BRASILIA, KOMPAS.com - Serangan massa terhadap mahkamah agung, kongres, dan istana kepresidenan Brasil awal bulan ini telah memusatkan perhatian polisi militer negara.
Seruan agar pasukan direformasi tumbuh di tengah apa yang menurut para ahli bisa menjadi peluang bagi Presiden Luiz Inacio Lula da Silva.
Dilansir dari Guardian, ribuan radikal sayap kanan yang mendukung mantan presiden Jair Bolsonaro menyerbu istana kepresidenan, gedung kongres, dan mahkamah agung pada 8 Januari.
Baca juga: Menteri Kehakiman Era Bolsonaro Ditangkap terkait Kasus Kerusuhan Brasil
Niatnya, menurut banyak analis politik, adalah untuk menciptakan rasa kekacauan yang akan memungkinkan kekuatan sayap kanan, mungkin dengan dukungan angkatan bersenjata Brasil, untuk menggulingkan Lula.
Selama penyerangan, polisi militer ibu kota berdiri, membiarkan massa menggeledah kursi kekuasaan.
Lula lantas mencopot komando mereka beberapa jam setelah pemberontakan, dan pasukan federal mendapatkan kembali kendali atas situasi.
"Saya yakin pintu istana presiden dibuka sehingga orang-orang ini bisa masuk karena saya tidak melihat pintu depan dirobohkan," kata Lula kepada wartawan pekan lalu.
"Dan itu berarti seseorang memfasilitasi masuknya mereka ke sini ."
Hampir dua pertiga warga Brasil percaya polisi ibu kota tidak melakukan tugas mereka, menurut jajak pendapat Datafolha.
Baca juga: Mantan Presiden Jair Bolsonaro Diduga Aktor Intelektual Kerusuhan Brasil
Gubernur dan kepala polisi dicopot dari jabatan mereka dan sekitar 82 persen dari mereka yang disurvei mengatakan bahwa Lula berhak memerintahkan intervensi federal.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.