Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gara-gara Masak Keasinan, Istri Tewas Dipukuli Suami

Kompas.com - 06/05/2022, 20:30 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Para aktivis di India harus berjuang di tengah budaya diam yang melingkupinya dan--yang mengejutkan--persetujuan yang luar biasa atas kekerasan semacam itu.

Fakta itu muncul dari angka terbaru hasil Survei Kesehatan Keluarga Nasional (NFHS5), yaitu survei rumah tangga paling komprehensif atas masyarakat India oleh pemerintah.

Lebih dari 40 persen wanita dan 38 persen pria mengatakan kepada pensurvei dari pemerintah bahwa boleh saja seorang pria memukuli istrinya jika dia tidak menghormati mertuanya, mengabaikan rumah atau anak-anaknya, pergi keluar tanpa memberitahunya, menolak berhubungan seks atau tidak memasak dengan benar. Di empat negara bagian, lebih dari 77 persen perempuan membenarkan pemukulan atas istri.

Di sebagian besar negara bagian, lebih banyak wanita daripada pria yang membenarkan pemukulan atas istri dan di setiap negara bagian--satu-satunya pengecualian adalah Karnataka--lebih banyak wanita daripada pria yang berpikir tidak apa-apa bagi seorang pria untuk memukuli istrinya jika dia tidak memasak dengan benar.

Jumlahnya telah turun dari survei sebelumnya lima tahun lalu--ketika 52 persen wanita dan 42 persen pria membenarkan pemukulan terhadap istri--tetapi sikapnya tidak berubah, kata Amita Pitre, yang memimpin program keadilan gender di Oxfam India.

Baca juga: 2 Bulan Menikah, Istri Gugat Cerai Suami karena Keluyuran di Rumah Hanya Bercelana Dalam

"Kekerasan terhadap perempuan--dan pembenarannya--berakar pada patriarki. Ada penerimaan yang tinggi terhadap kekerasan berbasis gender karena di India, perempuan dianggap sebagai gender subordinat," katanya kepada BBC.

"Ada gagasan sosial yang permanen tentang bagaimana seorang perempuan harus berperilaku: dia harus selalu berada di bawah pria, selalu tunduk dalam pengambilan keputusan, harus melayani dia dan dia harus berpenghasilan lebih rendah dari pria, di antara banyak hal lainnya.

Dan penerimaan untuk situasi kebalikannya sangat rendah. Jadi, jika seorang wanita menantangnya, maka tidak apa-apa bagi suami untuk menunjukkan kepada dia 'posisi yang sepantasnya.'"

BBC INDONESIA Persentase pria yang setuju istri boleh dipukul karena sebab tertentu
Alasan mengapa lebih banyak perempuan membenarkan pemukulan istri, katanya, adalah karena "patriarki memperkuat norma-norma gender dan perempuan menyerap gagasan yang sama, keyakinan mereka dibentuk oleh keluarga dan masyarakat".

Kuckreja mendirikan Vanangana, sebuah badan amal yang telah bekerja selama seperempat abad dengan para perempuan yang dianiaya di Bundelkhand di India utara--salah satu daerah termiskin di negara itu.

Dia mengatakan ada nasihat populer yang diberikan kepada mempelai perempuan saat baru menikah: "Kamu memasuki rumah tangga dengan tandu, maka kamu hanya boleh pergi dengan usungan keranda jenazah".

Jadi kebanyakan perempuan, bahkan yang sering dipukuli, menerima kekerasan sebagai takdir mereka dan tidak melaporkannya.

"Meskipun ada lebih banyak pelaporan dalam dekade terakhir, pemukulan istri masih sangat kurang dilaporkan di India. Kasus-kasus seperti itu sulit untuk dilaporkan dan dicatat. Kebanyakan orang masih akan mengatakan bahwa 'apa yang terjadi di rumah harus tetap di rumah'.

Jadi, perempuan tidak disarankan untuk melapor ke polisi," kata Kuckreja. Juga, mereka tidak punya tempat untuk pergi jika meninggalkan rumah tangga mereka, lanjutnya.

"Orang tua sering tidak menerima mereka karena stigma dan, dalam banyak kasus, karena mereka miskin dan tidak mampu memberi makanan tambahan.

Baca juga: Suami Selingkuh dan Tiduri Sahabat Istri di Rumah, Terbongkar dari Kamera Tersembunyi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com