Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masuki Hari Ke-100, Ini 5 Hal Perang Rusia Vs Ukraina yang Mengubah Dunia

Kompas.com - 03/06/2022, 18:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

Namun, ada batasan seberapa cepat hal ini dapat dilakukan. Kebijakan ini telah menciptakan lonjakan permintaan energi yang berasal dari luar Rusia dan membuat harga energi melonjak tajam.

Baca juga: Ratusan Tentara Rusia Disebut Menolak Perangi Ukraina, Berusaha Melarikan Diri, Bahkan Tembak Kaki Sendiri

Kenaikan harga dan inflasi

Kekurangan stok pangan dan energi telah berdampak besar pada perubahan dalam kehidupan banyak orang sejak perang Ukraina dimulai, yakni kenaikan harga. Hal ini tidak lepas dari hukum ekonomi di mana ketika suplai barang menipis, nilainya akan meningkat. Hal ini juga berdampak juga pada harga pangan dan bahan bakar yang ikut melambung sejak perang.

Harga makanan khususnya melonjak. Indeks harga pangan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), menyebut harga komoditas pangan telah mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada Maret 2022 lalu.

Di sisi lain, inflasi yang ditandai dengan daya beli masyarakat berkurang telah menjadi tolok ukur ekonomi. Saat ini di seluruh dunia, inflasi telah terjadi selama lebih dari dua kali lipat selama satu tahun terakhir. Organisasi Perburuhan Internasional di zona Eropa mencatat inflasi mencapai rekor tertinggi pada 8,1 persen pada bulan lalu.

Namun, inflasi diperkirakan akan memukul negara-negara berpenghasilan rendah lebih keras lagi. Sementara pandangan IMF baru-baru ini memproyeksikan inflasi sebesar 5,7 persen untuk negara-negara industri dan 8,7 persen untuk negara-negara berkembang. Sementara itu, para ahli memperkirakan bahwa harga bisa tetap tinggi untuk tahun-tahun mendatang.

Baca juga: NATO dan AS Sepakat, Cara Ini yang Mungkin Hentikan Perang Rusia-Ukraina

Kebangkitan NATO

Invasi Rusia ke Ukraina juga berpengaruh pada isu geopolitik. Beberapa ahli memperkirakan munculnya perpecahan baru menjadi blok geopolitik dan ekonomi Timur dan Barat, dengan Rusia dan China di satu sisi, dan Uni Eropa dan AS memimpin di sisi lain.

Pakta Keamanan Atlantik Utara yang dikenal sebagai NATO, didirikan setelah Perang Dunia II pada 1949 dan menyatukan AS, Kanada, dan 10 negara Eropa. Sebagai anak dari Perang Dingin, ia menjadi semacam payung bagi demokrasi dan pasar bebas di Eropa, dengan ekspansi besar-besaran ke timur pada tahun 2004.

NATO dalam perjanjiannya menjabarkan prinsip pertahanan kolektif. Ini artinya, jika ada anggota yang diserang, akan dianggap sebagai serangan terhadap seluruh anggota yang lain. Sejumlah analisis menilai perang di Ukraina membuat aliansi militer paling kuat di dunia sekarang menjadi pusat perhatian.

Hal ini tidak lepas dari ketakutan negara lain pada ambisi imperialis Rusia di bawah kekuasaan Putin. Finlandia dan Swedia baru-baru ini mengumumkan niat mereka untuk bergabung dengan NATO sebagai wujud dari ketakutan itu.

Sementara, Vladimir Putin melihat NATO sebagai ancaman bagi Rusia dan telah berulang kali memperingatkan konsekuensinya jika aliansi itu mengizinkan Ukraina untuk bergabung. Para pengkritik NATO mengatakan ekspansi yang dilakukan pakta ini ke timur merupakan provokasi.

NATO telah memasok Ukraina dengan senjata dan peralatan militer, meskipun telah menolak permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk memberlakukan zona larangan terbang di negara itu. Untuk saat ini, NATO melanjutkan tariannya yang halus untuk tetap melangkah dengan ringan sehingga tidak akan memicu Perang Dunia III.

Baca juga: Wilayah Ukraina yang Diduduki Moskwa Bisa Gelar Referendum untuk Gabung Rusia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com