Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Desertir Rusia di Luar Negeri, Tolak Perang di Ukraina

Kompas.com - 09/11/2023, 13:21 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Natalia Smolentceva/DW Indonesia

MUENCHEN, KOMPAS.com - Ketika keriuhan perayaan Festival Oktober sedang menggema di Kota Muenchen, Vasili mencari keheningan di sebuah taman di pinggiran kota.

Dia sudah berada di Jerman sejak hampir satu bulan. Di kampung halamannya di Rusia, dia terancam pidana 15 tahun penjara karena menolak berperang di Ukraina.

Vasili sedianya ditugaskan di batalyon artileri setelah menamatkan pendidikan di akademi militer. Sejak lama dia sudah merasa tidak betah karena kecewa terhadap laku para perwira tinggi. Ketika Rusia melancarkan invasi di Ukraina, dia mendapat perintah untuk ikut maju ke medan perang.

Baca juga: Kisah Para Istri Desertir Rusia, yang Ditinggal Lari dari Mobilisasi Parsial

"Mereka perintahkan saya untuk bersiap karena kami kehabisan serdadu di lapangan," katanya kepada DW. "Saya berlatar belakang Ukraina," jawabnya kepada sang atasan, "ayah saya adalah seorang Ukraina, saya tidak akan memerangi bangsa saya sendiri."

Meski berulangkali diancam, Vasili bersikeras untuk tidak berperang. "Tapi hingga kini, status kepegawaiannya belum dicoret," tuturnya.

Sejak Presiden Vladimir Putin mengumumkan mobilisasi parsial pada 21 September 2022, permohonan pengunduran diri dari militer menjadi kian sulit dikabulkan.

Hukuman bagi mereka yang melakukan desersi pun ditambah dari sepuluh menjadi 15 tahun penjara.

"Tidak ada jalan lain," kata dia, selain melarikan diri ke luar negeri.

Baca juga: Cerita Ibu Desertir Rusia, Ungkap Detik-detik Anaknya Kabur dari Mobilisasi Parsial

Pelarian ratusan desertir Rusia

Menurut organisasi HAM, "Go by the Forest," yang membantu warga Rusia menghindari wajib militer, sebanyak lebih dari 500 desertir lari ke luar negeri setelah pengumuman mobilisasi militer.

Jumlah tersebut hanya mencakup yang meminta bantuan kepada mereka. Angka sesungguhnya ditaksir jauh lebih tinggi.

Kebanyakan berusaha mencari perlindungan di Kazakhstan atau Armenia. Termasuk Viktor yang sudah sempat terlibat dalam perang di Ukraina.

"Mereka tidak bilang ke mana kami pergi," kisahnya mengenang masa awal invasi. "Pada saat itu, mustahil untuk menolak perang. Kalau kami lari ke depan, serdadu Ukraina akan menembak. Kalau lari ke belakang, kami ditangkap tentara sendiri," kisahnya.

"Saya melihat tawanan yang dieksekusi mati," lanjutnya. Ketika tentara Rusia melakukan pembantaian warga sipil di Bucha pada April 2022 silam, "saya banyak berpikir ulang," kata dia.

Pun Yevgeny memutuskan untuk menjadi desertir. "Bagi kami semuanya menyedihkan," kata mantan anggota pasukan elite itu. "Pada 30 Maret, hampir satu kompi tewas," kata dia lebih lanjut.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com