Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Mantan Menteri Muslim India Diserang Kelompok Garis Keras

Kompas.com - 16/11/2021, 16:38 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Al Jazeera

NEW DELHI, KOMPAS.com - Kelompok garis keras Hindu India menyerang dan membakar rumah seorang mantan menteri luar negeri (menlu) India, dalam insiden terbaru kekerasan agama yang menurut para kritikus terjadi di bawah Perdana Menteri (PM) Narendra Modi.

Salman Khurshid, seorang Muslim dari partai oposisi utama Kongres, menerbitkan sebuah buku bulan lalu. Isinya membandingkan jenis nasionalisme Hindu yang berkembang di bawah Modi dengan “kelompok-kelompok ekstremis” seperti ISIL (ISIS).

Baca juga: Vaksin Covid-19 Buatan India Dinilai Punya Efikasi Tinggi

Polisi mengatakan gerombolan sekitar 20 orang dari kelompok Hindu lokal garis keras berkumpul di luar rumah Khurshid dekat kota utara Nainital pada Senin (15/11/2021).

“Mereka meneriakkan slogan-slogan, melemparkan batu, memecahkan beberapa jendela, mengobrak-abrik (pintu masuk) dan membakar (sebuah pintu),” kata kepala polisi setempat Jagdish Chandra kepada kantor berita AFP.

Surat kabar The Times of India melaporkan bahwa kelompok tersebut membakar patung Khurshid, melepaskan tembakan dan mengancam menantu perempuan penjaga rumah dengan pistol.

Khurshid menjabat sebagai menteri luar negeri dari 2012 hingga 2014.

 

Baca juga: Rusia Mulai Memasok India dengan Sistem Pertahanan Udara S-400

Pada saat kejadian, dia dilaporkan sedang pergi bersama keluarganya. Dia kemudian mengunggah gambar setelah serangan itu di media sosial.

“Malu adalah kata yang terlalu tidak efektif,” kata Khurshid, 68 tahun, di media sosial.

“Saya berharap dapat membuka pintu ini kepada teman-teman saya yang telah meninggalkan seruan ini. Apakah saya masih salah untuk mengatakan bahwa ini bukan Hinduisme?” dia menambahkan.

Aktivis mengatakan bahwa minoritas agama di India yang mayoritas Hindu menghadapi peningkatan diskriminasi dan kekerasan, sejak Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata Party (BJP) pimpinan Modi berkuasa pada 2014.

Pada 2020, Komisi Kebebasan Beragama Internasional AS mendaftarkan India sebagai “negara yang menjadi perhatian khusus” untuk pertama kalinya sejak 2004. Daftar tersebut berlanjut pada 2021.

Baca juga: Warga India Rayakan Hari Keagamaan dengan Mandi di Sungai yang Tercemar

Pemerintah Modi menolak memiliki agenda radikal “Hindutva” (supremasi Hindu), dan menegaskan bahwa orang-orang dari semua agama memiliki hak yang sama.

Negara bagian Uttarakhand, tempat insiden terakhir terjadi, tampaknya menjadi titik api masalah, melansir Al Jazeera.

Bulan lalu, gerombolan sekitar 200 orang dilaporkan menyerang sebuah gereja di negara bagian tersebut. Kepala BJP setempat mengatakan bangunan itu digunakan untuk "pertemuan mencurigakan".

Shashi Tharoor, seorang anggota parlemen terkemuka dari Kongres, mengatakan serangan terhadap rumah Khurshid itu "memalukan".

Khurshid kata dia "adalah seorang negarawan yang ... selalu mengartikulasikan visi negara yang moderat, sentris, dan inklusif di dalam negeri".

“Tingkat intoleransi yang meningkat dalam politik kita harus dikecam oleh mereka yang berkuasa,” kata Tharoor di Twitter.

Baca juga: Ibu Kota India Tutup Sekolah Seminggu karena Polusi Udara Semakin Berbahaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

Global
Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Global
Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Global
Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Global
Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Global
Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Sekitar 300.000 Warga Palestina Dilaporkan Mengungsi dari Rafah Timur

Global
Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com