Reruntuhan menimpa terowongan dan jalan raya, menghancurkan kendaraan dan menewaskan beberapa orang.
Menurut Survei Geologi Amerika Serikat, Taiwan dan perairan di sekitarnya tercatat mengalami 2.000 gempa dengan magnitudo setidaknya 4,0 sejak 1980.
Setidaknya 100 gempa berkekuatan magnitudo di atas 5,5 terjadi pada periode ini.
Baca juga: Jepang Cabut Peringatan Tsunami dari Gempa Taiwan M 7,4, Bandara Okinawa Beroperasi Lagi
Pada 21 September 1999, gempa sebesar 7,3 magnitudo menewaskan 2.415 orang, melukai lebih dari 10.000 lainnya, dan meruntuhkan lebih dari 100.000 rumah.
Pusat gempa berada di Taiwan tengah di sepanjang pantai barat dekat Nantou dan Taichung. Bencana alam itu mengeklaim jumlah korban jiwa paling besar di Taiwan sejak Perang Dunia II– banyak orang Taiwan masih terpatri pada memori naas itu.
Bisa dibilang Gempa 1999 adalah “alarm” bagi Taiwan. Gempa yang lazim disebut “Gempa 921” –karena terjadi pada 21 September– memicu otoritas setempat merevisi aturan pembangunan gedung supaya tahan guncangan sekaligus memperkuat undang-undang penanggulangan bencana.
Daniel Aldrich, profesor bidang ilmu politik dan kebijakan publik di Northeastern University, mengatakan Gempa 1999 membuat pemerintahan Taiwan mereformasi sistem tanggap darurat dan mitigasi bencana.
“Banyak pengamat mengkritik respons Taiwan pada gempa 21 September 1999 karena kala itu butuh waktu berjam-jam bagi tim SAR untuk datang dan anggota regu dinilai kurang latihan. Koordinasi juga buruk,” ujar Aldrich.
“Saya rasa kita tengah melihat hasil (perbaikan mitigasi Taiwan) melalui gempa terakhir ini,” tambahnya.
Setiap 21 September, seluruh penduduk Taiwan melakukan simulasi bencana dan mengirimkan pesan-pesan peringatan gempa atau tsunami ke ponsel-ponsel warga. Berbagai sekolah dan perkantoran di penjuru Taiwan juga melakukan latihan keselamatan.
Media publik dan telepon genggam juga secara rutin memberitahu pengguna tentang gempa dan tips keselamatan.
Wu Yi-min, seorang profesor di Universitas Nasional Taiwan, mengatakan dalam dua dekade terakhir masyarakat bisa memperoleh notifikasi gempa dalam waktu 15 detik setelah gempa terjadi.
Salah satu yang menjadi pujian pakar terhadap Taiwan adalah otoritas senantiasa terus memperbarui level ketahanan gempa bagi bangunan baru dan lama meski ini bisa meningkatkan biaya konstruksi.
Baca juga: Filipina Cabut Peringatan Tsunami dari Gempa M 7,4 Taiwan
Taiwan pun menawarkan subsidi bagi para warga yang mau mengecek ketahanan gempa gedung mereka.
Taiwan juga tidak jera menghukum mereka yang melanggar.
Menyusul gempa di Tainan di barat daya Taiwan tahun 2016 yang menewaskan sedikitnya 100 orang, Taiwan memenjarakan lima orang karena mengabaikan ketahanan gempa gedung apartemen 17 lantai.
Puluhan orang tewas di gedung itu, satu-satunya gedung tinggi yang runtuh.
Selang 20 tahun setelah Gempa 1999 terjadi, surat kabar Taiwan United Daily News, mengutip Pusat Seismologi Nasional Taiwan yang memperkirakan apabila gempa itu terjadi pada 2019, jumlah kematiannya bisa mencapai 3.564 orang dan rumah yang runtuh bisa mencapai 32.775 unit.
Donna Wu, wakil direktur cabang Hualien untuk The Mustard Seed Mission, sebuah yayasan amal Kristen, mengatakan penduduk setempat belajar betul dari gempa berkekuatan 6,4 magnitudo yang melanda Hualien pada 2018.
“Saat itu tugas-tugas tidak terkoordinasi dan semua orang melakukan hal yang sama,” ujar Donna seperti dikutip Reuters.
“Kali ini, setiap grup punya tugas berbeda,” jelasnya.
Kota-kota dan distrik di Taiwan juga dilengkapi dengan regu penyelamat yang siap siaga 24 jam –untuk bencana apapun.
Sebagai contoh, kurang dari sejam setelah gempa melanda pada Rabu, otoritas di Kaohsiung, kota di bagian selatan, mengirim tim ke Hualien.
Konteks lain yang bisa dilihat di sini adalah fakta bahwa Taiwan juga punya sistem darurat kalau-kalau China menyerang mereka.
Baca juga: Ancaman Tsunami dari Gempa M 7,4 Taiwan Sudah Berlalu
Sistem peringatan dini untuk gempa di Taiwan juga merupakan sistem yang akan dipakai Taiwan apabila ada serangan udara dari China.
Pakar kegempaan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano, menyebut Indonesia memiliki kemiripan dengan Taiwan dalam konteks kondisi tektonik.
Meski begitu, di Indonesia, dia mengatakan masih ada kasus ketika gempa yang kekuatannya tidak terlalu besar “masih mengakibatkan kerusakan yang signifikan”.
“Misalnya seperti (gempa) di Cianjur (pada 2022),” ujarnya.
Gempa berkekuatan magnitudo 5,6 di Cianjur pada November 2022 menewaskan setidaknya 300 orang, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Irwan menyebut mengapa Taiwan relatif lebih siap menghadapi gempa bumi adalah akibat beberapa rangkaian gempa di masa lalu.
Di sisi lain, dia menekankan bahwa Indonesia “jauh lebih besar” dari segi luas wilayah dibanding Taiwan.
Menurut Irwan, peta gempa Indonesia terakhir diperbarui tahun 2019 dan kini sedang dalam proses pembaruan dengan menambahkan sumber gempa.
“Untuk Taiwan, sumber gempa di daratan mereka jumlahnya kira-kira 38 sampai 40. Di Indonesia angkanya mungkin mendekati 400. Jadi skala area kita dan skala persoalan kita memang jauh lebih kompleks,” ujarnya.