Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah di Balik Badak Bercula Pink di Afrika Selatan

KOMPAS.com - Tak perlu heran tatkala menjumpai foto badak Afrika dengan cula berwarna pink.

Itu bukan lucu-lucuan orang iseng belaka.

Tapi hal ini memang benar-benar disengaja.

Dilansir Guardian, untuk mencegah perburuan ilegal badak Afrika yang sudah terancam punah, pengelola satwa liar menemukan senjata baru yang ampuh, yakni racun.

Racun ini, jelas bukan sembarang racun.

Pada beberapa tahun lalu, lebih dari 200 badak dibunuh pemburu di Afrika Selatan.

Para konservasionis pun khawatir bahwa jumlah itu akan meningkat.

Pemburu badak ilegal membunuh binatang ini untuk mendapatkan tanduk.

Tanduk ini dianggap kaya keratin, yaitu substansi yang sama ditemukan pada kuku.

Dipercaya dapat dipakai sebagai obat oleh kepercayaan budaya di Asia. Inilah yang membuat harganya mahal, hingga banyak diburu.

Untuk membendungnya, pembantaian pengelola satwa liar mengamankan beberapa badak di tempat-tempat seperti Sabi Sand Game Reserve yang letaknya berdekatan dengan Taman Nasional Kruger di Afrika Selatan.

Setelah para badak tenang, tanduk mereka dibor untuk membuat lubang.

Lubang ini kemudian diisi dengan "parasiticide", sejenis racun parasit untuk mengontrol kutu pada kuda dan ternak.

Racun tersebut dimasukkan ke dalam lubang tanduk.

Kombinasi pewarna yang dipakai sangat "imut", yakni pink.

"Racun ini akan membuat orang yang mengkonsumsinya menjadi sakit, seperti mual, sakit perut, diare. Tetapi tidak akan membunuh mereka," kata Andrew Parker, chief executive dari Sabi Sand Wildtuin Association.

Beberapa gambar badak atau gajah bercula yang menghibur sempat beredar di media sosial.

Dilansir situs Save The Rhino, gambar-gambar ini sengaja diubah secara digital untuk efek menyoroti konsep pemberian "racun pink".

Dalam hal mewarnai bagian luar cula, penting untuk diingat bahwa gambar di media sosial dimanipulasi secara digital.

Proyek Penyelamatan Badak tidak bertujuan untuk mewarnai permukaan tanduk.

Perubahan warna cula badak saat pemberian racun juga tidak berlangsung lama.

Seperti yang dijelaskan dalam laporan yang diterbitkan di Pachyderm No. 55 Januari Juli 2014, para peneliti yang memeriksa sampel yang diambil dari cula badak satu bulan setelah perawatan, menemukan, bahwa "tidak ada perubahan warna yang terlihat melalui epidermis kornifikasi papiler dari cula.”

Intinya adalah, semuanya demi menyelamatkan habitat badak, dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

https://www.kompas.com/global/read/2021/09/07/175721870/kisah-di-balik-badak-bercula-pink-di-afrika-selatan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke