Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menerka Rencana China di Perang Rusia-Ukraina

Kompas.com - 04/03/2023, 13:16 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber AFP

BEIJING, KOMPAS.com - Peran China belakangan ini semakin menonjol di sela-sela perang Rusia-Ukraina ketika konflik berlanjut ke tahun kedua.

Padahal, China mulanya terkesan hati-hati dalam menyikapi konflik ini, hingga muncul tuduhan dari Amerika Serikat (AS) bahwa Beijing mungkin mempertimbangkan pengiriman senjata ke Rusia sebagai sekutu dekat.

Lalu, apa sebenarnya rencana China di perang Rusia-Ukraina? Berikut pendapat para pakar yang dihubungi kantor berita AFP.

Baca juga: China Kalahkan AS dan Barat, Jadi Negara Tercanggih dalam Teknologi Penting

1. Kirim senjata ke Rusia?

Huruf Z penanda tentara Rusia di Ukraina terlihat di tank tempur yang direbut dan diperbarui di Kharkiv, Ukraina, 20 Februari 2023.AFP/YASUYOSHI CHIBA Huruf Z penanda tentara Rusia di Ukraina terlihat di tank tempur yang direbut dan diperbarui di Kharkiv, Ukraina, 20 Februari 2023.
Selama sebagian besar perang Ukraina-Rusia, China memosisikan dirinya sebagai pihak netral sambil mempertahankan hubungan dekat dengan Moskwa.

Perusahaan-perusahaan yang dikendalikan negara China hanya menjual drone yang tidak mematikan dan peralatan lainnya ke Rusia serta Ukraina, sehingga Moskwa beralih ke Iran untuk mendapat persenjataan.

Washington percaya sikap China itu mungkin akan berubah. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Januari 2023 mengeklaim, China mempertimbangkan untuk memberikan bantuan senjata mematikan ke Rusia.

Beijing langsung membantah klaim tersebut, dan sebaliknya menuduh AS mengipasi api perang dengan pengiriman senjata besar-besaran ke Pemerintah Ukraina.

AS belum memberikan bukti nyata bahwa China sedang mempertimbangkan pengiriman senjata ke Rusia, tetapi para ahli mengatakan kepada AFP ada beberapa kepercayaan terhadap klaim tersebut.

Beijing juga disebut bisa menjadi pengubah permainan (game changer) jika memasuki konflik ini.

2. Netral di atas kertas

Pada Minggu (23/10/2022), Xi Jinping mengamankan masa jabatan ketiga sebagai pemimpin Partai Komunis China sekaligus presiden negara tersebut.AP NEWS/ANDY WONG Pada Minggu (23/10/2022), Xi Jinping mengamankan masa jabatan ketiga sebagai pemimpin Partai Komunis China sekaligus presiden negara tersebut.
Tekanan dari Barat kepada China selama setahun terakhir meningkat untuk mengecam perang Rusia di Ukraina.

Kemudian, China yang berusaha menggambarkan dirinya sebagai mediator, pekan lalu meluncurkan dokumen 12 poin untuk mewujudkan perdamaian, termasuk menghormati kedaulatan teritorial semua negara.

Bertepatan dengan peringatan pertama invasi Rusia, dokumen tersebut mendesak semua pihak mendukung Rusia-Ukraina bekerja ke arah yang sama dan melanjutkan dialog langsung secepat mungkin.

Dokumen itu dipuji oleh PBB dan Rusia, tetapi diragukan para sekutu Ukraina.

Kepala NATO Jens Stoltenberg menyatakan, "(Beijing) tidak memiliki banyak kredibilitas karena mereka belum mampu mengecam invasi ilegal ke Ukraina."

Sementara itu, Direktur Program Asia di German Marshall Fund yakni Bonnie Glaser mengatakan kepada AFP, dokumen itu "sebagian besar merupakan ringkasan dari pernyataan China selama setahun terakhir".

“Beijing masih mengeklaim NATO sebagai penyebab perang dan menolak mengecam invasi Rusia. Ini anggur tua dalam botol setengah baru,” paparnya.

