Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Organisasi IAI Dianggap Kuno, Begini Kata Para Kandidat Ketum

Kompas.com - 18/09/2021, 21:30 WIB
Muhdany Yusuf Laksono,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Organisasi Ikatan Arsirek Indonesia (IAI) tengah menjalani rangkaian pemilihan Ketua Umum (Ketum) baru periode 2021-2024.

Pada Sabtu (18/9/2021), berlangsung kegiatan bertajuk 'Visioning Tiga Kandidat Ketua Umum IAI 2021-2024" di Bandung dan terselenggara secara virtual.

Ketiga kandidat tersebut adalah Ahmad Saifudin Mutaqi, Gerogius Budi Yulianto, dan I Ketut Rana Wiarcha.

Dalam kesempatan itu, sejumlah pertanyaan diajukan. Salah satunya tentang perlunya pembaruan dalam peraturan berorganisasi di IAI yang dianggap kuno karena sudah lama dibuat.

Baca juga: Inilah Tiga Kandidat Ketua Umum IAI 2021-2024

Menanggapi hal itu, Ahmad Saifudin Mutaqi mengatakan, IAI sudah memiliki payung hukum perundang-undangan yang bagus. Di antaranya UU Arsitek, UU Bangunan Gedung, hingga UU Jasa Konstruksi.

"UU ini sudah mantap. Sudah turun di peraturan-peraturan organisasi. Tapi memang perlu sinkronisasi kebijakan," kata Ahmad.

Menurut dia, IAI juga sudah memiliki AD ART, kode etik, hingga buku pedoman yang mengatur hubungan kerja antara arsitek dengan pengguna jasa.

"Itu semua harus kita evaluasi, kita perbarui, dalam rangka menguatkan dan memberdayakan anggota," imbuh Ahmad.

Zaman yang serba teknologi harus disesuaikan dengan aturan-aturan di dalam organisasi. Oleh karena itu harus ditata kembali.

Baca juga: Rumah Ernest Direnovasi Tak Sesuai Ekspektasi, Begini Tanggapan IAI

Tapi bukan dari peraturan yang paling atas, melainkan pada tiga aturan pokok, AD ART, kode etik dan hubungan kerja antara arsitek dengan pengguna jasa.

Sementara itu, Georgius Budi Yulianto menyampaikan, perubahan merupakan hal yang pasti diperlukan seiring dengan perkembangan zaman.

"Mungkin salah satu hal yang bisa kita lakukan di IAI adalah membuat jurnal. Karena jurnal merupakan tempat arsitek bisa berpromosi dengan menampilkan karya dan mengkurasinya," terangnya.

Meski begitu, para arsitek Indonesia juga harus melihat etika profesi yang menjadi landasan sehari-hari. Terpenting tidak salah tafsir dan bisa mengkikuti perkembangan zaman.

Pria yang akrab disapa Boegar itu menyarankan perlu adanya Pokja khusus setiap 5 tahun, 10 tahun, atau bahkan 30 tahun. Gunanya untuk menerjemahkan kode etik agar sejalan dengan perkembangan zaman.

"Karena kita sekarang juga bingung antara menampilkan portofolio dengan mempromosikan produk. Itu beda tipis dan masalahnya perlu diselesaikan secepatnya," tutur Boegar.

Baca juga: IAI Usul Hasil Sayembara Ibu Kota Dipamerkan di Gedung Pola

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com