Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dunia Masuki Era Kritis, dari Krisis Iklim hingga Perang

Kompas.com - 25/05/2022, 17:01 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) telah melukiskan gambaran lebih luas dan mengkhawatirkan pada laporan terbarunya yang berjudul Lingkungan Perdamaian: Keamanan di Era Baru yang Berisiko.

Lembaga penelitian independen yang sudah diakui dunia itu memperingatkan keadaan darurat global.

"Krisis lingkungan yang kompleks dan cakrawala keamanan yang semakin gelap saling melengkapi dengan cara yang berbahaya,” tulis para peneliti SIPRI.

Baca juga: “Polos”, Kim Jong Un Kubur Mentornya di Tengah Krisis Covid-19 Korea Utara

Hutan yang ditebang, gletser mencair, dan lautan tercemar terjadi bersamaan dengan peningkatan angka kematian terkait konflik, pembelian senjata, dan peningkatan jumlah orang yang berisiko kelaparan. Pandemi menimbulkan bahaya lebih lanjut.

Somalia menjadi contoh keadaan darurat simultan semacam itu. Negara Afrika Timur itu menghadapi kekeringan, kemiskinan, dan perang selama dua tahun dari kelompok teror al-Shabab.

Masalah serupa juga muncul di Amerika Tengah. Kegagalan panen terkait perubahan iklim terjadi bersamaan dengan konflik dan korupsi yang memicu eksodus massal ke Amerika Serikat.

Baca juga: Sri Lanka Terancam Kelaparan, Ingin Akhiri Krisis tapi Terganjal China

Waktunya untuk bertindak adalah sekarang

"Alam dan perdamaian sangat erat hubungannya sehingga antara satu dan lainnya saling merusak. Dengan alasan yang sama, satu meningkat yang lain juga. Waktu untuk bertindak adalah sekarang” jelas Direktur SIPRI Dan Smith kepada DW.

Laporan SIPRI dirilis bertepatan dengan dimulainya forum Stockholm tahunan kesembilan tentang perdamaian dan pembangunan, yang menjadikannya seruan bagi para politikus dan pembuat keputusan. Menurut SIPRI, banyak pemerintah yang gagal mengenali kedalaman krisis, atau bahkan secara aktif mengabaikan masalah tersebut.

Smith mengatakan beberapa pemerintah ingin bertindak, tetapi mereka memiliki prioritas lain yang menuntut waktu dan perhatian sebagai hal yang mendesak, seperti pandemi selama dua tahun terakhir dan perang di Ukraina.

 

Sebanyak 30 penulis laporan yang diambil dari SIPRI dan lembaga lainnya menyimpulkan bahwa meskipun manusia secara keseluruhan kini lebih baik dari sisi finansial, tetapi mereka tidak aman dalam banyak hal. Tercatat lebih dari 93 halaman, gambaran konsekuensi dari bencana regional dan konflik di dunia yang saling berhubungan.

Baca juga: Dilanda Krisis dan Bangkrut, Sri Lanka Tak Punya Menteri Keuangan

Lapisan es Greenland mewakili 8 persen dari es dunia dan mencair lebih cepat setiap tahun.REUTERS/HANNIBAL HANSCHKE via DW INDONESIA Lapisan es Greenland mewakili 8 persen dari es dunia dan mencair lebih cepat setiap tahun.

Peristiwa cuaca ekstrem yang disebabkan perubahan iklim dan pandemi virus corona mengancam rantai pasokan global. Konflik dan bencana alam membuat pertanian sulit diandalkan, sehingga memicu petani ke arus migrasi global.

Di satu sisi, negara tempat petani melarikan diri menghadapi tingkat kemiskinan yang tinggi dan tata kelola yang buruk, menurut SIPRI.

SIPRI melaporkan, jumlah konflik bersenjata antarnegara berlipat ganda dari 2010 hingga 2020, menjadi 56 kasus. Jumlah pengungsi dan orang terlantar juga berlipat ganda, naik menjadi 82,4 juta orang.

Pada 2020, ada juga peningkatan jumlah hulu ledak nuklir di dunia setelah bertahun-tahun menurun. Pada 2021, pengeluaran militer dunia melebihi 2 triliun dollar AS untuk pertama kalinya.

Baca juga: Krisis Pangan Global Semakin Parah, Sekjen PBB Berusaha Buka Keran Gandum Ukraina

Ancaman umum

Para peneliti SIPRI menawarkan kemungkinan jalan keluar dari krisis global dan langkah-langkah jangka pendek. Era risiko baru ini membutuhkan mode kerja sama baru untuk mengatasi ancaman bersama.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Menlu Turkiye Akan Kunjungi Arab Saudi untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Vatikan dan Vietnam Akan Menjalin Hubungan Diplomatik Penuh

Internasional
New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

New York Kembalikan 30 Artefak yang Dijarah ke Indonesia dan Kamboja

Global
Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Salah Bayar Makanan Rp 24 Juta, Pria Ini Kesal Restoran Baru Bisa Kembalikan 2 Minggu Lagi

Global
Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Saat Jangkrik, Tonggeret, dan Cacing Jadi Camilan di Museum Serangga Amerika...

Global
Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza akibat Serangan Israel...

Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza akibat Serangan Israel...

Global
Arab Saudi Imbau Warga Waspadai Penipuan Visa Haji Palsu

Arab Saudi Imbau Warga Waspadai Penipuan Visa Haji Palsu

Global
China Beri Subsidi Rp 22,8 Juta ke Warga yang Mau Tukar Mobil Lama ke Baru

China Beri Subsidi Rp 22,8 Juta ke Warga yang Mau Tukar Mobil Lama ke Baru

Global
Atlet Palestina Bakal Diundang ke Olimpiade Paris 2024

Atlet Palestina Bakal Diundang ke Olimpiade Paris 2024

Global
Rangkuman Hari Ke-793 Serangan Rusia ke Ukraina: Serangan Jalur Kereta Api | Risiko Bencana Radiasi Nuklir

Rangkuman Hari Ke-793 Serangan Rusia ke Ukraina: Serangan Jalur Kereta Api | Risiko Bencana Radiasi Nuklir

Global
Hamas Pelajari Proposal Gencatan Senjata Baru dari Israel

Hamas Pelajari Proposal Gencatan Senjata Baru dari Israel

Global
Rektor Universitas Columbia Dikecam atas Tindakan Keras Polisi pada Pedemo

Rektor Universitas Columbia Dikecam atas Tindakan Keras Polisi pada Pedemo

Global
China Jadi Tuan Rumah Perundingan Persatuan Palestina bagi Hamas-Fatah

China Jadi Tuan Rumah Perundingan Persatuan Palestina bagi Hamas-Fatah

Global
Mahasiswa Paris Akhiri Demo Perang Gaza Usai Bentrokan di Jalanan

Mahasiswa Paris Akhiri Demo Perang Gaza Usai Bentrokan di Jalanan

Global
Perempuan Ini Bawa 2 Kg Kokain di Rambut Palsunya

Perempuan Ini Bawa 2 Kg Kokain di Rambut Palsunya

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com