Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Sabu dan Heroin Jadi Solusi Kelaparan di Afghanistan

Kompas.com - 15/12/2021, 16:15 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

Di beberapa wilayah Afghanistan, industri narkotika sangat memengaruhi perekonomian lokal.

Gandum Rez, sebuah desa terpencil di Helmand, hanya dapat dicapai melalui jalur berkerikil. Namun daerah itu berada di peta perdagangan heroin global.

Baca juga: Anggota Taliban Bunuh 100 Mantan Pasukan Keamanan Afghanistan

Selain sejumlah besar kios pasar yang dikhususkan untuk penjualan opium, desa ini juga lokasi beberapa pabrik, yang masing-masing mempekerjakan 60-70 orang.

Pabrik-pabrik itu mengolahnya opium menjadi heroin. Narkotika itu lalu diselundupkan ke Pakistan dan Iran, kemudian terus bergerak ke seluruh dunia, termasuk Eropa.

Menurut salah satu sumber lokal, satu kilogram heroin untuk ekspor dijual dengan harga sekitar 210.000 rupee Pakistan (sekitar Rp 17 juta).

Seorang mantan pengedar narkotika di Inggris berkata kepada BBC, pada saat satu kilogram heroin itu mencapai Inggris harganya akan melonjak menjadi sekitar Rp 1,2 miliar.

Sebagian besar keuntungan dari penjualan itu didapatkan kelompok mereka berada di rantai distribusi internasional. Meski begitu Taliban tetap memungut pajak pada produsen.

Menurut Mansfield, keuntungan yang diperoleh Taliban dari narkotika sering dilebih-lebihkan dan tidak signifikan dibandingkan sumber pendapatan lainnya.

Baca juga: Anggota Taliban Bunuh 100 Mantan Pasukan Keamanan Afghanistan

Mansfield memperkirakan bahwa pada tahun 2020, Taliban menerima sekitar 35 juta dollar AS (Rp 502 miliar) dari pajak produksi obat.

"Pertama kali Taliban berkuasa, mereka butuh enam tahun sebelum mereka benar-benar memberlakukan larangan obat-obatan dan itu tidak berlaku pada opium pada saat itu," katanya.

Merujuk situasi ekonomi Afghanistan saat ini, menurut Mansfield, larangan opium akan dianggap sebagai hukuman bagi kelompok yang selama ini membantu dan mendukung Taliban.

Juru bicara Taliban, Bilal Karimi, berkata kepada BBC bahwa pemberantasan produksi narkotika akan berdampak positif bagi Afghanistan dan masyarakat internasional. "Jadi dunia juga harus turut membantu upaya ini," ujarnya.

Perdagangan narkotika di Afganistan tidak hanya berkisar pada tujuan ekspor. Narkotika juga berdampak negatif pada penduduk Afghanistan, terutama jika mengacu tingkat kecanduan yang tinggi.

Di sisi jalan yang sibuk di pinggiran ibu kota Kabul, beberapa ratus pria berkerumun dalam kelompok-kelompok kecil. Mereka merokok sabu dan heroin.

Baca juga: Delegasi AS Gelar Pertemuan dengan Taliban di Qatar, Ini yang Dibahas

"Sekarang obat-obatan itu dibuat di Afghanistan sehingga harganya jauh lebih murah dibandingkan saat harus impor dari Iran," kata seorang laki-laki.

"Satu gram sabu dulu dijual seharga 1.500 Afghani (Rp 215.000), sekarang menjadi 30 hingga 40 Afghani (sekitar Rp 40.000)," tuturnya.

Kondisinya jorok, dengan beberapa tinggal di dalam selokan. "Bahkan seekor anjing pun tidak akan hidup seperti kami di sini," kata laki-laki yang lain.

Taliban sering secara kasar mengumpulkan dan membawa mereka ke pusat rehabilitasi obat-obatan yang kekurangan sumber daya. Namun para pecandu itu akhirnya kerap kembali lokasi ini.

Di tengah wacana larangan Taliban terhadap opium, tampaknya narkotika masih akan dijual di jalanan di Afghanistan maupun di negara lainnya.

Baca juga: Dokter Muda Afghanistan Dibunuh Taliban karena Tak Berhenti di Pos Pemeriksaan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com