Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mata Garuda Banten
Perkumpulan Alumni Beasiswa LPDP di Provinsi Banten

Perkumpulan alumni dan awardee beasiswa LPDP di Provinsi Banten. Kolaborasi cerdas menuju Indonesia emas 2045.

Membangun Sinergi Multi-Pihak dalam Penyediaan Rusun bagi MBR

Kompas.com - 18/05/2022, 09:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Rusman*

PENYEDIAAN perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok, selain pemenuhan atas sandang dan pangan. Sebuah peradaban bisa terbangun dengan bermartabat apabila tiga kebutuhan pokok manusia itu telah dapat terselesaikan.

Konstitusi Indonesia, sebagaimana termaktub dalam Pasal 28H UUD 1945, menegaskan "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik”. Rumah sebagai tempat tinggal diposisikan sebagai bagian dari hak warga negara. Dengan kata lain, secara eksplisit negara dirancang untuk mengembangkan kewajiban dalam pemenuhan hak warga negara.

Dalam praktiknya, penyelenggaran pemerintahan negara bekerja dengan bertumpu pada dua pilar utama, yakni regulasi dan anggaran.

Baca juga: Mengintip Rusun MBR Ramah Lansia di Surakarta, Nilainya Rp 17 Miliar

Masalah perumahan di Indonesia, sangat erat kaitannya dengan laju urbanisasi dan proses aglomerasi ekonomi wilayah. Berdasarkan data yang dilansir Housing And Real Estate Information System (HREIS, 2022), hingga akhir tahun 2021 masih terdapat 16,82 persen rumah tangga di Indonesia yang belum memiliki rumah. Dari sisi kelayakan hunian, masih terdapat 39,10 persen rumah yang masuk kategori tidak layak huni, yang umumnya berada di wilayah pedesaan dan kawasan sub-urban perkotaan.

Pemerintah telah menetapkan program penyediaan rumah susun (rusun) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), sebagai salah satu infrastruktur pelayanan dasar bidang perumahan dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2019-2024. Ruang fiskal yang terbatas dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) menyebabkan tidak semua rusun yang ditargetkan dapat dibangun dengan menggunakan APBN melalui Kemenerian PUPR.

Peran pemerintah daerah dan partisipasi pihak swasta memiliki nilai strategis dalam mendukung penyediaan rusun di daerah, khususnya bagi MBR yang belum memiliki hunian.

Strategi ini penting dalam rangka pengentasan backlog perumahan secara nasional. Backlog perumahan merupakan kondisi kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan rakyat.

Penyediaan rusun di daerah memiliki tantangan yang kompleks. Kompleksitas tersebut dipengaruhi aspek laju urbanisasi, transmigrasi penduduk, dan aspek sosial budaya masyarakat yang terbiasa tinggal di rumah tapak (landed house). Namun, keniscayaan atas penyediaan hunian vertikal (rusun) di daerah metropolitan yang tengah mengalami proses aglomerasi, menjadi tuntutan perkembangan zaman yang membutuhkan respon kebijakan sejak dini.

Kerangka regulasi

Dari sisi regulasi, ruang kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menyediakan rusun sudah tersedia, khususnya bagi kelompok masyarakat kategori MBR. Dalam UU Nomor 23/2014 Tentang Pemerintah Daerah, salah satu urusan pemerintahan dalam penyediaan pelayanan dasar yang wajib diselenggarakan oleh daerah adalah bidang perumahan rakyat (Pasal 12 Ayat 1 huruf d).

Ketentuan itu merupakan penegasan atas amanat Pasal 39 ayat 1 UU Nomor 1/2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yang berbunyi, “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bertanggung-jawab dalam pembangunan rumah umum, rumah khusus dan rumah negara”.

Selanjutnya pada Pasal 54 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa, “(1) Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR. (2) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah”. Dalam konteks pembiayaan, Pasal 121 ayat 1 menyebutkan, “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah harus melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan”. Pemerintah dan pemerintah daerah juga diamanatkan untuk mendorong pendayagunaan lembaga keuangan dalam rangka pengembangan sistem pembiayaan tersebut.

Baca juga: Telan Rp 6,8 Miliar, Rusun Yayasan Bhakti Bapak Emak Berkapasitas 128 Orang

Bagi pihak swasta, komponen biaya dalam pembangunan rusun terutama dipengaruhi oleh faktor pembebasan lahan. Solusi atas kendala itu juga telah diberikan oleh UU Nomor 20/2011 Tentang Rumah Susun. Dalam Pasal 19 ayat 1 dijelaskan bahwa “Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah untuk pembangunan rumah susun, dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan”.

Bekaitan dengan lingkup kewenangan pemerintah daerah, Pasal 17 huruf I dan Pasal 18 huruf e menjelaskan bahwa “Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam melaksanakan pembinaan, mempunyai wewenang mengoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR”.

Dalam hal sumber dana, Pasal 92 menjelaskan, “Sumber dana untuk pemenuhan kebutuhan rumah susun berasal dari APBN, APBD dan sumber dana lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com