Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Bawang di Filipina Jadi Jauh Lebih Mahal dari Daging, Ini Penyebabnya

Kompas.com - 19/01/2023, 07:01 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

MANILA, KOMPAS.com - Di banyak tempat di dunia, bawang bombai adalah bahan pangan pokok sedangkan daging merupakan barang mewah.

Namun di Filipina, harga bawang meroket menjadi lebih mahal dari harga ayam dan daging sapi.

Kebiasaan menumis menggunakan bawang putih dan bawang merah di negara-negara Asia sudah ada sejak masa penjajahan Spanyol, yang berlangsung antara 1521-1898, dan sangat memengaruhi masakan negara-negara Asia.

Baca juga: [KABAR DUNIA SEPEKAN] Anton Gobay Beli Senpi Ilegal di Filipina | Malaysia Ancam Setop Ekspor Minyak Sawit ke Eropa

Selama hampir sebulan, bawang bombai menjadi bahan pangan mewah bagi orang Filipina. Lonjakan harganya membuat harga sayuran menjadi lebih mahal dari jenis-jenis daging.

Sekilo bawang bombai dan bawang putih mencapai Rp165.000 pada pekan ini, sedangkan ayam utuh bisa dibeli seharga Rp60.300.

Harga itu lebih tinggi dari upah minimum harian di Filipina yang berkisar Rp135.000.

Akibat kenaikan harga itu, otoritas Filipina bahkan menyita pengiriman bawang merah ilegal. Pada awal Januari, bawang senilai 310.000 dollar AS (Rp4,6 miliar) dari China dicegat karena hendak diselundupkan dengan label sebagai pakaian.

Di media sosial, orang-orang Filipina telah mengunggah sindiran yang mengkritik pemerintah yang dianggap turut bertanggung jawab atas situasi saat ini.

"Selamat tinggal cokelat, halo bawang. Sibuyas (bawang) berpotensi menjadi pasalubong (bingkisan) terbaik bagi Filipina," kata salah satu warga Filipina yang tinggal di AS melalui Twitter.

"Kami membawa bawang alih-alih cokelat dari perjalanan kami ke Arab Saudi," tulis yang lainnya.

 

Pengguna media sosial lainnya, dalam perjalanan ke AS, membagikan gambar stoples bubuk bawang bombai.

Baca juga: Pengamat: Filipina Termasuk Pemasok Utama Senpi yang Dipakai KKB di Papua

"Karena bawang bombai seperti emas di Filipina, saya ingin membelinya untuk dibawa pulang dan diberikan sebagai hadiah. Saya mengunjungi lima supermarket, tapi semua stok habis. Saya bertanya kepada seorang pramuniaga dan dia bilang kalau 'turis Filipina telah membeli semuanya'".

 

Nicholas Mapa, seorang ekonom senior di bank ING yang tinggal di Manila mengatakan, bahwa beberapa restoran bahkan berhenti menjual menu yang mengandung bawang.

Onion rings yang biasanya ada di hidangan burger misalnya, telah menghilang dari menu.

"Mereka tidak bisa menyesuaikan harga produk mereka atau mereka tidak bisa mendapatkan bawang," kata Mapa kepada BBC melalui email.

Beberapa bisnis sedang mencari alternatif.

Pendiri Gerakan Pelestarian Warisan Kuliner Filipina, Koki Jam Melchor, berupaya mencari bahan penggantinya.

Baca juga: Pengamat: Filipina Termasuk Pemasok Utama Senpi yang Dipakai KKB di Papua

Dia telah menggunakan jenis bawang asli yang disebut lasona, yang rasanya berbeda dengan varietas bawang yang umum digunakan dan berukuran sangat kecil, seukuran buah anggur.

"Baik restoran maupun masyarakat umum menderita akibat situasi ini. Harga bawang saat ini terlalu tinggi, jadi kami berusaha memanfaatkan apa yang kami miliki di antara alternatif yang ada," kata dia kepada BBC.

"Bawang bombai sangat penting untuk masakan lokal. Bawang bombai digunakan hampir di setiap hidangan yang kami sajikan di sini. Bawang adalah bahan penting dalam setiap masakan Filipina," tambah Melchor.

 

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Jam Melchor (@chefjamme)

 

Penyebab bawang menjadi begitu mahal di Filipina

Nicholas Mapa menyampaikan, setidaknya ada dua faktor yang melatarbelakangi kenaikan harga tersebut.

