ISLAMABAD, KOMPAS.com - Negara-negara kaya pencemar lingkungan telah melanggar janji mereka untuk mengurangi emisi dan membantu negara-negara berkembang beradaptasi dengan pemanasan global, menurut Menteri Perubahan Iklim Pakistan, mengkritik reparasi yang sudah lama tertunda.
Dia menuding negara-negara kaya sebagian besar harus disalahkan atas kerusakan iklim "dystopian," yang membuat cuaca ekstrem kini semakin sering terjadi.
Lebih dari 1.200 orang tewas dan sepertiga dari Pakistan berada di bawah banjir setelah berminggu-minggu hujan monsun, yang belum pernah terjadi sebelumnya melanda negara itu.
Baca juga: Citra Satelit Tampilkan Sisi Ekstrem Banjir Pakistan, Daratan Berubah Jadi Danau Seluas 100 Km
Bencana itu terjadi saat negara Asia Selatan ini hanya beberapa minggu sebelumnya menderita kekeringan serius.
Dalam sebuah wawancara dengan Guardian, Menteri Iklim Pakistan Sherry Rehman mengatakan target emisi global dan reparasi harus dipertimbangkan kembali, mengingat sifat bencana iklim yang semakin cepat dan tanpa henti menghantam negara-negara seperti Pakistan.
“Pemanasan global adalah krisis eksistensial yang dihadapi dunia dan Pakistan adalah titik nol – namun kami telah berkontribusi kurang dari 1 persen terhadap emisi (gas rumah kaca),” kata Rehman yang juga mantan jurnalis, senator, dan diplomat yang sebelumnya menjabat sebagai duta besar Pakistan untuk AS.
“Kita semua tahu bahwa janji yang dibuat di forum multilateral belum terpenuhi,” kritiknya sebagaimana dilansir Guardian pada Minggu (4/9/2022).
Baca juga: Jacobabad, Kota Terpanas di Dunia Sekarang Juga Terendam Air Banjir Pakistan
Menurutnya ada begitu banyak kerugian dan kerusakan dengan begitu sedikit perbaikan ke negara-negara yang berkontribusi sangat sedikit terhadap jejak karbon dunia, sehingga jelas kesepakatan yang dibuat antara dunia utara dan dunia selatan tidak berhasil.
“Kami harus menekan sangat keras untuk mengatur ulang target karena perubahan iklim berakselerasi jauh lebih cepat dari yang diperkirakan, di lapangan, itu sangat jelas.”
Tingkat kerusakan banjir Pakistan belum pernah terjadi sebelumnya.
Menurut Rehman (61 tahun), area terendam seluas negara bagian Colorado (269.837 kilometer persegi) atau hampir dua kali luas pulau Jawa, dengan lebih dari 200 jembatan dan 3.000 mil jalur telekomunikasi runtuh atau rusak.
Setidaknya 33 juta orang telah terkena dampak - angka yang diperkirakan akan meningkat setelah pihak berwenang menyelesaikan survei kerusakan minggu depan.
Di distrik Sindh, yang menghasilkan setengah makanan negara itu, 90 persen tanaman rusak. Seluruh desa dan ladang pertanian telah hanyut.
Baca juga: Pakistan Hanya Sumbang Kurang dari 1 Persen Pemanasan Global, tapi Saat Ini Tenggelam oleh Banjir
Penyebab banjir Pakistan terutama adalah hujan deras tanpa henti yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan beberapa kota menerima curah hujan 500 hingga 700 persen lebih banyak dari biasanya pada Agustus.
“Seluruh area ini tampak seperti lautan tanpa cakrawala – belum pernah ada yang seperti ini sebelumnya,” kata Rehman.
“Saya mengernyit ketika mendengar orang mengatakan ini adalah bencana alam. Ini adalah zaman antroposen: ini adalah bencana buatan manusia.”
Banyak yang melarikan diri dari daerah pedesaan yang tergenang untuk mencari makanan dan tempat tinggal di kota-kota terdekat yang tidak memiliki peralatan yang memadai untuk mengatasinya, dan tidak jelas kapan – atau apakah – mereka akan dapat kembali.
Jumlah total orang yang masih terdampar di daerah terpencil, menunggu untuk diselamatkan, masih belum diketahui.
Air akan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk menyusut, dan – meskipun jeda singkat turunnya hujan – hujan lebat diperkirakan akan terjadi pada pertengahan September.
Baca juga: Korban Tewas Banjir Pakistan Lebih dari 1.100 Orang, Termasuk 380 Anak-anak
Rehman mengatakan pemerintah telah melakukan segala yang mungkin tetapi misi penyelamatan dan bantuan terhambat oleh hujan yang terus berlanjut dan skala kebutuhan bantuan yang terus berkembang.
Sementara bersimpati pada tantangan ekonomi global yang disebabkan oleh pandemi Covid dan perang di Ukraina, dia bersikeras bahwa “negara-negara kaya harus berbuat lebih banyak”.
“Ketidakadilan historis harus didengar dan harus ada beberapa tingkat persamaan iklim sehingga beban konsumsi karbon yang tidak bertanggung jawab tidak diletakkan di negara-negara di dekat khatulistiwa yang jelas tidak dapat menciptakan infrastruktur yang tangguh sendiri,” katanya.
Ada juga seruan untuk perusahaan bahan bakar fosil – yang mencatat rekor keuntungan sebagai akibat dari perang Rusia di Ukraina – untuk membayar kerusakan yang disebabkan oleh pemanasan global ke negara-negara berkembang.
“Anda tidak dapat menyisihkan kenyataan bahwa perusahaan besar yang memiliki laba bersih lebih besar dari PDB banyak negara harus bertanggung jawab,” tegas Sherry Rehman sebagaimana dilansir Guardian.
One third of Pakistan is under water and 33 million people have been impacted by the floods.
But what has made the country so vulnerable to flooding? ????
More here: https://t.co/2DiR6WSuDb pic.twitter.com/1WZSsVkiTP
— Sky News (@SkyNews) September 3, 2022
Baca juga: Banjir Pakistan Tenggelamkan Sepertiga Negara, Korban Tewas Lampaui 1.100 Jiwa
Pembicaraan iklim tahunan PBB berlangsung di Mesir pada November, di mana kelompok 77 negara berkembang ditambah China, yang saat ini diketuai oleh Pakistan, akan mendorong keras para pencemar untuk membayar setelah satu tahun kekeringan yang menghancurkan, banjir, gelombang panas dan kebakaran hutan.
Pakistan adalah salah satu negara yang paling rentan di dunia terhadap pemanasan global, dan bencana banjir, yang saat ini datang setelah empat gelombang panas berturut-turut dengan suhu mencapai 53 derajat Celsius awal tahun ini.
Negara ini memiliki lebih dari 7.200 gletser – lebih banyak dari wilayah manapun di luar kutub – yang mencair lebih cepat dan lebih awal karena kenaikan suhu, menambahkan air ke sungai yang sudah membengkak karena curah hujan.
Negara-negara pencemar yang lebih kaya sejauh ini dinilai lambat mengeluarkan uang yang dijanjikan untuk membantu negara-negara berkembang beradaptasi dengan guncangan iklim.
Keengganan terlibat juga paling terasa dalam negosiasi tentang pembiayaan kerugian dan kerusakan, yang diderita oleh negara-negara miskin seperti Pakistan, yang telah memberikan kontribusi yang tidak berarti terhadap emisi gas rumah kaca.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.