Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia 76 Tahun, Masih Jauh dari Merdeka Punya Rumah

Kompas.com - 17/08/2021, 06:00 WIB
Masya Famely Ruhulessin,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - HUT Kemerdekaan RI berlangsung Selasa (17/8/2021) ini. Namun, ternyata hingga usianya ke-76, belum semua rakyat Indonesia sudah merdeka dari kebutuhan akan rumah.

Padahal, rumah merupakan kebutuhan dasar yang seharusnya bisa dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemenuhan kebutuhan tempat tinggal ini telah dijamin dalam UUD 1945 Pasal 28 H ayat 1.

Dari data Susenas Statistik Kesejahteraan Rakyat 2019 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), baru 8 dari 10 rumah tangga di Indonesia yang menempati bangunan tempat tinggal milik sendiri.

Dari total jumlah itu, yang memiliki rumah dengan cara membangun sendiri adalah sebesar 79,67 persen.

Baca juga: Jelang HUT Ke-76 RI, Progam Sejuta Rumah Capai 515.107 Unit

Sedangkan yang membeli dari pengembang dan bukan dari pengembang hanya sekitar 11,20 persen. Yang lainnya memperoleh rumah dari hibah dan warisan.

Banyak alasan mengapa seseorang atau sebuah keluarga tidak memiliki rumah. Selain tinggal bersama anggota keluarga, alasan yang paling banyak adalah tidak punya dana.

Menurut data Susenas Maret 2019, persentase rumah tangga yang tidak berencana membeli/membangun rumah sendiri karena alasan tidak memiliki dana sebesar 36,94 persen.

Sementara 58,60 persen lainnya tidak berencana membeli/membangun rumah sendiri karena sudah memiliki rumah pribadi.

Jika tak memiliki dana yang cukup, tentu sebagian masyarakat terutama dari golongan berpenghasilan rendah (MBR) mengharapkan adanya subsidi dari pemerintah.

Baca juga: Target Meleset, Program Sejuta Rumah Baru Mencapai 856.758 Unit

Pemerintah sendiri telah mengalokasikan anggaran perumahan, yang pada tahun 2021 ini mencakup Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) dan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Besaran anggaran untuk FLPP senilai Rp 16,66 triliun untuk rumah sebanyak 157.500 unit, kemudian Rp 630 miliar untuk SBUM,  dan BP2BT senilai Rp 1,6 triliun untuk 39.996 unit, serta Tapera untuk 25.380 unit senilai Rp 2,8 triliun.

Tak hanya itu, Pemerintah juga memberikan kemudahan bagi MBR dan kelas menengah dengan memberikan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) untuk pembelian rumah tapak dan rumah susun siap huni.

Belum Capai Merdeka Rumah

Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit saat dihubungi Kompas.com, Senin (16/8/2021), mengatakan masyarakat Indonesia masih jauh dari konsep merdeka dalam hal perumahan.

Ilustrasi rumah yang mendapatkan bantuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).Dok. TIM KOMUNIKASI PUBLIK BP2P WILAYAH NUSA TENGGARA I / BAGIAN HUKUM DAN KOMUNIKASI PUBLIK DITJEN PERUMAHAN KEMENTERIAN PUPR Ilustrasi rumah yang mendapatkan bantuan Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
Menurutnya, Wakil Presiden pertama RI Muhammad Hatta pernah bercita-cita agar saat Indonesia berumur 50 tahun, seluruh masyarakatnya telah bebas dari masalah kekurangan rumah.

“Nah ternyata sampai sekarang sudah 76 tahun, keinginan bung Hatta ini belium tercapai. Ini bukti perumahan itu sudah tidak dikuasai oleh pemerintah,” cetus Panangian.

Kondisi ini jelas jauh berbeda dengan yang terjadi di China, Amerika Serikat, serta Singapura yang pemerintahnya memiliki perencanaan kuat soal perumahan.

Baca juga: Anda Sudah Cek Saldo Tapera? Begini Caranya

Banyak kendala yang dihadapi, dan pemerintah tak kuasa mengatasinya. Bahkan, sejak tahun 1986 ketika terjadi ekspansi perbankan di Indonesia, tanah sudah dikuasai swasta.

Tentunya ini atas izin dari negara yang memungkinkan pihak swasta menguasai lahan untuk dibangun properti di kota-kota besar.

Sejak itulah, sektor perumahan mulai dikuasai oleh wasta. Hingga sekarang, penyediaan perumahan di Indonesia bergantung pada swasta.

Padahal sebelumnya, perumahan masih dikuasai Pemerintah melalui Perum Perumnas.

