Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Sri Mulyani, Bakal Makin Banyak Pasangan Muda Sulit Beli Rumah

Kompas.com - 07/07/2022, 14:00 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Situasi perekonomian dunia kini patut diwaspadai. Meningkatnya inflasi bisa berdampak terhadap sektor perumahan di Indonesia.

Sebab, inflasi tinggi akan berimplikasi pada naiknya suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR). Sehingga biaya untuk membeli rumah semakin mahal.

Hal itu dikemukakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam webinar bertajuk Securitization Summit 2022, pada Rabu (06/07/2022).

"Kalau kita membeli rumah 15 tahun nyicilnya dan yang di awal itu biasanya yang berat suku bunganya dulu, principal-nya itu dibuntut belakang. Biasanya karena price rumah tersebut dan interest rate yang sekarang harus kita waspadai cenderung naik dengan inflasi tinggi," terang Sri Mulyani.

"Maka masyarakat akan makin sulit untuk bisa membeli atau can't afford to buy a house. Ini akan menjadi salah satu hal implikasi dari situasi dunia ada pengaruhnya ke sektor perumahan," jelasnya.

Baca juga: Pemerintah Akui Ada Kesalahan Penerapan Program Perumahan

Kondisi itu tentu akan semakin memperparah jumlah backlog kepemilikan rumah di Indonesia. Data terakhir tahun 2021, backlog sudah mencapai 12,75 juta.

Menurut dia, situasi itu menunjukkan bahwa ada banyak masyarakat yang membutuhkan rumah. Apalagi demografi masyarakat saat ini didominasi usia relatif muda.

Apabila generasi muda ini kelak berumah tangga, tentu akan membutuhkan tempat tinggal.

Namun jika biaya untuk beli rumah semakin mahal, maka mereka juga tidak bisa menjangkaunya. Khususnya yang berpenghasilan pas-pasan maupun tidak tetap.

"Mereka butuh tapi cannot afford, purchasing power mereka dibandingkan harga rumahnya lebih tinggi, sehingga mereka akhirnya either tinggal di rumah mertua atau nyewa," kata Menkeu.

"Kalau mertuanya punya rumah, kalau mertuanya enggak punya rumah juga itu jadi masalah lebih lagi. Jadi menggulung per generasi," imbuhnya.

Sebetulnya pemerintah telah menyediakan beberapa program KPR subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Untuk menjembatani kesenjangan kemampuan finansial MBR untuk bisa membeli rumah.

Namun sayangnya postur APBN juga terbatas dan tidak bisa mengkaver seluruh backlog pemilikan rumah yang sebanyak 12,75 juta.

"Ada keinginan untuk mengejar kebutuhan yang begitu besar, 12 juta backlog sementara kemampuan kita untuk menggunakan APBN saja tidak akan bisa mengejar secara cepat," tukas Sri Mulyani.

Masyarakat Kesulitan Mendapatkan KPR

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Bambang Eka Jaya menambahkan, backlog rumah dari tahun ke tahun selalu bertambah. Saat ini hampir mencapai 13 juta.

"Akan terus bertambah. Karena suplai seperti deret hitung, dan kebutuhannya seperti deret ukur," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (07/07/2022).

Baca juga: Menkeu Ajak Stakeholder Perumahan Dukung Sekuritisasi KPR di Indonesia

Menurut dia, problem utama pengembang perumahan ialah pembeli-pembeli baru, termasuk golongan milenial.

Mereka kesulitan untuk membayar uang muka. Walaupun secara teori Bank Indonesia (BI) sudah menerapkan loan to value (LTV) 0 persen, sehingga bisa tanpa down payment (DP).

"Tapi kenyataannya tidak ada developer yang bisa dan mau memberikan DP 0 persen. Karena risiko akan besar dengan adanya buy back guaranty yang disyaratkan pihak perbankan. Khususnya yang kredit non subsidi," terang Bambang.

Pemenuhan rumah bagi masyarakat sudah tercantum dalam UUD RI. Menjadi salah satu kewajiban pemerintah untuk memenuhinya. 

"Tapi kenyataannya pemerintah belum bisa sepenuhnya menyediakan kebutuhan papan ke semua warganya. Khususnya yang tergolong MBR," imbuhnya.

Sehingga pemerintah perlu terus menyediakan KPR subsidi sesuai kebutuhan masyarakat.

REI pun prinpisnya siap membantu untuk menyediakan kebutuhan rumah asalkan didukung dengan ketersediaan KPR subsidi yang mencukupi

Merujuk data SiKumbang per 26 Juni 2022, REI telah membangun 75.276 unit rumah komersial di seluruh Indonesia.

Rinciannya, sebanyak 52.044 unit rumah belum terjual, sementara yang sudah terjual ada 23.232 unit.

Berdasarkan data di atas, Bambang menyampaikan bahwa masih banyak yang belum terserap pasar karena kesulitan mendapatkan KPR. 

"Baik data-data nasabah yang kurang maupun nasabah bergerak pada sektor informal. Umumnya kelompok ini (informal) yang sulit, walaupun potensinya besar," bebernya.

Program KPR subsidi pun dinilai sudah baik. Hanya saja masih perlu pengembangan atau peningkatan agar masyarakat bisa memanfaatkannya.

"Secara program sudah baik, hanya secara kuantitas mash belum mencukupi," ujarnya.

Selain itu, terkadang pihak perbankan juga terlalu berhati-hati. Sehingga banyak calon konsumen yang tidak mendapatkan KPR.

"Juga penilaian untuk calon konsumen yang bergerak pada sektor informal. Tentu perlu kriteria dan cara penilaian yang sesuai dengan jenis usahanya yang informal," pungkas Bambang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com