Kekalahan tersebut juga sekaligus menjadi kekalahan terbesar Amerika di awal perang dingin. Paman Sam shocked luar biasa.
Bagaimana tidak, setelah kematian Lenin Uni Soviet dibajak oleh Stalin, setelah Jepang kalah China justru diambil alih oleh Mao.
Setelah itu, Mao berkuasa penuh dan bersiap untuk mewujudkan ide marxisme maoismenya di China, yang masih terbelakang kala itu.
Menjelang pertengahan 1950-an, uji coba pertama dimulai dengan konsep Great Leap Forward.
Ketika itu, nampaknya Mao memang tak sabaran. Mao ingin China segera menjadi maju dan besar secara cepat. Ide kolektivisasi lahan ala Stalin diterapkan.
Petani harus bekerja keras untuk memperoduksi gandum dan komoditas lainya dengan sistem kuota, selain untuk konsumsi domestik juga untuk dibarter dengan Stalin, agar Soviet membantu China dalam membangun industri berat, industri persenjataan dan pembangunan reaktor nuklir.
Proyek ekonomi politik ini dipercayakan kepada tangan kanan Mao, Liu Shaoqi
Ternyata, korban kelaparan bertumbangan, diyakini puluhan juta. Mao memaksa orang tua dan anak-anak ikut bekerja, jika tidak, maka jatah makanan tak diberikan.
Saat kuota tak terpenuhi, Mao yang semakin tergila-gila dengan ide utopia komunisme malah menyalahkan burung-burung yang memakan hasil panen petani. Perintah untuk membunuh burung-burung pun lahir.
Tapi yang terjadi semakin parah. Kalau burung-burung dibunuh, lantas yang memakan serangga atau hama siapa? Hasil panen pun malah semakin buruk karena hama malah semakin menjadi-jadi.
Tapi Mao tak menerima kritik dan memang tak ada yang berani mengkritik beliau, meskipun korban kelaparan bertumbangan di desa-desa.
Sampai akhirnya di salah satu pertemuan Partai, tangan kanan Mao Sendiri yang mencoba mengingatkan Mao soal kegagalan proyek Great Leap Forward, Liu Shaoqi.
Di permukaan, Mao hanya tersenyum. Tapi di balik itu, Mao menyiapkan sesuatu untuk menyingkirkan Shaoqi.
Maka kemudian lahirlah proyek politik baru bernama Revolusi Budaya (Cultural Revolution), yang tidak lagi dipercayakan kepada Shaoqi, tapi justru kepada istri Mao sendiri, yang tenar dengan panggilan Madame Mao (salah satu anggota Gang of Four).
Dalam fase ini, Deng Xiaoping juga tersingkir, karena dianggap terlalu liberal dan nasionalis.
Nyatanya Revolusi Budaya lebih sadis lagi dibanding proyek politik sebelumnya. Semua pihak harus menjadi komunis- maois, jika tidak, disingkirkan, dihabisi, atau dikirim ke camp. Korban makin bergelimpangan.
Di tahun 1960-an akhir, perang Vietnam juga sedang berkecamuk. Di tengah-tengah hubungan Soviet dan China kian mendingin, Amerika masuk.
Henry Kissinger dengan lihai memainkan taktik-taktik diplomasi berkelasnya. Pertama untuk menyelesaikan perang di Vietnam yang kian berkecamuk karena keterlibatan Soviet dan China.
Kedua, untuk menjauhkan Soviet dari China (dual containtment).
Diplomasi tersebut melahirkan pertemuan bersejarah antara Ketua Mao dan Richard Nixon di tahun 1972, yang akhirnya membuat Vietman pelan-pelan berhasil diredam dan Soviet semakin terisolasi.
Pada pertemuan itulah ucapan Mao yang tenar itu muncul, yakni China akan siap bersabar menunggu sampai 100 tahun untuk menyatukan Taiwan dengan The Mainland.
Ketua Mao yang sudah sakit-sakitan akhirnya tutup usia tahun 1976. Zhou Enlai, perdana menteri, yang memang telah mengenal Deng Xiaoping sedari di Perancis, memberikan dukungan pada Deng yang dua tahun sebelumnya sudah kembali ke dalam pemerintahan dan partai.
Deng tidak serta merta menjadi petinggi, karena Gang of Four terus berjuang untuk menyingkirkannya, agar bisa melanjutkan estafet kekuasaan Mao.
Untung bagi Deng, Gang of Four akhirnya terdepak dan tahun 1978 Daeng berhasil menduduki posisi petinggi di Partai, lalu di awal tahun 1980an, Daeng menggantikan Mao sebagai paramount leader.
Beliaulah yang kini dianggap sebagai bapak bangsa China Modern, yang memperkenalkan konsep “sosialisme dengan karakter China.”
Deng melakukan reformasi bertahap (gradual) pada kebijakan ekonomi China dan memperkenalkan empat konsep modernisasi yang tenar itu, agrikultur, industri, defense, dan science and technology.
Namanya sempat sedikit tercoreng karena insiden Tiananmen tahun 1989. Tapi gaya Daeng dan CCP bertahan sampai ke tangan Jiang Zemin dan Hu Jintao, sampai China akhirnya masuk WTO tahun 2000-an berkat usaha luar biasa dari Bush Senior dan Clinton.
Ekonomi China semakin menggila, pertumbuhan ekonominya duoble digit, meski korupsi juga menggila.
Lantas mengapa China belum juga menunjukan tanda-tanda transisi ke sistem demokratis?
Jalan dan Strategi China memang tak sama dengan Korea Selatan, Taiwan, atau Afrika Selatan, di mana kemajuan ekonomi berperan besar dalam mempercepat proses demokratisasi. China nampaknya adalah pengecualian.
Pasca-1978, China memodifikasi gaya pembangunan ekonomi negara tetangganya (developmental state), Jepang, Korsel, dan Taiwan, dengan cara "mengendalikan gerak langkah pasar" dan mengurangi peran pemerintah secara bertahap.
Untuk penyesuaian harga, China memperkenalkan strategi "dual track pricing". Sementara untuk Badan Usaha Milik Negara, China menerapkan pendekatan "rangkul yang besar lepaskan yang kecil (yang ditiru oleh Erick Tohir) "
Pada dasarnya, kedua pendekatan developental ini setali tiga uang. Tiga negara pertama menambahkan peran negara ke dalam gerak langkah ekonomi pasar, sementara China mengurangi peran negara sampai batas tertentu.
Karena China berangkat dari titik yang berbeda, demokrasi tidak lahir semudah yang diproyeksikan.
China mengendalikan pasar sesuai dengan pengaruhnya kepada partai. Jika liberalisasi ekonomi membahayakan eksistensi partai, maka China menekanya.