Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Jalan Direvisi, Pengusaha Minta Kenaikan Tarif Tol Tidak Harus Tunggu 2 Tahun

Kompas.com - 25/11/2021, 18:00 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku usaha meminta agar penyesuaian tarif di jalan tol tidak menunggu setiap dua tahun sebagai masukan revisi Undang-undang (UU) Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Krist Ade Sudiyono menuturkan, ini dilatarbelakangi karena kondisi sosial dan politik yang terjadi di lapangan.

"Contohnya adalah ketika akan ada Pemilu, kemungkinan penyesuaian tarifnya ditunda," ujar Krist dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI, Selasa (23/11/2021).

Dengan begitu, fenomena ini dapat mempengaruhi kelayakan investasi sebagaimana dituangkan dalam business plan (rencana usaha) Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) tersebut.

Oleh karena itu, ATI mengusulkan agar penyesuaian yang ditetapkan dalam UU tersebut berjangka waktu dua tahun tidak selalu menunggu pada waktu tersebut.

Jadi, penyesuaian bisa dilakukan pada waktu-waktu lainnya yang memungkinkan untuk mengakomodasi setiap situasi yang terjadi di lapangan.

Baca juga: ATI: Pengendara Salah Masuk Gerbang Tol Harus Didenda

Selain itu, ATI juga meminta larangan bagi kendaraan ODOL memasuki jalan tol dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) diizinkan dalam memasang alat penimbangan bagi kendaraan untuk mencegah mereka masuk area tersebut.

ATI juga memberikan masukan agar Pemerintah dapat memperpanjang waktu konsesi yang didapatkan BUJT menjadi lebih dari 50 tahun.

Ini merupakan upaya untuk memberikan kepastian investasi dalam bisnis jalan bebas hambatan berbayar bagi BUJT.

Kepastian kewenangan pengaturan bisnis jalan tol sebagai masukan atas revisi UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan juga diminta ATI.

Selama ini, kewenangan bisnis ini berada pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Kementerian PUPR mengatur terkait pengusahaan, penetapan tarif (awal dan penyesuaian), hingga berakhirnya masa konsesi.

"Mungkin, kami memerlukan kepastian apakah di bawah Kementerian PUPR seperti halnya saat ini ataukah ada lembaga lain," ujar Krist.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com