Para ahli mengatakan ledakan media sosial, yang mempermudah pelaporan insiden, dan meningkatnya dominasi dinasti politik, yang meredam persaingan pemilu, telah membantu meredam kekerasan pemilu.
Dalam satu insiden kekerasan politik paling mematikan di negara itu, 58 orang dibantai pada 2009. Saat itu orang-orang bersenjata yang diduga bawahan seorang panglima perang lokal di Filipina selatan menyerang sekelompok orang, untuk menghentikan saingannya mengajukan pencalonannya dalam pemilihan.
Tiga puluh dua korban adalah jurnalis yang meliput bentrokan tersebut, menjadikan serangan itu juga yang paling mematikan dalam catatan terhadap profesional media.
Pengenalan pemungutan suara elektronik pada 2010 telah mempersulit kecurangan suara meluas, yang secara historis mengganggu pemilihan umum Filipina.
Tapi Marcos Junior, yang masih bersikeras dia ditipu dalam kemenangan pemilihan wakil presiden 2016, telah memperingatkan kecurangan pemilu dalam jajak pendapat ini dan mendesak para pendukungnya untuk waspada.
"Kami akan menang selama Anda tetap terjaga pada Senin (9/5/2022), sehingga tidak akan ada tragedi lain," kata Marcos Junior kepada ratusan ribu pendukungnya pada kampanye terakhirnya pada Sabtu (7/5/2022).
"Banyak hal yang tidak diinginkan terjadi jika kita berhenti memperhatikan."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.