Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Dugaan Korupsi BTN Medan, Pinjaman Rp 39,5 Miliar Digunakan untuk Bayar Utang

Kompas.com - 13/07/2022, 21:01 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Direktur PT Krisna Agung Yudha Abadi (KAYA) Canakya Suman mengungkapkan, uang Kredit Modal Kerja Konstruksi Yasa Griya (KMK-KYG) sebesar Rp 39,5 miliar yang diterimanya dari Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan digunakan untuk melunasi sebagian hutangnya kepada Direktur PT Agung Cemara Realty (ACR) Mujianto di Bank Sumut.

Keterangan ini terungkap saat sidang lanjutan dugaan korupsi BTN Medan dengan terdakwa Elviera di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Selain Canakya, saksi lain yang dihadirkan adalah mantan pimpinan Cabang BTN Medan Ferry Sonefille dan Dayan Sutomo. Majelis hakim yang menyidangkan perkara dipimpin Immanuel Tarigan dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Isnayanda.

Canakya mengaku, pengajuan KMK-KYG menggunakan agunan 93 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik PT ACR.

Baca juga: Dugaan Korupsi Rp 39,5 Miliar di BTN Medan, Pengusaha Properti Terlibat

Direktur PT ACR Mujianto yang menjadi salah satu tersangka dalam dugaan korupsi ini, pada persidangan awal dituding masih mengagunkan ke-93 SHGB ke Bank Sumut Cabang Tembung yang telah jatuh tempo.

Canakya bilang, awal perkara bermula dari perkenalannya dengan analis kredit BTN Medan Aditya Nugroho oleh Dayan Sutomo.

Selanjutnya, dia mengajukan permohonan kredit atasnama PT KAYA dengan agunan milik PT ACR. Di perusahaan yang bergerak di bidang properti ini, Canakya menjabat direktur.

"Sebagian dana yang diterima PT KAYA dari BTN untuk melunasi kredit PT ACR di Bank Sumut. Saya bayar Rp 13,4 miliar...” katanya, Senin (11/7/2022).

Jaksa Isnayanda mencecar Ferry dengan proses legal meeting yang digelar pada 27 Februari 2014. Ferry yang telah berstatus tersangka mengaku, saat legal meeting, Akta Jual Beli (AJB) antara PT KAYA dan PT ACR atas 93 SHGB yang diajukan untuk pencairan kredit senilai Rp 39,5 miliar belum ada, hanya Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) yang ada.

Penasihat hukum terdakwa Tommy Sinulingga menyinggung alasan Ferry menyetujui permohonan kredit pada 4 Februari 2014.

Padahal, di Oktober 2013, BTN pusat menerbitkan memo yang mewajibkan kelengkapan permohonan kredit atasnama pemohon terkait agunan yang diagunkan.

"Apakah Anda tahu soal itu? Mengapa Anda tandatangani pada 4 Februari, sedangkan 24 dan 27 Februari 2014 masih legal meeting," tanya Tommy.

Ferry membenarkan dirinya menandatangani persetujuan kredit. Menurutnya, tindakannya benar karena permohonan dianggap sudah memenuhi syarat.

Keterangan Dayan Sutomo lain lagi, dia mengaku menerima satu SHGB dari Canakya sebagai succes fee karena dianggap membantu pengajuan kredit. Dayan juga memberi uang sebanyak Rp 100 juta kepada Ferry sebagai hadiah. Namun keterangan ini dibantah Canakya saat dikonfrontir majelis hakim.

"Tidak benar, satu sertifikat itu, kami proses jual beli, bukan saya berikan. Pemberian uang Rp 100 juta juga tidak benar. Dia ada hutang Rp 100 juta, itu mungkin inisiatif Dayan sendiri," jawab Canakya.

Banyak kejanggalan

Tommy dalam keterangan tertulisnya menyebut ada kejanggalan dalam kasus klien-nya. Katanya, terdakwa baru ditunjuk sebagai notaris di ujung proses pencairan kredit sebab BTN Kantor Cabang Medan dan PT KAYA sudah punya perjanjian sendiri.

