KOMPAS.com – Masih ada beberapa hal baru yang terjadi mewarnai perang Rusia-Ukraina hari ke-411 pada Senin (10/4/2023).
Ini termasuk, Pentagon menyatakan bahwa kebocoran dokumen AS yang sangat sensitif -banyak di antaranya terkait dengan konflik Ukraina- bisa menimbulkan risiko sangat serius bagi keamanan nasional AS.
Sementara itu, sebuah pengadilan Rusia menjatuhkan hukuman 19 tahun penjara kepada dua mantan pejabat karena melemparkan bom molotov di balai kota sebagai protes terhadap mobilisasi militer.
Untuk lebih lengkapnya, berikut rangkuman serangan Rusia ke Ukraina hari ke-411 yang dapat Anda simak:
Pada Senin, Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva dikabarkan akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing pekan ini untuk membahas perdagangan dan mediasi Ukraina.
Pemimpin 77 tahun itu juga berharap dapat merebut kembali peran Brasil di panggung geopolitik setelah periode isolasi di bawah pendahulunya dari sayap kanan, Jair Bolsonaro.
Lula diperkirakan akan tiba di China pada hari ini, Selasa (11/3/2023). Namun, dia diagendakan baru akan bertemu dengan Xi pada Jumat (14/3/2023).
"Mereka termasuk akan berbicara tentang perang di Ukraina," ucap Menteri Luar Negeri Brasil Mauro Vieira kepada wartawan, dikutip dari AFP.
Baca juga: Rangkuman Hari Ke-409 Serangan Rusia ke Ukraina: 31 Anak yang Diculik Pulang | Menteri Kyiv ke India
Seorang pejabat yang didukung Moskwa mengumumkan pada Senin, bahwa dirinya telah mengunjungi kota garis depan Bakhmut di Ukraina.
Denis Pushilin, kepala wilayah Donetsk di Ukraina timur, menyebut pasukan Rusia telah memperoleh keuntungan yang signifikan di sana.
Pertempuran untuk Bakhmut adalah pertempuran terpanjang dan paling berdarah dari serangan Rusia.
"Ini Artemovsk kami," kata Pushilin, menggunakan nama era Soviet untuk Bakhmut.
"Itu dibebaskan oleh Wagnerites," tambahnya, merujuk pada kelompok tentara bayaran Wagner yang memimpin pertempuran Rusia di kota itu.
Baca juga: Rangkuman Hari Ke-408 Serangan Rusia ke Ukraina: Dokumen Rahasia Bocor, Harga Pangan Dunia Turun
Sebuah pengadilan Rusia pada Senin menjatuhkan hukuman 19 tahun penjara kepada dua mantan pejabat karena melemparkan bom molotov di balai kota sebagai protes terhadap mobilisasi militer.
Hal itu dilaporkan oleh kantor berita Rusia, RIA Novosti.
Hukuman tersebut merupakan hukuman terberat yang dijatuhkan sejauh ini untuk jenis serangan itu, yang telah terjadi puluhan kali sejak Rusia memulai kampanye militernya di Ukraina.
Pada September tahun lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan mobilisasi parsial untuk menopang pasukan di Ukraina.
Pengumuman ini menyebabkan eksodus massal orang-orang dari Rusia untuk menghindari pengiriman ke garis depan.
Seorang mantan pejabat Garda Nasional, Roman Nasriyev, dan Alexei Nuriyev, yang bekerja di kementerian darurat, dihukum atas serangan pada 22 Oktober di kota kecil Bakal di wilayah selatan Chelyabinsk.
Ukraina dan Rusia mengatakan pada Senin bahwa mereka masing-masing telah mengembalikan sekitar 100 tentara dalam pertukaran tahanan terbaru antara kedua negara yang berkonflik.
Kyiv dan Moskwa secara berkala melakukan pertukaran tahanan sejak Rusia menginvasi Ukraina lebih dari setahun yang lalu.
"Kami mengembalikan 100 orang kami. Mereka adalah orang-orang militer, pelaut, penjaga perbatasan, penjaga nasional," beber Kepala staf presiden Ukraina Andriy Yermak di Telegram.
Pentagon menyatakan pada Senin, bahwa kebocoran dokumen AS yang sangat sensitif -banyak di antaranya terkait dengan konflik Ukraina- menimbulkan risiko sangat serius bagi keamanan nasional AS.
Pelanggaran sedang diselidiki oleh Departemen Kehakiman AS dan tampaknya mencakup informasi rahasia tentang perang di Ukraina serta analisis sensitif sekutu Amerika Serikat.
"Dokumen-dokumen yang beredar secara online menimbulkan risiko yang sangat serius bagi keamanan nasional dan berpotensi menyebarkan disinformasi," kata Chris Meagher, asisten Menteri Pertahanan AS untuk urusan publik, kepada wartawan.
"Kami masih menyelidiki bagaimana (kebocoran) ini terjadi, serta ruang lingkup masalahnya. Ada langkah-langkah untuk melihat lebih dekat bagaimana jenis informasi ini didistribusikan dan kepada siapa," kata Meagher, dikutip dari AFP.
Tokoh oposisi Rusia Vladimir Kara-Murza mengatakan pada Senin bahwa dirinya mendukung semua pernyataan politiknya, termasuk menentang serangan Ukraina, yang membuatnya menghadapi hukuman 25 tahun penjara.
"Saya sepakat dengan setiap kata yang saya katakan, bahwa saya dituduh hari ini," kata Kara-Murza, mengutip perjuangannya melawan serangan Ukraina dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Bukan saja saya tidak menyesali semua itu, saya bangga akan hal itu," katanya dalam kata-kata terakhirnya kepada pengadilan, yang dipublikasikan di saluran Telegram milik jurnalis Alexei Venediktov.
Kara-Murza (41) telah dituduh melakukan beberapa tuduhan termasuk pengkhianatan, menyebarkan informasi palsu tentang tentara Rusia.
Baca juga: Rangkuman Hari Ke-406 Serangan Rusia ke Ukraina: NATO Sambut Finlandia | Polandia Kirim Jet MiG-29
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.