Di mata Putin, bukan saja kedaulatan teritorial Rusia dan kebebasan orang-orang Rusia di Ukraina dan Belarusia yang sedang terancam, tapi lebih dari itu, yakni eksistensi kekuasaannya sebagai "Modern Czar of Rusia" dan lingkaran oligar yang telah menyokongnya selama ini.
Jika Ukraina beralih ke Eropa dan NATO, maka hanya butuh satu langkah lagi Rusia untuk ditaklukkan secara militer.
Dan yang tak kalah mengkhawatirkan Putin adalah bahwa tatanan politik Rusia akan tergoncang dan terdisrupsi secara signifikan.
Tuntutan publik Rusia agar negara Beruang Merah segera berubah layaknya negara-negara demokrasi barat akan semakin menguat dan membayangi kekuasaan Putin di Kremlin.
Ketakutan Putin sangat beralasan pasca-Euromaidan Revolution 2014 di Ukraina dan goncangan politik di Belarusia akhir 2019 lalu.
Posisinya benar-benar di ujung tanduk dan persis seperti tikus terpojok. Walhasil, Putin pun melompat persis seperti keadaan tikus yang terpojok.
Jadi keputusan Putin menginvasi Ukraina, baik atas alasan penyelamatan etnis Rusia yang mengalami diskriminasi, denazifikasi, demiliterisasi Ukraina, atau penciptaan buffer zone, adalah refleksi dari filosofi "cornered rat" yang dianut oleh Putin selama ini.
Dan sebagaimana dikatakan oleh salah seorang penulis biografinya, justru di saat terpojok itulah seorang Putin menjadi sangat berbahaya.
Dunia Barat tentu tak bersedia menerima logika tersebut layaknya Putin yang juga tak bersedia menerima logika dunia Barat diberlakukan begitu saja pada negaranya.
Di satu sisi, Putin menjustifikasi tindakannya dengan alasan geopolitis dan kemanusiaan ala Rusia.
Dan di sisi lain Barat juga akan menegasikan justifikasi Putin dengan alasan yang khas Barat juga. Karena itu perseteruan di Ukraina tidak akan selesai dalam waktu singkat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.