Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sering Disangka "Baby Sitter", Perempuan Indonesia yang Nikah dengan WNA Ini Ingin Patahkan Stigma

Kompas.com - 17/10/2022, 14:02 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

Yani Lauwoie, konsultan komunikasi di Australia, pernah ditanya bahwa dirinya adalah bule hunter saat menikah dengan suaminya Shannon Smith, yang berasal dari Australia.

Pada saat itu, ia hanya membalasnya dengan candaan.

Akan tetapi, pertanyaan senada yang seolah menganggap dirinya sangat tergantung pada suaminya terus dia dapatkan meski sudah merasa mandiri secara finansial dan karier.

"Perempuan Indonesia yang menikah dengan pria Australia itu sering sekali mendapat stereotipe yang menempatkan posisi kita sebagai inferior," katanya.

"Jadi seolah-olah kita berhubungan dengan pria Kaukasia itu ada motif lain selain motif perasaan yang murni atas hubungan cinta kasih ... misalnya mencari keuntungan, kehidupan yang lebih baik atau (anggapan), 'Pasti dia hidupnya ditopang oleh pria ini'," lanjutnya.

Baca juga: Novita WNI di Texas Tewas Diberondong 100 Peluru, 5 Remaja Ditangkap

Lelah menanggapi stigma tersebut, Yani memutuskan untuk membicarakan isu tersebut secara terbuka dalam podcast Mixed Couples.

Ia menjadi host podcast ini bersama Mira Rochyadi dan Sylvia Mira yang pernah melalui pengalaman serupa.

Disiarkan dalam bahasa Indonesia, mereka mencoba untuk mematahkan miskonsepsi dan mendidik pendengarnya terkait isu hubungan antara kedua negara.

Untuk menjawab pertanyaan besar atau tabu di setiap episode, mereka mengundang narasumber dengan pasangan WNA dari seluruh dunia.

Yani mengatakan, podcast yang sudah disiarkan selama hampir setahun tersebut masih memiliki jumlah pendengar yang sangat kecil, tetapi menarik minat pendengar lebih dari 10 negara.

Baca juga: WNI Jadi Korban Tewas Salah Sasaran dalam Penembakan AS

Tidak jarang juga mereka mendapatkan komentar positif dari para pendengar dari media sosial dan email.

"Semakin ke sini pendengar yang mengajukan ide dan diri untuk diwawancara, yang memang di luar circle kami," katanya.

"Dari situ kita berpikir, 'Oh, berarti dianggap lumayan bagus nih kontennya bisa mungkin mereka merasa relate'," paparnya.

Stigma terhadap pasangan dari negara yang berbeda sudah lama menjadi masalah di Indonesia.

Hal ini turut mendorong dibentuknya masyarakat perkawinan campur yang dikenal sebagai PerCa.

Selama 14 tahun, organisasi tersebut telah mengadvokasi, menyosialisasikan aturan, dan menyediakan konsultasi bagi komunitasnya.

Baca juga: Diduga Rampok Uang Rp 212 Juta di Malaysia, WNI Ditangkap

PerCa telah memperjuangkan hak anggotanya dalam bidang hukum selama 14 tahun.ABC INDONESIA PerCa telah memperjuangkan hak anggotanya dalam bidang hukum selama 14 tahun.

Awalnya dimulai dari 46 orang pendiri, kini PerCa sudah memiliki lebih dari 1.500 anggota, dengan anggota WNA yang kebanyakan berasal dari Australia, Inggris, dan Amerika Serikat.

"Ada stigma negatif (terhadap orang dalam pernikahan campur) untuk naik level secara sosial," kata Melva Nababan Sullivan, kata salah satu pendiri dan advokat PerCa.

"Tapi kalau mengenai stigma sudah mulai berubah karena sekarang mereka lebih welcome (menyambut) bahwa perkawinan campuran itu sudah dianggap sebagai bagian daripada masyarakat Indonesia."

Baca juga: Cerita WNI di Inggris Saat Ratu Elizabeth II Hidup: Seperti Ibu bagi Rakyatnya

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com