Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Taman Nasional Komodo Bisa Dicoret dari Situs Warisan Dunia UNESCO?

Kompas.com - Diperbarui 28/08/2021, 06:51 WIB
Masya Famely Ruhulessin,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Taman Nasional Komodo (TNK) yang berlokasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur telah ditetapkan UNESCO menjadi situs warisan dunia sejak tahun 1991.

Alasan UNESCO menetapkan TNK sebagai salah satu situs warisan dunia bukan tanpa sebab, melainkan kehadiran komodo (varanus komodoensis).

Hewan ini merupakan kadal raksasa endemik dan tidak dijumpai di tempat lain di dunia.

Komodo memiliki panjang tubuh mencapai 2 hingga 3 meter. Spesies ini merupakan kadal purba yang pernah hidup di seluruh Indonesia dan Australia.

Baca juga: UNESCO Minta Indonesia Hentikan Proyek Jurassic Park di Taman Nasional Komodo

Selain menjadi rumah bagi komodo, TNK juga menjadi habitat dari spesies endemik lainnya, seperti tikus endemik (rattus rintjanus) dan rusa Timor.

Belum lagi kekayaan laut yang memiliki terumbu karang nan indah dan dihuni oleh berbagai spesies, seperti penyu, paus, lumba-lumba, dan duyung.

Sejatinya, TNK terdiri dari tiga pulau besar, yakni Rinca, Komodo, dan Padar. Area ini merupakan kawasan prioritas konservasi global, yang memiliki luas 219.322 hektar.

Selain menjadi area konservasi, TNK juga telah dibuka oleh Pemerintah Indonesia menjadi area pariwisata. Banyak wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, yang datang berkunjung.

Jadi Jurassic Park

Melihat potensi wisata di TNK, Pemerintah Indonesia berencana membangun geopark atau kawasan wisata terpadu yang mengedepankan perlindungan dan penggunaan warisan geologi dengan cara yang berkelanjutan.

Pembangunan geopark yang populer disebut sebagai Jurassic Park ini merupakan bagian dari pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Super Prioritas Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pulau Rinca di Kabupaten Manggarai Barat dijadikan sebagai lokasi pengembangan geopark.

Baca juga: Jurassic Park, Penolakan Warga, dan Upaya Perlindungan Habitat Komodo

Pulau ini akan disulap menjadi destinasi wisata premium atau istilah yang digunakan pemerintah adalah Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP).

Melalui Ditjen Cipta Karya, Kementerian PUPR telah menganggarkan Rp 69,96 miliar untuk penataan kawasan ini.

Mulai dari pembangunan pusat informasi, sentra suvenir, kafe, dan toilet publik. Ada juga kantor pengelola kawasan, selfie spot, klinik, gudang, ruang terbuka publik, penginapan untuk peneliti, dan pemandu wisata (ranger).

Area trekking untuk pejalan kaki dan selter pengunjung didesain melayang atau elevated agar tidak mengganggu lalu lintas komodo.

Proyek pembangunan geopark ini tak berlangsung mulus. Sebaliknya, ditolak banyak kalangan.

Salah satu penolakan berasal Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata (Formapp) Manggarai Barat.

Ketua Formapp Manggarai Barat Aloysius Suhartim Karya menyatakan penolakannya kepada Kompas.com, Rabu (16/9/2020).

"Penolakan terhadap pembangunan ini sudah kami sampaikan berkali-kali, termasuk lewat unjuk rasa yang melibatkan lebih dari 1.000 anggota masyarakat di Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) dan Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo, Flores, pada tanggal 12 Februari 2020," tegas Aloysius.

Baca juga: Rencana Pemerintah Menyulap Pulau Rinca Jadi Jurassic Park Tuai Kecaman

Meskipun ada kecaman mulai dari warga lokal, pemerhati lingkungan, hingga warga Indonesia, pemerintah tetap ngotot melanjutkan proyek pembangunan. 

Ditegur UNESCO

Pembangunan geopark yang terus berlanjut di Pulau Rinca ini ternyata juga menarik perhatian Komite Warisan Dunia (WHC) UNESCO.

Pihak WHC UNESCO, melalui dokumen bernomor nomor WHC/21/44.COM/7B, meminta Pemerintah Indonesia menghentikan seluruh proyek pembangunan Jurassic Park di kawasan TNK.

Mereka menilai pembangunan dapat memengaruhi Outstanding Universal Value (OUV) properti sebelum peninjauan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang relevan oleh Uni Internasional Konservasi Alam (IUCN).

Sejak 30 Oktober 2020, Pemerintah Indonesia sudah mengirim Amdal kepada WHC terkait konstruksi infrastruktur pariwisata di Pulau Rinca.

