Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Masuk "Tier" 2 Laporan Perdagangan Manusia

Kompas.com - 03/07/2023, 13:06 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Fathiyah Wardah/VOA Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia berada di Tier-2 Laporan Tahunan Perdagangan Manusia (TIPs) yang dikeluarkan Amerika. Komnas HAM menyerukan pemerintah meningkatkan literasi perdagangan manusia dan modus-modus yang sulit dikenali agar korban tak semakin banyak.

Laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika tentang Perdagangan Manusia (Trafficking in Persons) yang dirilis baru-baru ini menempatkan Indonesia di Tier 2. Sedikit lebih baik dibanding laporan serupa tahun lalu di mana Indonesia berada di Tier 2 Watchlist.

TIPs memiliki empat kategori, yakni Tier 1, Tier 2 , Tier 2 Watchlist, dan Tier 3 (status terburuk dalam hal penanganan praktik perdagangan orang).

Baca juga: Video Promosi Pariwisata Filipina Kedapatan Tampilkan Alam Indonesia

Dalam laporan itu Indonesia dinilai belum sepenuhnya memenuhi standar minimum untuk memberantas kejahatan perdagangan manusia, tetapi telah melakukan upaya yang signifikan untuk itu.

Pemerintah Indonesia dinilai telah meningkatkan upaya untuk melakukan penyelidikan, penuntutan dan vonis hukuman atas dugaan kejahatan perdagangan orang, termasuk kerja paksa di perkebunan kelapa sawit dan operasi penipuan di dunia maya di luar negeri.

Indonesia juga dinilai telah menjamin peningkatan restitusi--semacam ganti rugi--bagi korban perdagangan manusia.

Menanggapi laporan TIPs 2023 itu, Imam Trihatmaja di Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengungkapkan tujuh masalah subtansial yang menjadi catatan lembaganya untuk situasi pemberantasan perdagangan orang di Indonesia.

Puluhan WNI korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) diselamatkan Kepolisian Thailand dan KBRI Bangkok.VOA INDONESIA Puluhan WNI korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) diselamatkan Kepolisian Thailand dan KBRI Bangkok.
"Satu, upaya penegakan hukum yang tidak maksimal. Kedua, pengawasan (tidak maksimal). Ketiga, proses perekrutan yang biasanya tidak transparan dan memang perekrutan ini menjadi sarang bermulanya kasus TPPO (tindak pidana perdagangan orang), terkait perusahaan penyalur ilegal," kata Imam.

Merujuk pada perdagangan manusia di sektor perikatan, Imam menilai belum maksimalnya implementasi Peraturan Pemerintah No.22/2022 tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga Migran dan Awak Kapal Perikanan Migran, terutama dalam hal pemulihan hak korban, ikut menjadi masalah.

Terlebih karena peran dan kontribusi pemerintah daerah dalam mendorong kebijakan serta strategi perlindungan terhadap korban dan penanganan perdagangan orang, juga dinilai belum maksimal; sementara proses pengaduan dan penanganan yang dijadikan dasar pembuatan kebijakan struktural belum terintegrasi.

Polda NTT menitipkan 17 anak korban TPPO ke Kesusteran Katholik Maumere, Kabupaten Sikka, pertengahan Juni 2021.DOK HUMAS POLDA NTT via VOA INDONESIA Polda NTT menitipkan 17 anak korban TPPO ke Kesusteran Katholik Maumere, Kabupaten Sikka, pertengahan Juni 2021.
Dualisme perizinan

Imam mengatakan, masih ada dualisme perizinan dalam pemberangkatan awak kapal perikanan ke luar negeri, yakni di Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Perhubungan.

DFW menilai, seharusnya urusan perizinan perusahaan penyalur awak kapal ke luar negeri berada di satu pintu, yaitu di Kementerian Ketenagakerjaan.

"Kasus-kasus terkait TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) yang masuk ke Bareskrim banyak yang tertunda. Artinya banyak kasus yang tidak terselesaikan, terputus, dan jadinya adalah kasus terkatung-katung. Itu yang kami temukan," ujar Imam.

Kurangnya pemahaman aparat penegak hukum tentang bagaimana menangani perkara perdagangan orang membuat kasus hukum terkatung-katung.

Baca juga: Data Resmi, Indonesia Sumbang Jumlah Jemaah Haji Terbanyak di Dunia Tahun Ini

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com