JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun 2020, lebih dari 1 miliar orang di dunia tinggal di kota dengan target atau kebijakan energi terbarukan.
Angka ini merupakan seperempat dari populasi perkotaan global yang menerapkan langkah tersebut.
Bahkan, jumlah kota yang memberlakukan sebagian atau larangan total penggunaan bahan bakar fosil sebagai tindaklanjut dari penggunaan energi terbarukan melonjak lima kali lipat dibandingkan Tahun 2019.
Meski begitu, hal ini belum cukup untuk mencapai ambisi rendah karbon populasi global.
“Kita masih jauh dari apa yang dibutuhkan untuk mengekang perubahan iklim pada waktunya (nanti)," ucap Direktur Eksekutif REN21 Rana Adib dalam siaran pers, Kamis (18/3/2021).
Hal ini disebabkan masih banyak kota yang belum menemukan cara untuk mengambil tindakan ambisius atau kekurangan kekuatan dan sumber daya dalam menerapkan kebijakan itu.
Baca juga: 7 Kota Indonesia Jadi Finalis Smart City Tingkat Asia-Pasifik
Dalam Renewables in Cities Global Status Report, ada beberapa peran strategis kota untuk berperang melawan emisi dan polusi udara.
Pertama, mengakselerasi pemanfaatan energi terbarukan sekaligus menetapkan masa akhir penggunaan energi fosil di seluruh sektor.
Selama ini, kota memiliki peran krusial untuk melakukan transisi energi karena menyumbang sekitar tigaperempat konsumsi energi dan rumah bagi 55 persen lebih populasi global.
Menurut Adib, faktor penting untuk memastikan keberhasilan strategi iklim kota adalah dengan cepat mengganti bahan bakar fosil menjadi energi terbarukan di sektor pemanas dan pendingin, serta transportasi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.