"Keberadaan notaris di akhir perjanjian karena sudah ada persetujuan para pihak antara BTN dan developer. Bank mestinya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memilih debitur. Notaris hanya berperan membuat persetujuan antar-pihak. Bagaimana ceritanya klien kami didakwa korupsi padahal SOP mereka yang salah," ucapnya, Selasa (12/7/2022).

Koordinator Tim Investigasi Pemuda Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Kota Medan Andrian Siagian juga merasakan kejanggalan.

“Penanganan kasus ini aneh, kenapa malah notaris yang disidang? Para tersangka dari BTN dan pengusaha yang terlibat belum diseret ke pengadilan, ada apa?” tanya Andrian.

Pada persidangan perdana, JPU dari Kejaksaan Tinggi Sumut mendakwa Elviera selaku notaris dalam Akta Perjanjian Kredit Nomor 158 tertanggal 27 Februari 2014 antara PT BTN Kantor Cabang Medan selaku kreditur dan PT KAYA selaku debitur.

Di dalam Akta tercantum 93 agunan berupa SHGB atasnama PT ACR.

Belakangan diketahui bahwa sebagian besar agunan masih terikat tanggungan pada PT Bank Sumut Cabang Tembung. Jumlah agunan yang belum lunas sebanyak 79 SHGB.

Namun, BTN Kantor Cabang Medan bisa mencairkan KMK-KYG untuk PT KAYA. Saat pencairan kredit bermasalah ini, kepala BTN Kantor Cabang Medan dijabat Ferry Sonefille dan Wakil Kepala BTN Kantor Cabang Medan Agus Fajariyanto.

Masih pada waktu yang sama, pejabat kredit BTN Kantor Cabang Medan diemban R Dewo Pratoloadji dan analis kreditnya Aditya Nugroho. Di pihak lain, Direktur PT KAYA dijabat Canakya Suman dan Mujianto sebagai direktur PT ACR.

"Ke mana mereka semua? Kenapa belum diseret ke pengadilan?" tanya Andrian lagi.

Lima tersangka belum disidang

Kejaksaan Tinggi Sumut telah menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengajuan kredit senilai Rp 39,5 miliar di BTN Kantor Cabang Medan.

Dari keenam tersangka, satu di antaranya adalah notaris Elviera yang saat ini menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor pada PN Medan.

Tersangka lain belum diproses persidangan adalah Ferry Sonefille, Agus Fajariyanto, R Dewo Pratoloadji, Aditya Nugroho dan Canakya Suman yang sudah ditahan.

Perusahaan yang dipimpin Canakya bergerak di bidang properti, dia mengajukan pinjaman ke BTN senilai Rp 39,5 miliar untuk proyek Takapuna Residence sebanyak 151 unit di dalam kompleks Graha Metropolitan, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang, Sumut.

Belakangan, kredit macet, dampaknya merugikan keuangan negara. Kemudian, ada temuan bahwa pemberian kredit tidak sesuai prosedur.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Yos Arnold Tarigan yang dikonfirmasi wartawan menyebut, jumlah tersangka kemungkinan akan bertambah.

Sampai saat ini, pengembangan dilakukan dan penyidik terus melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pihak yang terkait dalam kapasitas sebagai saksi dan tersangka.

Soal tudingan keterlibatan Direktur PT ACR Mujianto, Yos mengatakan, tim penyidik telah tiga kali memeriksa pengusaha tersebut.

Menjawab pertanyaan apakah Mujianto akan menjadi tersangka, Yos bilang, siapapun bisa jadi tersangka sepanjang memenuhi dua alat bukti.

“Begitu dinaikkan ke penyidikan dan ditemukan dua alat bukti, siapapun akan jadi tersangka. Kami minta masyarakat bersabar, tim penyidik sedang berusaha menuntaskan kasus ini,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com