Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Rusia-Ukraina: Apakah Pembunuhan Warga Sipil di Bucha Dapat Disebut Genosida?

Kompas.com - 09/04/2022, 16:31 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Editor

Dia menunjuk ke sebuah artikel berjudul "Apa yang harus dilakukan Rusia dengan Ukraina?" yang diterbitkan minggu ini oleh kantor berita media milik pemerintah Rusia, Ria.

Baca juga: Indonesia Minta Pembantaian di Bucha Ukraina Diselidiki secara Independen

Artikel tersebut berpendapat bahwa "tidak memungkinan" bagi Ukraina menjadi sebuah "negara berdaulat", dan bahkan namanya "tampaknya tidak dapat dipertahankan"; elit nasionalis Ukraina "perlu dilikuidasi, tidak mungkin dilakukan reedukasi", kata penulisnya, Timofei Sergeytsev.

Dia mendasarkan teorinya pada klaim tak berdasar bahwa Ukraina adalah negara Nazi, dengan alasan bahwa sebagian besar penduduk juga bersalah karena mereka "Nazi pasif", dan dengan demikian merupakan pendukung ideologi ini.

Sergeytsev juga menulis, setelah kemenangan Rusia, orang-orang ini akan membutuhkan reedukasi yang berlangsung setidaknya satu generasi dan itu "berarti de-Ukrainisasi".

"Bagi saya, perubahan suasana dalam beberapa pekan terakhir di Rusia, dan terutama di kalangan elit, adalah titik kritis yang kami sebut sebagai ambang batas niat, bukan hanya untuk menghancurkan negara... tetapi untuk menghancurkan sebuah identitas," kata Prof Finkel.

"Tujuan perang adalah de-Ukrainisasi... mereka tidak fokus pada negara, mereka fokus pada orang-orang Ukraina."

Baca juga: Jerman Temukan Percakapan Terkait Insiden Bucha, Sebut Ada Petunjuk Keterlibatan Grup Wagner

Gregory Stanton, presiden pendiri dan ketua Genocide Watch, mengatakan ada bukti "bahwa tentara Rusia sebenarnya sebagian berniat untuk menghancurkan kelompok nasional Ukraina".

"Itulah mengapa mereka menargetkan warga sipil. Mereka tidak hanya menargetkan kombatan dan militer."

Dia mengatakan klaim Presiden Putin menjelang invasi, bahwa perang delapan tahun di timur Ukraina tampak seperti genosida, adalah apa yang oleh beberapa akademisi disebut sebagai "mirroring" (cerminan).

"Seringkali pelaku genosida akan menuduh pihak lain - korban yang ditargetkan - berniat melakukan genosida sebelum pada kenyataannya, dilakukan oleh pelakunya. Itulah yang terjadi dalam kasus ini."

'Bukti belum cukup kuat'

Tetapi para ahli lain di bidang genosida mengatakan terlalu dini untuk mendefinisikan kekejaman Rusia dalam kategori itu.

Menurut Jonathan Leader Maynard, dosen politik internasional di King's College London, bukti-bukti yang ada masih belum jelas jika mengacu pada definisi-definisi ketat Konvensi Genosida.

Itu tidak berarti genosida tidak terjadi - ia mengatakan "sangat jelas" bahwa kekejaman sedang terjadi - hanya saja tingkat keparahannya belum jelas.

"Mungkin saja kekejaman itu bisa menjadi genosida atau bisa meningkat di masa depan menjadi genosida, tetapi saat ini buktinya belum cukup kuat," katanya.

Baca juga: Paus Fransiskus Cium Bendera Ukraina Sembari Mengutuk Pembantaian di Bucha

Dalam berbagai pidatonya, Putin mempertanyakan keberadaan Ukraina sebagai sebuah negara merdeka.

GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Dalam berbagai pidatonya, Putin mempertanyakan keberadaan Ukraina sebagai sebuah negara merdeka.

Namun, ia menunjuk pada retorika "sangat meresahkan" dari presiden Rusia yang menyangkal keberadaan sejarah Ukraina sebagai negara merdeka. Ini menggambarkan "cara berpikir genosida", katanya, di mana Vladimir Putin percaya Ukraina "tidak nyata, jadi mereka tidak memiliki hak untuk hidup".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com