Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Resesi Global di Depan Mata, Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?

Kompas.com - 13/06/2022, 13:14 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Editor

Penulis: DW Indonesia

KOMPAS.com - Kondisi perekonomian global belum sepenuhnya bisa bernapas lega akibat pandemi Covid-19, tapi Bank Dunia memperingatkan bahwa perang, kebijakan lockdown di China, gangguan rantai pasokan, dan stagflasi telah memukul pertumbuhan ekonomi.

"Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari," kata Presiden Bank Dunia, David Malpass pada Selasa (7/6/2022), dikutip dari laman internet Bank Dunia.

Baca juga: AS Alami Rekor Inflasi Tertinggi dalam 40 Tahun, Harga Bensin Mendekati Rp 20.000 Per Liter

Ada sejumlah tantangan yang wajib diwaspadai diantisipasi oleh negara-negara di dunia agar tidak terjun dalam jurang resesi ekonomi global.

Misalnya, perang antara Rusia dan Ukraina serta pengetatan kebijakan moneter yang digaungkan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve System) atau The Fed.

Resesi ekonomi terjadi saat suatu negara mengalami penurunan angka produk domestik bruto (PDB) selama lebih dari dua kuartal dalam setahun, sehingga mengakibatkan pertumbuhan ekonomi negatif.

Resesi dapat menyebabkan penurunan profit perusahaan, peningkatan pengangguran, melemahnya daya beli masyarakat, dan bahkan kebangkrutan ekonomi.

Resesi, siklus yang selalu berulang

Resesi merupakan siklus ekonomi yang selalu terjadi. Sejumlah pemikir ekonomi dunia seperti Joseph Schumpeter dalam jurnalnya yang berjudul The Analysis of Economic Change pada 1935, menelisik ulang teori siklus ekonomi ini terjadi setiap tujuh hingga 11 tahun.

Sementara Nikolai Kodrantiev, pakar ekonomi Uni Soviet, merumuskan hipotesisnya dalam buku The Major Economic Cycles, bahwa siklus ekonomi ini terjadi setiap 45 hingga 60 tahun sekali.

Baca juga: Dituding Jadi Penyebab Krisis Pangan Global, Rusia Bahas Koridor Pangan dari Ukraina dengan Turki

Sejarah mencatat serangkaian resesi global yang terjadi dalam beberapa dasawarsa terakhir. Masih segar dalam ingatan berbagai negara, termasuk Indonesia dan Jerman, masuk masa resesi akibat pandemi Covid-19.

Sebelumnya 2012, krisis keuangan yang melanda sejumlah negara-negara di Eropa. Lalu, ada pula housing bubble pada 2008 di Amerika Serikat yang mengakibatkan bank investasi terbesar di dunia Lehman Brothers gulung tikar.

Wilayah Asia Tenggara sendiri pernah mengalami keterpurukan ekonomi yang dimulai dari Thailand kemudian merambat ke Indonesia dan beberapa negara wilayah Asia lainnya pada 1997 hingga 1999.

Siklus resesi bisa lebih pendek?

Kepala Ekonom Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menuturkan tidak menutup kemungkinan bahwa siklus resesi ekonomi di masa depan bisa lebih pendek daripada yang selama ini diteorikan para ekonom dunia.

Resesi ekonomi merupakan siklus yang tidak bisa dielakkan, menurut David.

Negara-negara maju seperti Amerika Serikat pun bisa tidak siap mengatasi laju inflasi yang tinggi, sehingga menaikkan suku bunga dengan cepat.

Baca juga: Setelah Pandemi Covid-19, Ini Krisis Kesehatan Global Berikutnya yang Diprediksi Pakar

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com