Baca juga: China Disebut Habiskan Miliaran Dollar AS untuk Bantu Disinformasi Pro-Rusia

3. Bertemu teman Putin

Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) berjabat tangan dengan sekutunya, Presiden Belarus Alexander Lukashenko (kanan), dalam pertemuan di Saint Petersburg, Rusia, 25 Juni 2022.SPUTNIK/MIKHAIL METZEL via AFP Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) berjabat tangan dengan sekutunya, Presiden Belarus Alexander Lukashenko (kanan), dalam pertemuan di Saint Petersburg, Rusia, 25 Juni 2022.
Saat Beijing membicarakan sikap netralnya, Presiden China Xi Jinping pekan ini bertemu dengan Presiden Belarus Alexander Lukashenko.

Sebagai salah satu dari sedikit mitra asing Putin yang dapat diandalkan, Lukashenko bisa memberi Beijing wawasan terbaru tentang situasi yang berkembang di Ukraina, dan berpotensi memengaruhi strategi China dalam masalah ini.

Hubungan ekonomi antara Belarus dan China terus menguat, hingga pandemi dan invasi Rusia menyebabkan gangguan meluas pada rantai pasokan serta ekonomi global.

Belarus digunakan Rusia sebagai tempat persiapan militer untuk serangan skala penuhnya di Ukraina pada Februari 2022.

Adapun Xi Jinping dan Lukashenko pada September 2022 secara resmi mendeklarasikan negara mereka sebagai mitra komprehensif di segala kondisi.

Kunjungan Lukashenko ke Beijing kemungkinan bertujuan mengembalikan hubungan bilateral kedua negara seperti sebelum 2020.

Baca juga: Apakah Belarus Akan Ikut Berperang Melawan Ukraina?

4. Berbicara dengan Zelensky?

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berbicara saat konferensi pers bersama Presiden Polandia Andrzej Duda di Kyiv, Ukraina, Selasa (23/8/2022). Kantor Kepresidenan Ukraina pada Senin (2/1/2023) menyebut, Ukraina dan Uni Eropa bersepakat akan mengadakan KTT di Kyiv pada 3 Februari untuk membahas dukungan keuangan dan militer.AP PHOTO/ANDREW KRAVCHENKO Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berbicara saat konferensi pers bersama Presiden Polandia Andrzej Duda di Kyiv, Ukraina, Selasa (23/8/2022). Kantor Kepresidenan Ukraina pada Senin (2/1/2023) menyebut, Ukraina dan Uni Eropa bersepakat akan mengadakan KTT di Kyiv pada 3 Februari untuk membahas dukungan keuangan dan militer.
Pada peringatan tahun pertama invasi Rusia, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyatakan ingin bertemu Xi Jinping guna membahas proposal Beijing untuk menyelesaikan krisis.

"Saya benar-benar ingin percaya bahwa China tidak akan memasok senjata ke Rusia," ujar Zelensky.

Kementerian Luar Negeri China belum memberikan rincian tentang kemungkinan pertemuan kedua pihak, dan berulang kali menegaskan bahwa mereka menjaga komunikasi erat dengan pihak-pihak terkait.

Zelensky menyambut baik dokumen 12 poin China, dan disuarakan dengan nada sama oleh Kementerian Luar Negeri Rusia bahwa pihaknya memiliki pandangan sama dengan Beijing.

Presiden Ukraina kemungkinan akan menggunakan pertemuan untuk mendesak Beijing menggunakan pengaruhnya terhadap Rusia, dan mengambil langkah yang berarti untuk menyelesaikan konflik.

Namun, sejauh ini China tidak menunjukkan tanda-tanda niat seperti itu, menurut Elizabeth Wishnick yang merupakan periset senior di Weatherhead East Asian Institute Columbia, kepada AFP.

"Sebaliknya, (Presiden Xi) sedang mempertimbangkan kunjungan ke Moskwa dan terus menirukan propaganda Rusia tentang tanggung jawab AS dan NATO atas perang tersebut," imbuh Wishnick.

Baca juga: Zelensky Terbuka dengan Rencana Perdamaian China, Asal...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com