Supply rumah tergantung swasta dan mereka tak mungkin kendalikan harga. Jika supply terbatas, harga akan naik. Kenaikan harga rumah terus berlangsung hingga hari ini. Pemerintah cuma bisa beri subsidi,” papar Panangian.

Namun nyatanya, jumlah subsidi yang diberikan pemerintah jauh dari harapan. Pada tahun 2021 ini, pemerintah hanya memberikan subsidi untuk 157.500 rumah.

Bagi Panangian, jumlah tersebut jauh dari cukup. Jika dikalkulasi berdasarkan jumlah penduduk Indonesia, maka ada kekurangan 15 juta unit rumah.

Baca juga: Masalah Rumah Subsidi, Izin Rumit hingga Seretnya Pencairan FLPP

Meksipun Presiden Jokowi menargetkan Program Satu Juta Rumah (PSR) sejak April 2015, namun dalam perjalanannya tidak pernah bisa dicapai.

"Padahal pejabat-pejabat terkait memberikan pernyataan bahwa program ini akan berhasil. Tapi bagi saya, itu mustahil jika lahan-lahan di perkotaan masih dikuasai swasta,” cetus Panangian.

Selain itu, permasalahan utama yang melatarbelakangi kegagalan pembangunan rumah subsidi ini menurut Panangian adalah karena tak ada lagi kontrol di pemerintah pusat.

Kebebasan yang diberikan kepada pemerintah daerah lewat otonomi justru memperparah keadaan. Dia menegaskan, seharusnya soal perumahan ini dikontrol secara terpusat.

“Prestasi pemerintah soal perumahan saya beri nilai 5, karena Presiden Jokowi tidak bisa memberikan arahan solusi agar kepemilikan rumah mudah diwujudkan," urai Panangian. 

Tak hanya itu, soal kelembagaan perumahan yang sudah tak lagi ditangani oleh Kementerian khusus perumahan pun lemah.

"Jadi kalau mau ubah regulasi sudah telat. Mungkin pemerintahan selanjutnya bisa memperbaiki,” cetusnya. 

Belajar dari Singapura

House Development Board (HDB) Singapura.KOMPAS.com/RIDWAN AJI PITOKO House Development Board (HDB) Singapura.
Untuk menciptakan Indonesia yang merdeka dari kebutuhan perumahan, Panangian menyarankan pemerintah sebaiknya banyak belajar dari keberhasilan negara tetangga, Singapura.

Negara ini telah sukses dengan program public housing yang ditangani oleh Housing and Development Board (HDB) atau Dewan Pengembangan Perumahan.

Di negara mini ini, sudah jarang terlihat kampung-kampung kumuh dan berganti dengan apartemen, yang merupakan flat HBD dengan beragam tipe dan ukuran.

Baca juga: Hunian HDB Singapura Berbeda dengan Program DP 0 Rupiah

HDB didirikan sejak tahun 1960. Dalam kurun waktu tiga tahun saja, lebih dari 31.000 unit flat telah dibangun.

Kini hampir 90 persen warga Singapura dari kelas bawah hingga menengah sudah memiliki rumah.

Tentunya, dengan terpenuhi kebutuhan dasar ini, kualitas hidup masyarakat lebih baik dan mereka bisa hidup tenang.

Dalam webinar “Middle-Class Housing in Cities”, yang diselenggarakan oleh ULI Asia Pacific and Jakarta Property Institute, Kamis (8/7/2021), Direktur Kebijakan dan Properti HDB Lily Chan Wong mengungkapkan suksesnya program perumahan di sebuah negara harus didukung oleh pemerintahnya.

“Harus ada intervensi pemerintah di dalam program pengadaan rumah bagi mereka yang ada di kelas menengah,” ujarnya.

Salah satu kunci kesuksesan HBD Singapura adalah intervensi pemerintah yang besar. Tak hanya regulasi, tapi juga kelembagaan yang kuat. 

Di Indonesia, masalah perumahan rakyat ini masih berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Memang tugas untuk menagani masalah ini sudah ditangani oleh pejabat setingkat Direktur Jendral (Dirjen) yang saat ini dipuncaki Khalawi Abdul Hamid.

Tapi tak dapat dimungkiri, kewenangan dirjen tidak sebesar menteri. 

Melihat kebutuhan hunian yang akan terus bertambah dari tahun ke tahun, pemerintah tentu harus lebih fokus menangani masalah ini. Misalnya dengan memperbaiki kebijakan, baik aturan dan anggaran. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com