Baca juga: Pusat dan Daerah Masih Beda Pendapat Soal Pengembangan Pulau Komodo

Namun, berdasarkan peninjauan dari IUCN, WHC meminta pemerintah untuk merevisi dan mengumpulkan ulang Amdal berdasarkan Panduan Operasional dan Catatan Masukan dari IUCN.

WHC juga telah menyatakan permintaan yang sama pada 12 Januari dan 12 Maret 2021. Saat penulisan dokumen ini, Pemerintah Indonesia belum mengumpulkan Amdal yang telah direvisi. 

WHC bahkan meminta Pemerintah mengumpulkan laporan terbaru tentang status konservasi di lokasi tersebut paling lambat pada 1 Februari 2022.

Menanggapi peringatan UNESCO ini, Direktur Eksekutif Daerah (ED) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi mengatakan, hal tersebut harus serius disikapi Pemerintah Indonesia. 

"Seharusnya Pemerintah menghormati peringatan dari UNESCO. Spesies komodo ini adalah warisan dunia, karena itu, komodo bukan hanya milik Pemerintah Indonesia aja," ujar Umbu dalam wawancara bersama Kompas.com, Rabu (18/8/2021). 

Selain itu, menurutnya, peringatan dari UNESCO juga menggambarkan bahwa Pemerintah Indonesia selama ini tidak becus mengurusi masalah TNK.

Ini dibuktikan dengan masih adanya pencurian komodo dalam dua tahun terakhir dan juga pencurian hewan yang ada dalam rantai makanan komodo, yakni rusa. 

"Hal-hal yang menyangkut konservasi ini yang seharusnya ditangani pemeritah. Namun, mereka malah membuka ruang yang besar untuk pariwisata. Sekerang terlihat bawa TNK tak lagi menjadi lahan konservasi, namun hanya bisnis semata," tegas Umbu. 

Umbu menambahkan, jika menyangkut pembuatan Amdal di Jurassic Park, sebenarnya sudah terlambat karena proses pembangunan di lapangan sudah hampir 90 persen.

Ia pun mengimbau Pemerintah untuk menghentikan semua pembangunan yang basisnya rakus lahan, rakus air, rakus energi di pulau-pulau kecil yang merupakan habitat asli dari komodo. 

Bisa kehilangan status situs warisan dunia

Status situs warisan dunia yang diberikan oleh UNESCO tidak selamanya melekat pada sebuah obyek atau situs.

Tentu saja, akan dilakukan evaluasi apakah obyek atau situs itu masih layak menyandang status tersebut.

Keputusan UNESCO untuk menyematkan status sebagai warisan dunia tentunya untuk melindungi obyek atau situs tersebut dari kerusakan, baik yang disebabkan oleh alam maupun manusia.

Baca juga: Selesai Dibangun, 656 Homestay di Labuan Bajo Siap Terima Turis

Pada 21 Juli lalu, UNESCO baru saja menghapus kota Liverpool, Inggris, dari daftar situs warisan dunia UNESCO.

Komite warisan dunia menilai, pembangunan masif di tepi laut Liverpool telah merusak peninggalan sejarah di dermaga Victoria.

Padahal, masuknya Liverpool dalam daftar warisan dunia lantaran dianggap sebagai salah satu pelabuhan terpenting di dunia selama abad ke-18 dan ke-19 dan karena keindahan arsitekturnya.

Sebelumnya beberapa tempat juga dihapus dari daftar warisan dunia UNESCO, seperti Suaka Oryx Arab, Oman; dan Lembah Dresden Elbe, Jerman.

Baca juga: Selain Labuan Bajo, Tiga Kawasan di Kupang Ikut Dipercantik

Suaka Oryx Arab Oman misalnya dicoret dari daftar warisan dunia karena terjadi perburuan liar serta degradasi habitat. Luas lahan suaka juga berkurang drastis karena terjadi pengeboran minyak.

Belajar dari Liverpool, Suaka Oryx Arab, dan Lembah Dresden Elbe, bukan tidak mungkin suatu saat nanti TNK akan dicoret dari daftar warisan dunia.

Pembangunan yang masif, terganggunya habitat asli komodo, hingga menghilangnya berbagai flora dan fauna endemik bisa membuat UNESCO mempertimbangkan pencabutan status Taman Nasional Komodo sebagai situs warisan budaya dunia.

Jika kehilangan status sebagai situs warisan dunia UNESCO, bukan tidak mungkin TNK akan rusak karena tidak ada perlindungan maksimal. Bahkan komodo pun terancam punah. 

Mendapatkan pemasukan besar dari sebuah daerah wisata memang penting dan dapat digunakan untuk menopang ekonomi sebuah negara. 

Namun, kehilangan mahkluk purba dan satu-satunya di dunia seperti komodo tidaklah sebanding dengan jumlah uang yang didapatkan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com