Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Durasi Perang Rusia Vs Ukraina Masih Panjang

Kompas.com - 13/06/2022, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERANG Rusia-Ukraina tak akan selesai jika dunia Barat berharap bahwa Presiden Rusia Vladimir Vladimirovich Putin akan mundur teratur pada satu titik nanti.

Dengan kata lain, keputusan Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk terus mensuplai Ukraina dengan persenjataan, termasuk misil jarak jauh, hanyalah akan memperpanjang rentang waktu peperangan.

Begitu pula dengan permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy kepada Uni Eropa untuk meningkatkan sanksi pada Rusia.

Penambahan sanksi hanya akan mempersulit Eropa karena Rusia akan semakin mengetatkan ekspor migasnya, yang berisiko mengundang inflasi semakin tinggi di dataran Eropa.

Padahal hari ini, negara-negara Uni Eropa sudah mulai kawalahan dengan tindakan balasan Rusia yang pelan-pelan mengetatkan persediaan migas untuk kawasan Eropa, yang kemudian memicu kenaikan berbagai harga komoditas dunia di satu sisi serta inflasi di negara-negara utama Eropa di sisi lain, seperti Inggris, Jerman, dan Perancis, misalnya.

Bahkan tak terkecuali Amerika Serikat yang mencatatkan angka inflasi hingga 8 persen bulan Mei lalu.

Presiden Joe Biden memang sedang berjuang menahan situasi negaranya agar tidak terjerumus ke dalam resesi akut, terutama karena ancaman stagflasi.

Dengan keputusan untuk tetap mengalokasi anggaran yang cukup besar dalam bentuk bantuan militer ke Ukraina, bagaimanapun akan semakin menyulitkan Amerika Serikat untuk membenahi ekonomi dalam negerinya.

Dengan kenyataan itu, Putin menyadari bahwa tidak saja Rusia yang berjibaku dengan ekonomi dalam negeri akibat dijatuhkannya berbagai sanksi, tapi dunia Barat pun demikian.

Terutama Uni Eropa dan Amerika Serikat, juga dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Karena itu, keteguhan hati dan konsistensi Putin nampaknya masih akan seperti sedia kala.

Ribuan warga sipil tetap tinggal di kota Severodonetsk setelah Rusia hampir menguasai salah satu kota besar di kawasan Donbas itu.

GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Ribuan warga sipil tetap tinggal di kota Severodonetsk setelah Rusia hampir menguasai salah satu kota besar di kawasan Donbas itu.
Hal tersebut bisa dibaca dengan jelas dari pidato Putin saat membuka Pameran yang didedikasikan untuk Kaisar pertama Rusia, Peter The Great, Kamis, 9 Juni 2022.

Peter the Great, yang memerintah dari tahun 1682 hingga 1725, seorang modernis otokratis dikagumi oleh orang-orang Rusia yang liberal dan konservatif, ia memerintah selama 43 tahun.

Dalam pidatonya pada acara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengisyaratkan untuk terus memperluas wilayah yang akan berada di bawah rentang pengaruh Moskow.

Putin membandingkan invasinya ke Ukraina dengan pengorbanan yang dilakukan Peter the Great di masa lalu.

Menurut dia, pada awalnya boleh jadi dunia tidak menganggapnya benar. Tapi pada akhirnya, dunia akan mengakuinya, layaknya mengakui perjuangan Peter The Great dalam mendirikan Rusia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com