Proyeksi dari Kementerian Pertanian yang dirilis pada Agustus mengindikasikan bahwa Filipina akan memproduksi lebih sedikit bawang dari yang dibutuhkan.

Baca juga: KBRI Manila: Anton Gobay Akui Beli Senpi Ilegal di Filipina untuk Dukung KKB Papua

Hasil panen, bagaimana pun lebih buruk dari yang diharapkan, karena Filipina dilanda topan super pada rentang Agustus dan September.

"Sayangnya, impor bawang terlambat dimulai, baru setelah harga melonjak dan berdekatan dengan masa panen, yaitu pada bulan Februari," jelas Mapa.

Pada minggu pertama Januari, pemerintah menyetujui impor sekitar 22 juta ton bawang untuk mengamankan pasokan dan mengendalikan harga.

Bagi beberapa pakar seperti Fermin Adriano, yang pernah menjadi penasihat Kementerian Pertanian, situasi ini merupakan kegagalan serius pemerintahan saat ini.

Menurut dia, itu karena pemerintah mengetahui bahwa produksi dalam negeri rendah dan semestinya mengimpor pasokan yang cukup untuk memenuhi permintaan.

Manajemen Bongbong

Di media sosial, beberapa orang Filipina melihat ada kaitan antara pengelolaan sektor pertanian yang tidak terorganisir serta fakta bahwa Presiden Ferdinand Marcos Junior mengangkat dirinya sendiri sebagai Menteri Pertanian meskipun kurang berpengalaman di bidang ini.

Dia adalah putra mantan diktator Ferdinand Marcos, yang memimpin rezim brutal di Filipina pada 1970-an dan 80-an, dan digulingkan oleh aksi protes rakyat yang memaksa keluarganya meninggalkan negara itu pada 1986.

Pada 1991, Bongbong kembali ke negara tersebut dan memulai karier politik. Dia menjabat sebagai gubernur dan senator sebelum terpilih menjadi presiden.

Kampanye Marcos menjual gagasan kepada para pemilih bahwa kediktatoran merupakan "zaman keemasan", yang ironisnya kini digunakan oleh banyak orang di media sosial yang berkelakar bahwa "emas" yang dimaksud adalah bawang bombai.

Baca juga: Polisi Filipina Diduga Korupsi Narkoba, 300 Kolonel dan Jenderal Didesak Mundur

Sayuran ketiga yang paling banyak diproduksi di dunia

Cindy van Rijswick, analis buah dan sayur di Rabobank, mengatakan bahwa secara tradisional, Filipina adalah negara pengimpor bawang bombai karena mereka mengonsumsinya lebih banyak daripada menghasilkannya.

Kebutuhan bawang bombai sangat fluktuatif, dari hanya lima juga kilo pada 2011 menjadi 132 juta kilo pada 2016.

"Mereka biasanya membeli dari India, China dan Belanda, tergantung harga dan ketersediaan," kata van Rijswick.

Salah satu penyebab ketergantungan ini karena sebagian besar produksi bawang bombai Filipina berumur pendek karena pengaruh kondisi iklimnya.

Menurut Van Rijswick, itu berbeda dengan beberapa wilayah Eropa Utara dan Amerika Utara, di mana bawang merah dapat disimpan hingga satu tahun dalam kondisi yang tepat.

"Di sebagian besar wilayah di dunia, bawang bombai adalah salah satu dari tiga sayuran yang paling banyak dikonsumsi. Itu sebabnya bawang bombai juga merupakan sayuran yang paling banyak diproduksi ketiga di dunia dari segi volume. Hanya tomat dan mentimun yang volume produksinya lebih besar," kata dia.

Baca juga: Sejumlah Perwira Polisi Filipina Dituding Terlibat Perdagangan Narkoba

Harga bawang juga naik di tempat lain

Harga bawang bombai juga meningkat di beberapa negara lain.

Salah satu contohnya adalah Brasil, yang memiliki akumulasi peningkan tertinggi pada 2022, yakni sebesar 130,14 persen berdasarkan data resmi.

Alasan kenaikan harga itu antara lain pengurangan jumlah lahan pertanian serta biaya produksi yang lebih tinggi, sebab bahan seperti pupuk dan pestisida dipengaruhi oleh nilai tukar internasional dan perang di Ukraina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com