Nama-nama tempat, baik atau buruk, terikat pada sejarah. Selama hampir empat abad, negara bagian Rhode Island di AS secara resmi dikenal sebagai "Negara Bagian Rhode Island dan Perkebunan Providence".
Pada 2020, penduduk memilih untuk mengubah nama menjadi Rhode Island saja. Nama lama tersebut, kata Senator negara bagian Harold Metts, "memiliki konotasi yang mengerikan jika mengingat sejarah tragis dan rasis bangsa kita."
Departemen Dalam Negeri AS baru-baru ini membentuk Satuan Tugas Penghinaan Nama Geografis. Mereka mengganti nama ratusan danau, sungai, dan puncak gunung yang mengandung kata-kata seperti "squaw", sebuah istilah yang menghina perempuan penduduk asli Amerika.
Di Selandia Baru, terdapat seruan untuk secara resmi mengubah nama negara menjadi Aotearoa, atau "awan putih panjang" dalam bahasa Maori.
Beberapa tempat tidak mengubah namanya secara drastis. Formasi batu pasir yang menakjubkan di Australia tengah sebelumnya dikenal sebagai Ayers Rock, tetapi kini secara resmi diberi nama Uluru/Ayers Rock untuk mencerminkan pentingnya spiritual bagi masyarakat Aborigin.
Terkadang suatu tempat mengubah namanya karena alasan yang lebih transaksional. Pada 1999, di puncak gelembung teknologi informasi, kota Halfway, Oregon, secara resmi berganti nama menjadi Half.com, diambil dari nama sebuah startup e-commerce. (Percobaan hanya berlangsung satu tahun).
Pada 2011, Kota Speed di Australia secara singkat mengubah namanya menjadi SpeedKills untuk meningkatkan kesadaran akan keselamatan jalan raya.
Nama-nama lama punya cara untuk menjadi bumerang. Setelah kebakaran menghancurkan sebagian besar Oslo pada 1624, Raja Christian IV mendesak agar kota yang baru dibangun kembali diberi nama Christiana (kemudian Kristiana) untuk menghormatinya.
Tak seorang pun, kecuali raja, yang menyukai nama baru tersebut, dan pada 1925, Oslo menjadi Oslo lagi.
Pada 1914, ketika awal Perang Dunia Pertama, kota St Petersburg di Rusia menjadi Petrograd. Kemudian, pada 1924, sempat berganti nama menjadi Leningrad untuk menghormati Vladimir Lenin, sebelum kembali ke nama aslinya pada 1991.
Namun, dalam hal ketangkasan nominatif, Kazakhstan mengalahkan semuanya. Ibu kota negara Asia Tengah ini telah berganti nama sebanyak lima kali dalam enam dekade terakhir.
Pada 1961, Akmolinsk, sebuah pos militer Rusia, menjadi Tselinograd, yang kemudian menjadi Akmola dan kemudian, pada 1998, Astana (secara harfiah: "Ibu Kota").
Satu dekade kemudian kota ini berganti nama menjadi Nur-Sultan, untuk menghormati mantan presiden, Nursultan Nazarbayev – tetapi pada 2019 kota ini dikembalikan ke Astana.
Pemeriksa ejaan saya hampir tidak bisa mengimbangi kecepatan perubahan nama yang memusingkan.
Saat menulis artikel ini, saya menyadari beberapa "referensi geopolitik sensitif", yang menyiratkan bahwa saya melakukan kecerobohan dan menggarisbawahi fakta bahwa kita hidup di masa yang secara geografis tidak menentu.
Peta dunia harus ditulis dengan pensil (sehingga bisa dihapus dan diubah), bukan pena.
Baca juga: Bangkok Ganti Nama Jadi Krung Thep Maha Nakhon, Ini Artinya
Versi bahasa Inggris dari artikel ini berjudul Why do countries change their name? dapat Anda baca di BBC Travel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.