Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Australia Tarik Peredaran Sirop Obat Batuk yang Mengandung Pholcodine

Kompas.com - 04/03/2023, 11:45 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

CANBERRA, KOMPAS.com - Therapeutic Goods Administration (TGA), badan yang bertugas mengawasi peredaran obat di Australia, menarik 44 produk yang mengandung pholcodine.

Penarikan tersebut menyusul penyelidikan mengaitkan bahan tersebut dengan peningkatan risiko yang berpotensi fatal terhadap obat lain yang digunakan selama anestesi umum.

Produk yang mengandung pholcodine juga sudah dicoret dari daftar Australian Register of Therapeutic Goods, bersama dengan 11 produk lainnya yang saat ini tidak beredar, yang berarti produk tersebut tidak lagi dapat dipasok secara sah di Australia.

Baca juga: Langkah Tegas WHO Terkait Sirup Obat Batuk Berbahaya

Produk yang ditarik tersebut meliputi sirop obat batuk dan pelega tenggorokan yang diproduksi oleh Benadryl, Codral, Chemists' Own, TerryWhite, Priceline, Difflam, Bisolvon, Duro-Tuss, dan lainnya.

Pholcodine adalah kandungan penahan rasa sakit yang bekerja langsung di otak untuk menekan refleks batuk dengan mengurangi sinyal saraf, yang sudah digunakan sejak tahun 1950-an serta ditemukan di berbagai obat bebas.

Selain sirup obat batuk dan pelega tenggorokan yang ditujukan untuk mengobati batuk kering, pholcodine dapat ditemukan pada produk yang mengobati gejala pilek dan flu secara lebih luas.

Para ahli anestesi meminta TGA untuk menarik produk ini selama bertahun-tahun, dengan mengutip bukti yang menunjukkan tingkat reaksi alergi berat yang terjadi secara tiba-tiba (anafilaksis) di Norwegia, yang menggunakan pholcodine tinggi sebelum menariknya dari pasar pada tahun 2007.

Di Swedia, produk-produk dengan kandungan ini sudah tidak dipasarkan sejak akhir 1980-an.

Baca juga: WHO: Lebih dari 300 Anak di Indonesia, Gambia, dan Uzbekistan Meninggal Terkait Obat Batuk Sirup

Saat mengeluarkan pengumuman penarikan obat-obatan, TGA mengatakan mereka curiga 50 kasus di Australia terkait reaksi obat yang digunakan sebagai pelemas otot selama anestesi umum sebenarnya adalah reaksi anafilaksis terkait pholcodine, termasuk satu kasus di mana pasien meninggal.

Kepala TGA, Dr John Skerritt, mengatakan penarikan kembali secara luas dilakukan karena sulit untuk memastikan secara akurat siapa yang telah meminum obat yang mengandung pholcodine dalam 12 bulan sebelum menjalani operasi.

"Sementara dokter bedah bertanya tentang obat resep apa yang diminum pasien, mereka mungkin tidak bertanya tentang produk yang dijual bebas," kata Dr John.

"Beberapa pasien yang menjalani operasi darurat mungkin sama sekali tidak dapat berbicara dengan ahli anestesi mereka," sambungnya.

Dia mengatakan, dokter yang sudah menjadwalkan pasiennya untuk menjalani anestesi umum harus memeriksa apakah pasien mereka pernah mengonsumsi pholcodine dalam 12 bulan terakhir.

Baca juga: Badan Pengawas Obat AS Akan Izinkan Apotek Jual Pil Aborsi

Berlangsung lama

Profesor Ian Rae, seorang pakar bahan kimia dari University of Melbourne, mengatakan bahwa TGA bertindak tepat dalam mengambil produk pholcodine dari pasar.

"(Akan tetapi) mengejutkan butuh waktu yang lama untuk (kekhawatiran) tentang efek sampingnya muncul ke permukaan," kata Profesor Ian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Warga Thailand Pakai Boneka Doraemon dalam Ritual Panggil Hujan, Kok Bisa?

Warga Thailand Pakai Boneka Doraemon dalam Ritual Panggil Hujan, Kok Bisa?

Global
Dokter Palestina Meninggal Usai Ditahan 4 Bulan di Penjara Israel

Dokter Palestina Meninggal Usai Ditahan 4 Bulan di Penjara Israel

Global
88 Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Desak Biden Pertimbangkan Setop Jual Senjata ke Israel

88 Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Desak Biden Pertimbangkan Setop Jual Senjata ke Israel

Global
Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Global
Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Global
Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Global
Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Global
Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Global
Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Global
Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: '150.000 Tentara Rusia Tewas' | Kremlin Kecam Komentar Macron

Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: "150.000 Tentara Rusia Tewas" | Kremlin Kecam Komentar Macron

Global
Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

Global
Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com