Banyak argumen yang disampaikan selama persidangan berpusat pada apakah warga Palestina yang tinggal di daerah itu penduduk tetap atau musiman.
Mahkamah Agung memutuskan bahwa penduduk di sana gagal membuktikan klaim tempat tinggal permanen mereka sebelum daerah itu dinyatakan sebagai zona tembak.
Keputusan itu didasarkan pada foto-foto udara dan cukilan dari sebuah buku terbitan 1985 yang diklaim kedua pihak sebagai bukti.
Baca juga: Lebanon Peringatkan Agresi Israel di Perairan Sengketa
Buku itu, yang berjudul Life in the Caves of Mount Hebron (Hidup di Gua Gunung Hebron), ditulis oleh ahli antropologi Israel Yaacov Havakook.
Dia menghabiskan waktu tiga tahun untuk mempelajari kehidupan petani dan penggembala Palestina di Masafer Yatta.
Havakook menolak berkomentar dan meminta Reuters untuk membaca bukunya.
Dia mengatakan, telah berupaya mengirimkan pendapat ahli untuk kepentingan para penduduk di sana atas permintaan pengacara mereka.
Namun, dia telah dilarang melakukan hal tersebut karena pada saat itu dia bekerja untuk Kementerian Pertahanan Israel.
Baca juga: Pelajaran dari Perang Enam Hari Israel
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa (EU) mengutuk keputusan pengadilan Mahkamah Agung itu dan mendesak Israel untuk menghentikan penghancuran dan pengusiran.
"Pendirian zona tembak tidak bisa dianggap sebagai alasan militer yang sangat penting untuk memindahkan populasi di bawah pendudukan," kata juru bicara EU dalam pernyataan.
Dalam transkrip rapat tingkat menteri tentang permukiman pada 1981 yang diungkap oleh para peneliti Israel, Menteri Pertanian Israel Ariel Sharon mengusulkan agar militer Israel memperluas zona pelatihan di Perbukitan Hebron Selatan untuk mengusir warga Palestina dari tanah mereka.
"Kami ingin menawari Anda zona pelatihan yang lebih banyak," kata Sharon, mengingat penyebaran penduduk desa Arab dari perbukitan itu ke arah gurun.
Sharon kemudian menjadi Perdana Menteri Israel.
Baca juga: Lagi, Israel Tembak Mati Jurnalis Perempuan Palestina di Tepi Barat
Militer Israel mengatakan kepada Reuters bahwa daerah itu dinyatakan sebagai zona tembak untuk beragam kepentingan operasional yang relevan.
Mereka juga mengatakan bahwa warga Palestina telah melanggar perintah penutupan dengan mendirikan bangunan tanpa izin selama bertahun-tahun.