NEW YORK, KOMPAS.com - PBB memperingatkan Korea Utara memulai kembali program nuklir dengan kecepatan penuh dengan sebuah reaktor menghasilkan plutonium untuk nuklir.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) bulan lalu memperingatkan aktivitas di sekitar reaktor lima megawatt di kompleks nuklir utama negara itu di Yongbyon.
Baca juga: Gambar Satelit Tangkap Aktivitas Korea Utara Memperluas Fasilitas Nuklir Yongbyon
Reaktor ini menghasilkan plutonium, salah satu dari dua bahan utama yang digunakan untuk membuat bom bersama dengan uranium yang diperkaya.
“Di Republik Demokratik Rakyat Korea, program nuklir berjalan dengan kecepatan penuh dengan bekerja pada pemisahan plutonium, pengayaan uranium dan kegiatan lainnya,” kata Kepala IAEA Rafael Grossi melansir Daily Mail pada Senin (20/9/2021).
Korea Utara pekan lalu meluncurkan rudal balistik dari belakang kereta api dalam unjuk kekuatan terbarunya, setelah Korea Selatan melakukan peluncuran pertama yang sukses dari rudal balistik yang diluncurkan kapal selam (SLBM).
North Korea reveals what it says is its new train-launched missile systemhttps://t.co/0rMqcn8tb3 pic.twitter.com/izazvUyFiL
— BBC News (World) (@BBCWorld) September 16, 2021
Sementara itu, Pyongyang mendukung sekutunya China dengan memperingatkan bahwa pakta keamanan baru antara AS, Inggris dan Australia, dapat memicu “perlombaan senjata nuklir”.
Kementerian luar negeri Kim Jong Un mengecam aliansi Aukus sebagai aliansi yang akan “mengganggu keseimbangan strategis di kawasan Asia-Pasifik dan memicu rantai perlombaan senjata nuklir.”
Hubungan strategis baru, Inggris dan AS, sepakat untuk berbagi teknologi kapal selam nuklir dengan Australia.
Kesepakatan itu dilihat secara luas sebagai upaya untuk melawan ekspansi China di Laut China Selatan. Sementara Beijing adalah salah satu dari sedikit sekutu Korea Utara di kawasan itu.
Baca juga: Korea Utara: AS Punya Standar Ganda Soal Rudal
Korea Utara menangguhkan pengujian bom nuklir dan rudal balistik jarak antarbenua yang dapat menghantam daratan AS pada 2018, ketika Kim memulai diplomasi dengan mantan Presiden AS Donald Trump.
Kim Jong Un disaat yang sama mencoba memanfaatkan pengendalian persenjataannya untuk keringanan sanksi yang sangat dibutuhkan.
Negosiasi nuklir antara Washington dan Pyongyang terhenti sejak runtuhnya pertemuan Trump-Kim kedua pada 2019.
Saat itu AS menolak tuntutan Korea Utara untuk bantuan sanksi besar dengan imbalan pembongkaran fasilitas nuklir yang sudah tua. Pasalanya itu sama saja dengan penyerahan sebagian kemampuan nuklir Korea Utara.
Korea Utara terus menguji senjata jarak pendek, mengancam sekutu AS, Korea Selatan dan Jepang dalam upaya nyata untuk menekan pemerintahan Biden atas diplomasi yang terhenti.
Pekan lalu, Korea Utara menguji coba rudal jelajah baru yang pada akhirnya akan dipersenjatai dengan hulu ledak nuklir. Dilakukan juga demonstrasi sistem baru untuk meluncurkan rudal balistik dari kereta api.