Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah Orang Jawa Jadi Presiden Suriname Kelak?

Kompas.com - 09/08/2023, 15:40 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

Partai tidak cukup hanya menggelar acara-acara keramaian.

"Masalah-masalah penting harus masuk ke visi-misi, [masalah yang ada di tengah masyarakat] harus dicarikan solusinya dan dijabarkan di visi dan misi partai. Ini juga agar anak-anak muda tertarik masuk partai. Ini tantangan besar bagi partai berbasis etnik," kata Sapoen.

Hambatan lain yang dihadapi masyarakat Jawa adalah minimnya figur yang bersedia menjadi tokoh-tokoh partai.

Baca juga: Putri Jawa Suriname 2022 Digelar, Semua Peserta Keturunan Indonesia

"Kami kesulitan mencari orang-orang Jawa yang mau menjadi calon anggota legislatif. Anak-anak muda yang berpendidikan tinggi, mereka tidak mau terlibat aktif di politik. Mereka umumnya mencari pekerjaan yang menjamin kesejahteraan. Saya paham, tetapi akibatnya adalah partai diisi oleh orang-orang tua. Ketika orang tua ini meninggal, partainya juga meninggal. Ini harus kita pikirkan agar partai wong Jowo bisa bertahan hidup," kata Sapoen.

Di luar ini semua, tengah terjadi perkembangan yang menarik di Suriname.

Sekat etnisitas yang mencair

Sekat-sekat etnisitas "makin cair" yang membuat populasi mixed (kelompok campuran) makin besar dari tahun ke tahun. Data terbaru menunjukkan, jumlah mereka menempati urutan keempat setelah Afro-Suriname, Indo-Suriname, dan Jawa.

Sapoen memperkirakan kelompok mixed makin besar dalam 10-20 tahun ke depan.

Rosemarijn Hoefte, guru besar di Universitas Amsterdam yang banyak melakukan kajian tentang orang Jawa di Suriname mengatakan meningkatnya proporsi kelompok mixed bisa mengubah dinamika lanskap politik di Suriname.

"Mereka bisa mengubah dinamika politik karena kelompok mixed ini tidak memiliki loyalitas etnik. Kehadiran kelompok mixed bisa mengubah perimbangan politik yang selama ini berbasis etnisitas," kata Hoefte.

Selama ini, ada kesadaran kekuasaan dibagi di antara kelompok Afro-Suriname, Indo-Suriname dan Jawa.

Perimbangan politik ini pula yang membuat orang-orang Jawa mendapatkan kekuasaan di Suriname.

Tokoh-tokoh Jawa menduduki jabatan di kementerian, seperti Sapoen yang pernah menjabat sebagai menteri pendidikan dan menteri perindustrian dan perdagangan, lalu Mike Noersalim yang pernah menjabat sebagai menteri dalam negeri.

Juga ada Soewarto Moestadja yang pernah menjabat sebagai menteri sosial, menteri tenaga kerja, menteri kesehatan, dan menteri dalam negeri.

Willy Soemita dan Paul Somohardjo pernah diangkat pula sebagai pembantu presiden.

Dalam pemerintahan presiden Suriname saat ini, Chan Santokhi (pemimpin Partai Reformasi Progresif, VHP, yang berbasis kelompok Indo-Suriname), ada Bronto Somohardjo - anak Paul Somohardjo - yang menjabat sebagai menteri dalam negeri.

Sejak merdeka pada 1975, Suriname belum memiliki presiden berlatar belakang Jawa. Di kalangan tokoh-tokoh Jawa ada keyakinan bahwa orang Jawa pantas dan layak menjadi orang nomor satu di Suriname.

Untuk bisa mewujudkan aspirasi tersebut, perlu meningkatkan soliditas di masyarakat Jawa sendiri dan tentu saja menarik dukungan dari kelompok-kelompok etnik lain dengan memperjuangkan kepentingan mereka.

Baca juga: Di Usia 60 Tahun, Wapres Suriname Jadi Pemain Sepak Bola Profesional

Keberhasilan meraih dukungan multietnik menjadi penyebab kemenangan Partai Demokrat Nasional (NDP) di pemilu 2015, kemenangan yang mengantarkan sang pemimpin, Desi Bouterse, menjadi presiden.

Bagi Bronto Somohardjo, tokoh Pertjajah Luhur yang menjabat sebagai menteri dalam negeri, memperjuangkan kepentingan rakyat Suriname secara keseluruhan harus menjadi prioritas.

"Bagi saya itu yang mestinya menjadi tujuan utama, siapa pun yang menjadi presiden, dia harus menjadikan negara ini makmur. Dia bisa berasal dari mana saja, dari komunitas Jawa, Hindustan, atau dari kalangan Afro-Suriname," kata Bronto.

Raymond Sapoen menyebut visi nasional sebagai faktor penting untuk meraih dukungan rakyat Suriname yang multietnik.

"Di Suriname sudah ada presiden dari etnik Hindustan, Creole, China, kelompok mixed. Belum ada presiden dari orang Jawa ... apakah dimungkinkan? [Jawabannya mungkin, tetapi politisi Jawa] harus tegas. Perlu ada misi visi [yang jelas, yang menjawab persoalan riil di masyarakat]. Harus ada visi nasional," kata Sapoen.

Ia mengatakan kans orang Jawa menjadi presiden Suriname masih terbuka lebar.

"Itu menjadi mimpi saya, keinginan saya. Bahwa suatu saat nanti ada orang Jawa menjadi presiden Suriname," katanya mengakhiri perbincangan dengan BBC News Indonesia di rumahnya di Lelydorp.

Sapoen lantas mengajak makan siang. Di meja ada nasi dan oseng kacang panjang. Juga ada kudapan manis dari tepung ketela.

"Mangan iwak pitik karo sambel. Sambel bawang. Nak ora ana sambel yo ora enak (makan dengan ayam goreng dan sambal bawang. Jika tidak ada sambal, maka makanannya kurang enak)," kata Sapoen dalam bahasa Jawa, sambil tersenyum lebar.

Terasa ada nada optimisme dalam kata-kata Sapoen, satu dari beberapa tokoh masyarakat Jawa yang mencoba meningkatkan suara Jawa di lanskap politik Suriname, negara yang mengalami pencairan sekat-sekat etnisitas dalam beberapa tahun terakhir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com