 2014 yaitu pemberian fasilitas KMK Konstruksi Kredit Yasa Griya dengan plafond kredit Rp 39,5 miliar dengan 93 SHGB sebagai agunan dan masih menjadi jaminan kredit atasnama terdakwa di Bank Sumut.

Saat penandatanganan perjanjian kredit, ke-93 SHGB agunan harusnya sudah dibaliknamakan sesuai ketentuan BTN di beberapa Memo dan Surat Persetujuan Pemberian Kredit (SP2K) KMK Konstruksi Nomor : 016/SP2K/MDN/ HCLU/I/2014 tanggal 4 Februari 2014, kemudian diaddendum dengan SP2K Nomor :023/SP2K/MDN/HCLU/II/2014 tanggal 24 Februari 2014.

Isnayanda bilang, sama sekali diabaikan Canakya dan BTN Kantor Cabang Medan. Setelah penandatanganan Perjanjian Kredit Nomor 158 tanggal 27 Februari 2014, besoknya, Canakya menandatangani dan mengajukan Surat Permohonan Pencairan Kredit Nomor: 109/SK/KAYA/II/2014 tanggal 25 Februari 2014 yang telah disiapkan Aditya Nugroho.

Kemudian dilampirkan bersama-sama dengan Berita Acara Serah Terima Dokumen tanggal 25 Februari 2014 dan Surat Keterangan atau cover note tanggal 27 Februari 2014 yang dibuat notaris Elviera.

Adanya lampiran Berita Acara Serah Terima Dokumen tanggal 25 Februari 2014 dan cover note tanggal 27 Februari 2014, seolah-olah ke-93 SHGB Asli agunan telah diserahkan Canakya kepada BTN.

Pada Memo Nomor : 224/M/MDN/HCLU/II/2014 tanggal 28 Februari 2014 juga dinyatakan ke-27 SHGB dari ke-93 SHGB agunan telah dibaliknamakan kepada PT KAYA. Padahal, 79 SHGB asli atas nama PT ACR masih menjadi agunan di Bank Sumut.

Jaksa menegaskan, belum ada satu pun yang dibaliknamakan kepada debitur. Setelah pencairan, Canakya mentransfer Rp 13 miliar ke terdakwa sehingga utang pembayaran jual beli tanahnya lunas.

"Pemberian KMK kepada PT KAYA tidak sesuai prosedur dan penggunaan kredit tidak sesuai peruntukan, menyebabkan negara rugi Rp 39,5 miliar," ujar jaksa.

Perbuatan terdakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 Jo Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Tersangka BTN punya ilmu kebal

Dugaan korupsi di BTN Cabang Medan senilai Rp 39,5 miliar telah menetapkan tujuh tersangka, tiga di antaranya kini menjadi pesakitan di Pengadilan Tipikor pada PN Medan.

Perkara empat tersangka lain yang semuanya dari pihak BTN, belum dilimpahkan ke pengadilan dengan alasan berkasnya masih perlu dilengkapi. masih melengkapi berkas. Mereka adalah Ferry Sonefille, Agus Fajariyanto, R Dewo Pratoloadji dan Aditya Nugroho.

"Berkas keempat tersangka berjalan ke tahap penelitian. Sudah diserahkan dari tim penyidikan ke penuntutan untuk dilakukan penelitian," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Yos Arnold Tarigan saat dikonfirmasi, Kamis (22/9/2022).

Ditanya kenapa begitu lama proses penelitian berkas sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 18 November 2021, Yos bilang, hal ini bagian dari teknik jaksa untuk memaksimalkan pembuktian.

"Prinsipnya semua harus matang, artinya komperhensif dan se-efesien mungkin," katanya lagi.

Pengamat hukum Ridho Pandiangan meminta penyidik segera merampungkan berkas keempat tersangka dan segera dilimpahkan ke pengadilan demi kepastian hukum. Jangan dilama-lamakan sehingga menimbulkan kecurigaan di masyarakat.

"Setahu saya, keempat orang ini duluan yang ditetapkan sebagai tersangka, tapi malah mereka yang paling lama berkasnya rampung," kata Ridho yang juga Wakil Ketua DPC Peradi Medan itu.

Menurutnya, mekanisme pemeriksaan berkas perkara dan penelitian ada jangka waktunya diatur KUHAP yakni Pasal 110 KUHAP.

Kalau tenggang waktu yang diatur sudah habis, segera dilakukan serah terima tersangka dan barang bukti ke pengadilan. Penanganan perkara semua tersangka harus adil dan jangan ada kesan kebal hukum.

"Seharusnya keempat tersangka ini yang duluan disidangkan karena mereka yang berhubungan langsung dengan debitur yakni direktur PT KAYA. Persamaan hak di mata hukum harus dilakukan. Jangan ada kesan, seolah-olah keempat tersangka ini punya ilmu kebal karena berkasnya tak kunjung rampung," imbuh Ridho.

Keempat tersangka yaitu mantan pimpinan cabang BTN Cabang Medan Ferry Soneville, mantan wakil pimpinan Agus Fajariyanto, Pejabat Kredit Komersial R Dewo Pratolo Adji dan staf analis kredit BTN Cabang Medan Aditya Nugroho.

Saat memberikan keterangan, kepada majelis hakim keempatnya mengaku tidak pernah mendapat sanksi apapun dari BTN. Ferry Sonefille dan Agus Fajariyanto sudah menikmati masa pensiunnya dengan tenang.

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk melalui Sekretaris Perusahaan Ari Kurniaman dalam keterangan tertulisnya membenarkan PT KAYA mendapat fasilitas KMK senilai Rp 39,5 miliar.

Kredit diberikan pada 27 Februari 2014 untuk pembangunan proyek perumahan Takapuna Residence di Sunggal, Kabupaten Deliserdang, dengan jaminan pokok 93 sertifikat dan bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut.

Ari menjelaskan, fasilitas KMK digunakan untuk pembangunan rumah di proyek tersebut dan secara proporsional hasil penjualannya telah digunakan untuk membayar kewajiban ke BTN.

Sejumlah unit rumah telah dibangun dan sisa pokok fasilitas pinjaman PT KAYA sudah berkurang lebih dari 50 persen.

"Sisa kredit yang macet sebesar Rp 14,7 miliar karena sudah ada pembayaran pokok sekitar Rp 24 miliar," katanya.

Kredit menjadi bermasalah karena ada penggelapan 35 sertifikat saat proses baliknama dan pengikatan hak tanggungan. Hal ini membuat kolektibilitas kredit PT KAYA menjadi macet sejak 29 Januari 2019.

"Dalam kasus ini, BTN adalah pihak yang dirugikan. Oleh sebab itu, kami melaporkan penggelapan ke kepolisian.
Selain itu, sudah berupaya menyelesaikan permasalahan barang jaminan bank, termasuk menggugat para pihak yang tidak bertanggung jawab," sebut Ari.

 

Catatan redaksi:

Artikel ini merupakan liputan mendalam yang dilakukan secara bersama oleh Tim KJI Sumut, dengan Kompas.com sebagai salah satunya anggotanya, serta sejumlah organisasi masyarat sipil yaitu SAHdAR, LBH Medan, dan mahasiswa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com