MOSKWA, KOMPAS.com - Barat selama berminggu-minggu menuduh Rusia berencana menyerang Ukraina.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden juga memperingatkan Presiden Rusia Vladimir Putin tentang sanksi yang belum pernah dilihatnya jika dia menyerang.
Kremlin membantah rencana tersebut dan menyalahkan peningkatan ketegangan pada NATO.
Baca juga: Konflik Perbatasan Ukraina Makin Tegang, Rusia Pasang Pasukan Militer di Belarus
Namun, apakah Rusia benar-benar ingin menginvasi Ukraina? Berikut prediksinya dari AFP pada Kamis (9/12/2021).
Ukraina dan para sekutu Baratnya menuduh Moskwa mengumpulkan puluhan ribu tentara di dekat perbatasannya dengan Ukraina untuk persiapan invasi.
Komando militer Ukraina percaya kemungkinan eskalasi bisa terjadi pada akhir Januari 2022.
Moskwa mengatakan, penambahan pasukan adalah bagian dari pengerahan rutin, dengan berkata mereka berhak melakukan apa yang diinginkannya di wilayahnya.
"Semua yang dilakukan Rusia berada di wilayah Federasi Rusia," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, Rabu (8/12/2021).
Para pakar meragukan kemungkinan serangan, terutama karena tentara Ukraina semakin kuat secara signifikan setelah lebih dari tujuh tahun konflik melawan separatis pro-Rusia di timur.
Oleh karena itu, perang Rusia Ukraina akan berisiko besar dari sisi korban manusia dan keuangan.
Pengerahan pasukan Moskwa terjadi setelah peningkatan serupa pada musim semi ketika ketakutan pertama akan invasi muncul tetapi tidak pernah terwujud.
Beberapa analis menduga tujuan Rusia adalah untuk mengekstrak manfaat diplomatik.
Namun, Kremlin dan tentaranya dapat bertindak cepat, seperti yang mereka lakukan selama aneksasi Moskaw atas Crimea dari Ukraina pada 2014.
Pada 2008, tentara Rusia juga mengalahkan tentara Georgia - yang ingin merebut kembali wilayah separatis Ossetia Selatan - hanya dalam lima hari.
Baca juga: Kenapa Rusia dan Ukraina Perang, Termasuk Berebut Crimea?
Putin menuduh Barat mengabaikan garis merah Rusia dan menekankan bahwa Kiev mendekati mereka secara berbahaya menggunakan drone militer Turki, dan menegaskan kembali ambisinya untuk bergabung dengan NATO.