Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rasanya Hidup di Negara Gagal, Cerita dari Warga Lebanon

Kompas.com - 27/09/2021, 18:31 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Al Jazeera

BEIRUT, KOMPAS.com - Zeinab Mawla menyeka keringat di bibir atasnya saat duduk di belakang kemudi mobilnya di tengah terik bulan September. Dia menunggu giliran di sebuah pompa bensin di Jnah, sebuah distrik di selatan ibukota Lebanon.

Saat itu hampir tengah hari, tetapi dia mengantre sejak jam 4 pagi untuk mengisi tangkinya, sebelum bergegas kembali bekerja di Rumah Sakit Universitas Rafik Hariri (RHUH), rumah sakit umum terbesar di negara itu dan fasilitas perawatan virus corona terkemuka.

Baca juga: Pria Suriah di Lebanon Tewas Menelan Bensin

Puluhan mobil terparkir di depan Mawla, sementara di belakangnya masih banyak lagi berjejer sepanjang setengah kilometer. Tentara Lebanon mengatur barisan, tetapi gagal menjaga emosi orang-orang agar tidak berkobar.

Kelangkaan bahan bakar memburuk di Lebanon, sehingga dokter residen berusia 27 tahun itu bergantian dengan rekan-rekan rumah sakitnya, untuk mengisi bahan bakar mobil mereka. Sementara yang satu merawat pasien di bangsal, yang lain mengisi tangki mereka.

“Dibutuhkan delapan hingga sembilan jam untuk menyelesaikannya (mengisi bahan bakar). Sering kali, keadaan menjadi tegang,” katanya, mengacu pada ledakan, penembakan, dan perkelahian yang sering terjadi di stasiun-stasiun bahan bakar di seluruh negeri melansir Al Jazeera.

“Perjalanan untuk mengisi bensin adalah perjudian,” kata Mawla sambil menyisir rambut hitam tebal dari dahinya yang basah karena keringat.

Baca juga: Profil Michel Aoun, Presiden Lebanon

Kehabisan obat

Kembali ke rumah sakit, petugas medis muda ini berjalan menyusuri koridor yang redup dan lembap, menuju bangsal virus corona tempat dia merawat lusinan pasien.

Banyak rumah sakit di seluruh Lebanon mematikan lampu dan AC di koridor dan area administrasi. Jadi bisa menghemat bahan bakar generator, untuk ruang operasi dan bangsal pasien.

Mawla mengaku sering kali tidak dapat memberikan perawatan sederhana untuk pasien karena kekurangan obat-obatan dan peralatan.

“Seorang anak berusia 23 tahun datang ke bangsal Covid-19 tempo hari dengan infeksi. Kami tidak punya antibiotik untuk mengobatinya. Dia meninggal,” kata Mawla dengan suara bergetar.

“Barang-barang seperti jarum suntik dan tisu habis,” kata Salem al-Akoum, supervisor perawat klinis di RHUH. “Kami harus menjatah obat-obatan dan menghabiskan waktu kami untuk mencari obat penghilang rasa sakit dan aspirin.”

Sampai beberapa tahun yang lalu, Lebanon adalah penyedia perawatan medis terkemuka di dunia Arab. Orang-orang secara khusus datang ke Beirut untuk operasi plastik.

Di Lebanon saat ini, rumah sakit memberitahu pasien untuk membawa obat mereka sendiri dan menolak sejumlah pasien karena kurangnya persediaan, peralatan, dan bahkan staf.

Muslim worshippers pray during Friday prayers at a gas station to protest severe fuel shortages that Lebanon has been witnessing for weeks, in the coastal town of Jiyeh, south of Beirut, Lebanon, Friday, Sept. 3, 2021.  Lebanon is mired in a devastating economic and financial crisis, the worst in its modern history. A result of this has been crippling power cuts and severe shortages in gasoline and diesel that have been blamed on smuggling, hoarding and the cash-strapped government?s inability to secure deliveries of oil products. (AP Photo/ Hassan Ammar)AP PHOTO/HASSAN AMMAR Muslim worshippers pray during Friday prayers at a gas station to protest severe fuel shortages that Lebanon has been witnessing for weeks, in the coastal town of Jiyeh, south of Beirut, Lebanon, Friday, Sept. 3, 2021. Lebanon is mired in a devastating economic and financial crisis, the worst in its modern history. A result of this has been crippling power cuts and severe shortages in gasoline and diesel that have been blamed on smuggling, hoarding and the cash-strapped government?s inability to secure deliveries of oil products. (AP Photo/ Hassan Ammar)

Baca juga: Hezbollah Berterima Kasih Bahan Bakar Minyak Iran Akan Tiba di Lebanon

Korupsi dan pasar gelap

Dengan runtuhnya sistem keuangan dan perbankan sejak 2019, korupsi yang merajalela selama beberapa dekade, dan pandemi virus corona – sektor kesehatan hanyalah salah satu dari banyak yang runtuh.

Lebanon saat ini menghadapi salah satu krisis ekonomi terburuk di dunia dalam 150 tahun, yang mendorong jutaan orang ke dalam kemiskinan.

Orang tidak bisa lagi mengakses layanan dasar, sementara barang-barang seperti makanan pokok menjadi tidak terjangkau. Keruntuhan itu juga memicu pasar gelap untuk listrik, bensin, dan obat-obatan.

Dalam krisis yang menyentuh setiap sudut kehidupan masyarakat, Mawla dan rekan-rekannya bertanya-tanya berapa lama mereka dapat melanjutkan.

“Rumah sakit sangat menyedihkan. Semuanya berhenti di sekitar saya dan kami semua menderita depresi dan kecemasan, ”kata Mawla.

“Saya menjadi dokter untuk membantu orang lain, tetapi yang bisa saya tawarkan hanyalah cinta dan perhatian (sebagai perawat).”

Baca juga: Orang Terkaya di Lebanon Ditunjuk Jadi Perdana Menteri Baru Saat Negara Dilanda Krisis Parah

Mengemis untuk Susu Anak

Di timur laut Beirut, Talar Kouymoudjian, 35, tinggal di distrik Bourj Hammoud yang mayoritas penduduknya adalah orang Armenia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com