Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah di Balik Badak Bercula Pink di Afrika Selatan

Kompas.com - 07/09/2021, 17:57 WIB
Tito Hilmawan Reditya

Penulis

KOMPAS.com - Tak perlu heran tatkala menjumpai foto badak Afrika dengan cula berwarna pink.

Itu bukan lucu-lucuan orang iseng belaka.

Tapi hal ini memang benar-benar disengaja.

Baca juga: Peneliti Akhirnya Berhasil Ungkap Sejarah Evolusi Badak

Dilansir Guardian, untuk mencegah perburuan ilegal badak Afrika yang sudah terancam punah, pengelola satwa liar menemukan senjata baru yang ampuh, yakni racun.

Racun ini, jelas bukan sembarang racun.

Pada beberapa tahun lalu, lebih dari 200 badak dibunuh pemburu di Afrika Selatan.

Para konservasionis pun khawatir bahwa jumlah itu akan meningkat.

Pemburu badak ilegal membunuh binatang ini untuk mendapatkan tanduk.

Tanduk ini dianggap kaya keratin, yaitu substansi yang sama ditemukan pada kuku.

Dipercaya dapat dipakai sebagai obat oleh kepercayaan budaya di Asia. Inilah yang membuat harganya mahal, hingga banyak diburu.

Baca juga: Kuburan Massal Hewan Purba Ditemukan di Spanyol, Isinya Badak hingga Kucing Bergigi Pedang

Untuk membendungnya, pembantaian pengelola satwa liar mengamankan beberapa badak di tempat-tempat seperti Sabi Sand Game Reserve yang letaknya berdekatan dengan Taman Nasional Kruger di Afrika Selatan.

Setelah para badak tenang, tanduk mereka dibor untuk membuat lubang.

Lubang ini kemudian diisi dengan "parasiticide", sejenis racun parasit untuk mengontrol kutu pada kuda dan ternak.

Racun tersebut dimasukkan ke dalam lubang tanduk.

Kombinasi pewarna yang dipakai sangat "imut", yakni pink.

Baca juga: Viral, Video Lumba-Lumba Berwarna Pink, Ini Penjelasan LIPI

"Racun ini akan membuat orang yang mengkonsumsinya menjadi sakit, seperti mual, sakit perut, diare. Tetapi tidak akan membunuh mereka," kata Andrew Parker, chief executive dari Sabi Sand Wildtuin Association.

Beberapa gambar badak atau gajah bercula yang menghibur sempat beredar di media sosial.

Dilansir situs Save The Rhino, gambar-gambar ini sengaja diubah secara digital untuk efek menyoroti konsep pemberian "racun pink".

Dalam hal mewarnai bagian luar cula, penting untuk diingat bahwa gambar di media sosial dimanipulasi secara digital.

Proyek Penyelamatan Badak tidak bertujuan untuk mewarnai permukaan tanduk.

Perubahan warna cula badak saat pemberian racun juga tidak berlangsung lama.

Baca juga: Perburuan Badak Liar di Afrika Selatan Melonjak Tajam

Seperti yang dijelaskan dalam laporan yang diterbitkan di Pachyderm No. 55 Januari Juli 2014, para peneliti yang memeriksa sampel yang diambil dari cula badak satu bulan setelah perawatan, menemukan, bahwa "tidak ada perubahan warna yang terlihat melalui epidermis kornifikasi papiler dari cula.”

Intinya adalah, semuanya demi menyelamatkan habitat badak, dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com